x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Pembuktian Diri Politikus Pindah Partai

Fenomena pindah partai bukan hanya memperlihatkan karakter politikus, tapi juga menunjukkan betapa ekosistem politik kita ‘menghargai’ pragmatisme.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Beberapa teman bilang bahwa fenomena pindah partai di dunia politik bukan hal baru. Sejak dulu ada saja orang yang berpindah partai politik karena alasan tertentu, misalnya saja merasa tidak lagi nyaman, tidak lagi punya peran, tidak lagi menguntungkan, untuk mencari perlindungan, mencari peluang baru, atau melihat arah angin politik kira-kira partai mana yang paling potensial untuk menang dalam pilpres ataupun pileg.

Fenomena pindah partai mungkin memang sudah lama ada, tapi kata teman-teman ini, sekarang seakan nge-trend . Politikus tidak perlu sungkan dan risih berpindah-pindah partai politik. Urusan ideal yang semula melekat pada partai tak lagi dianggap penting, sehingga bisa saja seorang politikus meloncat ke kubu yang sebelumnya ia kritik, bahkan yang semula berseberangan. Pragmatisme lebih dikedepankan, bahkan terkesan lebih terkait kepentingan pribadi—masa depan, peluang, kepentingan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Fenomena pindah partai bukan hanya memperlihatkan karakter politikus yang bersangkutan, tapi juga menunjukkan betapa ekosistem politik kita ‘menghargai’ aksi dan orang berpindah partai. Ada orang yang semula menjelekkan-jelekkan orang dari kubu lain, lalu ia pindah ke kubu tersebut, dan kemudian ia menjelekkan-jelekkan orang yang semula satu kubu dengannya. Pragmatis, dianggap lumrah dalam politik.

Di atas pragmatisme itulah agaknya etika politik kita dibangun. Lihatlah bagaimana partai-partai yang secara nasional sangat berseberangan, namun bergandeng tangan di tingkat provinsi ataupun kabupaten/kota. Misalnya, partai-partai ini mengusung calon kepala daerah yang sama, tak peduli bila di tingkat nasional mereka gontok-gontokan. Aneh memang, atau unik? Entahlah.

Politikus yang berpindah partai, dengan alasan apapun, tidak akan dapat memilih partai lain tanpa ia mampu menawarkan sesuatu yang dianggap berharga oleh partai yang mau menerimanya. Terlebih lagi jika ia ingin mendapat posisi tertentu di partai baru, maka tawaran yang ia berikan bisa diduga harus cukup bernilai di mata elite partai baru. Golkar, misalnya, sampai menambahkan pos baru di struktur organisasi pengurus pusatnya untuk menampung TGB, politikus yang hengkang dari Demokrat. Apa yang ditawarkan TGB?

Siapapun yang ingin melamar untuk memasuki partai lain, ia harus membawa bekal yang cukup untuk ditawarkan kepada elite partai ini, misalnya saja informasi mengenai partai yang ia tinggalkan. Ia mungkin akan membawa kartu-kartu yang akan ia buka bila diterima jadi anggota keluarga partai baru. Melalui kartu-kartu inilah, elite partai barunya akan tahu ‘jeroan’ partai lama. Prinsipnya, tidak ada makan siang gratis.

Bahkan, menjelang Pilpres 2019, politikus-pindah-partai harus dapat membuktikan diri bahwa ia anggota baru yang layak diterima. Ia akan berusaha sekuat tenaga untuk membuktikan kesetiaan barunya dengan, umpamanya, melakukan ‘serangan-serangan’ yang terlihat frontal. Ia akan menunjukkan kelemahan-kelemahan partai lamanya, ia akan menyerang apa yang semula ia bela habis-habisan. Di sisi lain, ia berusaha tampil sebagai pembela yang gigih bagi partai barunya. Dengan bersuara lantang, ia berusaha menunjukkan kesetiaan kepada perahu barunya tidak perlu diragukan.

Bertindak sebagai pembela saat partai baru diserang dan bertindak sebagai penyerang untuk menunjukkan kelemahan partai lamanya merupakan dua fungsi yang dimanfaatkan politikus-pindah-partai untuk membuktikan bahwa ia sudah berpisah sepenuh hati dengan partai lama. Ia berusaha bersikap adaptif terhadap lingkungan baru, misalnya mnyerap ide-ide yang semula mungkin ia tentang. Entah jika suatu saat partai barunya melemah dan partai lain muncul sebagai pemenang Pilpres; mungkin ia akan melanjutkan petualangannya, mengucapkan lagi kata ‘selamat tinggal’ dan bergabung dengan patai baru lainnya. **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu