x

Iklan

Putu Suasta

Politisi Demokrat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Media Massa sebagai Abdi Kebenaran

Refleksi Akhir Tahun

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Majalah mingguan terbesar dan paling berpengaruh di Jerman, Der Spiegel, membuat kejutan di penghujung tahun ini. Pimpinan majalah yang berbasis di Hamsburg itu memecat salah satu wartawannya yang paling berpengaruh dan terkenal, Claas Relotius. Media-media besar di Eropa, Amerika dan juga di Indonesia membahas berita mengejutkan tersebut dalam beberapa hari terakhir  karena Claas Relotius selama ini dikenal sebagai salah satu wartawan paling berbakat, berani dan berintegritas. Dia telah mendapatkan berbagai penghargaan atas karya-karya jurnalistiknya yang brilian dan berani mengungkap kebenaran.

Dari hasil penyelidikan kemudian terungkap bahwa Claas Relotius ternyata melakukan pembohongan, penipuan data dan pembelotan terhadap sejumlah fakta dalam beberapa artikelnya. Semua itu dia lakukan semata-mata untuk menyajikan artikel (berita) yang menarik bagi publik dan mendatangkan popularitas bagi dirinya. Malajah Der Spiegel meminta maaf atas penipuan tersebut dan menyebut aib yang dibawa Claas Relotius sebagai musibah terbesar dalam 70 tahun sejarah Der Spiegel.

Persaingan Kredibilitas

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tak bisa dipungkiri bahwa kemunculan media-media alternatif mulai menggerus dominasi media-media arus utama di seluruh dunia. Beberapa media baru di tingkat nasional seperti KUMPARAN dan TIRTO tampak terus berkembang serta mendapatkan pangsa pasar dalam industri media massa. Di tingkat daerah juga muncul media-media baru dengan platform daring seperti JARRAKPOS di Bali yang baru saja merayakan ulang tahun. Dari segi skala modal, sepak terjang, cakupan pembaca dan pengaruh, media-media alternatif ini bukanlah tandingan bagi Der Spiegel. Bahkan media massa terbesar di Indonesia seperti Tempo dan Kompas grup belum layak disandingkan dengan majalah yang telah melegenda itu. Namun di era digital ini semakin nyata bahwa modal dan nama besar bukan jaminan untuk selalu unggul dalam persaingan yang semakin ketat dan berlangsung cepat.

Para pengamat media memprediksi kemunculan media-media alternatif akan terus berlangsung karena teknologi digital membuka peluang dan kesempatan bagi banyak orang untuk bertindak sebagai publisher. Teknologi digital membuat masyarakat tak perlu berlelah untuk mendapatkan informasi. Informasi dengan sendirinya datang ke perangkat-perangkat digital yang dimiliki sebagian besar masyarakat dunia sekarang. Maka persaingan media praktis telah mengalami pergeseran secara substansial dari “kemampuan memproduksi berita” ke “kecepatan menyajikan berita akurat dan kredibel serta menarik”. Pada titik inilah media-media alternatif seperti JARRAKPOS memiliki peluang yang selama puluhan tahun tertutup oleh dominasi media-media arus utama. Secara singkat dapat dikatakan bahwa persaingan di industri media telah bergeser dari persaingan modal dan pengaruh ke persaingan kredibilitas.

Loyalitas Pada Kebenaran

Satu-satunya kunci untuk tetap bertahan dalam persaingan kredibilitas tersebut adalah “terus setia pada kebenaran”. Sesungguhnya, prinsip ini telah menjadi nafas dan sumber kehidupan bagi para pelaku industri media di sepanjang sejarah. Rudolf Augstein, pendiri majalah Der Spiegel menerjemahkan prinsip itu secara sederhana ketika puluhan tahun lalu berkata “tell it as it is”. Katakanlah sebagaimana adanya. Prinsip inilah yang dilanggar oleh Claas Relotius sehingga dia mesti tersingkir dari industri ini.

Kehadiran media massa yang menjadikan loyalitas pada kebenaran sebagai nafas hidup akan  menentukan kesuksesan pesta demokrasi 2019. Beberapa pengamat memprediksi tahun 2019 sebagai tahun rawan politik karena  untuk pertama kalinya di tahun 2019 Pilpres dan Pileg akan dilaksanakan secara serentak. Dari sisi teknis, tentu kinerja penyelenggara akan lebih berat menghadapi dua pemilihan sekaligus. Demikian juga dalam mekanisme kontrol atau pengawasan, akan membutuhkan usaha serta konsentrasi lebih tinggi. Namun yang paling penting diantisipasi adalah dampaknya terhadap situasi sosio-politik di tengah masyarakat.

Media massa akan menentukan apakah pesta demokrasi nanti akan memperuncing segregasi sosial dan polarisasi masyarakat atau akan memperkuat fondasi demokrasi dan keutuhan NKRI. Jika media massa menjalankan fungsinya sebagai abdi kebenaran, niscaya tahun politik 2019 akan kita lalui dengan baik dengan memperkuat adab demokrasi di Indonesia. Dengan cara itu jugalah akan terseleksi media mana yang akan terus tumbuh berkembang dan media mana akan menjadi bagian dari senjakala media massa.

Dalam isu media, tahun 2018 dibuka dengan berita tutupnya harian BERNAS (Jogja). Tak seorangpun pernah memprediksi surat kabar yang berakar kuat di tengah masyarakat Jogja ini akan mengakhiri kiprahnya dan menambah panjang industri media yang gulung tikar seperti Sinar Harapan dan sejumlan nama besar lain. Tren senjakala ini akan terus berlangsung tapi tidak akan pernah menghentikan peran vital media sebagai salah satu pilar demokrasi. Media-media lama yang gagal dalam persaingan akan segera digantikan oleh media-media baru yang lebih jeli pada perubahan dan lebih mampu beradaptasi. Tak ada juga memang jaminan bahwa semua media baru tersebut akan terus bertahan dan tumbuh berkembang. Tapi, yakinlah, mereka yang setia pada tugasnya sebagai abdi kebenaran akan terus bertahan dan mendapatkankan tempat dalam industri ini. Karena loyalitas pada kebenaran adalah roh dari jurnalisme.

Ikuti tulisan menarik Putu Suasta lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler