x

Iklan

afandi wicaksono lie

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Mengenal Trias Politika di Indonesia

Mengenal Trias Politika

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Trias Politika merupakan konsep pemerintahan yang kini banyak dianut diberbagai Negara di aneka belahan dunia. Konsep dasarnya adalah, kekuasaan di suatu Negara tidak boleh dilimpahkan pada suatu struktur kekuasaan politik melainkan harus terpisah di lembaga-lembaga negara yang berbeda.

Trias Politika yang kini banyak diterapkan adalah, pemisahan kekuasaan kepada 3 lembaga berbeda: Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif. Eksekutif adalah lembaga yang melaksanakan undang-undang; Legislatif adalah lembaga untuk membuat undang-undang; dan Yudikatif adalah lembaga yang mengawasi jalannya pemerintahan dan Negara secara keseluruhan, menginterpretasikan undang-undang jika ada sengketa, serta menjatuhkan sanksi bagi lembaga ataupun perseorangan manapun yang melanggar undang-undang.

Secara implisit negara Indonesia menerapkan pembagian kekuasaan sesuai teori trias politika yang dianut oleh Montesquieu dimana adanya pembagian kekuasaan berdasarkan fungsi Negara baik Legislatif, Eksekutif maupun Yudikatif kedalam lembaga-lembaga negara di Indonesia, namun selain dari tiga fungsi Negara itu, Indonesia membagi kekuasaan lagi yaitu kekuasaan eksaminatif atau pemeriksaan keuangan negara.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di Indonesia, kekuasaan Negara dituangkan dalam tingkatan perundang undangan. Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) sebagai konstitusi menempati peraturan tertinggi, Undang-Undang (UU) tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945. Lembaga tinggi negara, seperti Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Mahkamah Konstitusi (MK) diberikan kekuasaannya oleh UUD 1945, akan tetapi fungsi dan tugas lembaga negaranya diatur lebih lanjut oleh UU yang sah. Kewenangan DPR dalam mengamandemen UU diambil alih oleh MK, yang dapat membatalkan pasal UU yang bertentangan dengan UUD 1945. Dalam putusan hakim MK, pasal UU tersebut mengalami mati suri sebelum DPR mengamandemennya. Adanya ketidak sesuaian antara kebijakan pemerintah yang dibutuhkan berdasarkan UU yang sah, akan tetapi UU tersebut bertentangan dengan UUD 1945, maka UU tersebut akan menghambat gerak pemerintah.

Lembaga Eksekutif merupakan satu lembaga negara yang paling pokok dan paling di sorot dalam berjalannya pemerintahan di negara Indonesia. Lembaga eksekutif ini meliputi presiden dan wakil presiden, menteri, pemerintahan di tingkat daerah seperti gubernur, bupati /walikota, camat, dan kades/lurah. Lembaga eksekutif ini lebih kita kenal dengan nama pemerintah. Didalam kinerja lembaga ini terutama presiden yang merupakan kepala Negara sekaligus kepala pemerintahan dalam system pemerintahan di Indonesia menjadi tolak ukur bagi berjalannya suatu negara, baik dalam negeri maupun di luar negeri.

Lembaga Eksekutif dapat dinilai dari beberapa faktor yang mudah diihat yang diantaranya yaitu keadaan ekonomi, budaya, pendidikan dll, yang semuanya itu untuk kesejahteraan rakyat. Tugas dari lembaga eksekutif ini sebagian besar sudah tertera pada alenia keempat dalam pembukaan UUD 1945 yang sudah ada pada tanggal 18 agustus 1945 yaitu untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan

ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dengan kata lain didalam tugas dan kewajiban lembaga eksekutif di negara Indonesia juga menjalankan undang-undang yang sudah ada. Jadi dalam ketatanegaraan di Indonesia seluruhnya sudah tercantum didalam UUD 1945, dengan menjalankan UUD 1945 maka kehidupan berbangsa dan bernegara akan lebih baik dan akan sesuai dengan tujuan dan cita-citabangsa Indonesia.

Lembaga Legislatif merupakan lembaga yang membuat undang-undang, bukan hanya itu tapi juga mengatur mengenai anggaran APBN. Yang termasuk dalam lembaga legislatif yaitu;

MPR, DPR, DPD, DPRD I, DPRD II.

MPR adalah lembaga tertinggi di Negara ini, tapi setelah UUD 1945 diamandemen MPR menjadi lembaga tinggi negara, berdasarkan pasal 3 dan pasal 8 ayat (2) dan (3) UUD 1945 amandemen, tugas dan wewenang MPR yaitu: Mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar, Melantik Presiden dan Wakil Presiden, Memberhentikan Presiden dan atau Wakil presiden dari jabatannya berdasarkan undang-undang dasar, melakukan pemilihan wakil presiden dari dua calon yang di usulkan oleh presiden, jika terjadi kekosongan posisi wakil presiden. Menurut UUD 1945 amandemen tugas DPR tercantum dalam pasal 20 ayat (1) dan (2) yaitu: Dewan perwakilan rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang, setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat tujuan bersama.

Dan DPD ini tidak sebegitu tenar di banding dengan DPR atau MPR, DPD adalah lembaga baru yang dibentuk setelah amandemen terhadap UUD 1945, DPD ini berfungsi mewakili daerahnya masing-masing, menurut pasal 22 ayat (1) yaitu: Dapat mengajukan RUU yang berkaitan dengan Otonomi Daerah, ikut merancang RUU yang berkaitan dengan Otonomi Daerah, Melakukan pengawasan terhadap undang-undang yang berkaitan dengan Otonomi Daerah. Sejatinya legislatif ini merupakan lembaga yang lebih dekat dengan rakyat, tapi kenyataannya belum begitu terealisasi dengan sempurna.

 

Dari tiga elemen trias politika, yudikatif merupakan elemen terkuat sekaligus terlemah. Secara perundang-undangan, yudikatif sangat kuat namun secara penerapan sangat lemah. Hakim-hakim korup dan kurang mental merupakan kelemahan terbesar di lembaga yudikatif. Hal ini yang bisa disusupi oleh kepentingan elit-elit politisi partai yang sukses jadi legislator. Selain itu, kurangnya sorotan dan dukungan media membuat lembaga yudikatif tidak bersuara seperti sekeras para politisi. Kita bisa bandingkan tiga penegak hukum yang ada saat ini yaitu: Polisi, KPK, dan Kejaksaan. Dari ketiga penegak hukum itu kejaksaanlah yang terlihat sangat tenggelam mengenai sepak terjang mereka dalammenegak hukum. Kecuali mungkin untuk kasus-kasus yang menyangkut rakyat kecil, kejaksaan bisa tampak menakutkan.

Kekacauan politik yang terjadi saat ini tidak lepas dari kesalahan presiden yang menempatkan orang-orang partai di posisi penegak hukum di level menterinya. Para menteri atau yang setingkat yang berasal dari partai ini dipastikan akan memperjuangkan kepentingan partai, baik itu kepentingan materi maupun kepentingan non-materi seperti menyelamatkan para kolega dari jeratan hukum. Melihat kenyataan ini, yudikatif yang terintervensi baik oleh eksekutif dan legislatif menjadi sistem demokrasi kita hanya setengah mati, maka tidak heran jika kekacauan dan kekisruhan tidak pernah selesai, karena sistemnya yang tidak dijalankan dengan murni dan sepenuh hati.

Dibalik itu semua seharusnya lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif dapat menjalankan tugas dan wewenangnya dengan baik bukan memanfaatkan kekuasaannya demi kepentingan pribadi. Pemerintah seharusnya bertindak tegas terhadap orang-orang yang menyelewengakan kekuasaan tersebut, kalau perlu berikan hukuman yang seberat-beratnya. Karena pada dasarnya lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif merupakan contoh atau panutan bagi masyarakat, jika lembaganya saja bermasalah bagaimana dengan rakyatnya di indonesia ini. Kita sebagai masyarakat harus lebih selektif lagi untuk memilih anggota legislatif maupun eksekutif agar pejabat yang duduk di kursi tersebut tidak menyalahgunakan kekuasaan yang ia miliki sehingga mereka yang menjadi perwakilan rakyat dapat mewujudkan aspirasi rakyat. Serta kita harus menjalankan aturan aturan hukum yang berlaku agar tidak terjadi penyelewengan.

Ikuti tulisan menarik afandi wicaksono lie lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler