x

Iklan

Anggito Abimanyu

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Defisit Impor dan ICOR Tinggi Menghambat Investasi

Investasi di Indonesia dalam lima tahun terakhir tergantung pada investasi infrasruktur sebagai motor penggerak ekonomi.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

 

Oleh: Anggito Abimanyu

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dosen UGM, Yogyakarta

 

Investasi langsung (direct investment) adalah sumber utama pertumbuhan ekonomi suatu negara. Negara yang memiliki pertumbuhan tinggi biasanya memiliki rasio investasi yang tinggi pula. Investasi dapat mengakselerasi pertumbuhan ekonomi jangka panjang karena factor multiplier efek yang lebih tinggi dibandingkan dengan sumber konsumsi rumahtangga ataupun pengeluaran pemerintah.

Investasi juga akan menciptakan lapangan pekerjaan dan memberikan nilai tambah yang lebih tinggi. Efek pengganda investasi cukup tinggi, dengan terciptanya suatu proyek investasi akan berdampak pada tumbuhnya usaha hilir dan jasa di sekitarnya. Investasi infrastruktur baik publik maupun berbayar, misalnya akan menciptakan kaitan ke depan dan ke belakang serta menurunkan biaya logistik.

Investasi oleh pemerintah umumnya adalah infrastruktur publik, seperti jalan, bandar udara, pelabuhan, listrik, air, perumahan dan lain-lain. Investasi jenis ini umumnya jangka panjang dan nilainya cukup besar, dampaknya jangka panjang, ada yang komersial ada pula yang nir-laba. Sejak zaman Belanda hingga Orde Baru investasi ini cukup banyak, berhenti karena krisis moneter 1998, dan mulai lagi kira-kira 10 tahun terakhir.

Di samping investasi pemerintah juga terdapat investasi swasta atau industri. Investasi swasta zaman Orde Baru yang lalu cukup besar, khususnya di sektor migas pertambangan dan manufaktur. Namun sejak krisis 1998, investasi swasta terbatas, banyak perusahaan swasta besar terlilit utang akibat krisis moneter tersebut. Swasta mengalami hambatan investasi, dan baru dalam 10 tahun terakhir melakukan ekspansi investasinya.

Investasi di Indonesia dalam lima tahun terakhir tergantung pada investasi infrasruktur sebagai motor penggerak ekonomi. Banyak investasi swasta yang dirancang terhambat karena ketidaktiadaaan sarana infrastruktur yang memadai. Ketidakmampuan ekspansi produk-produk manufaktur dan barang modal menjadi salah satu penyebab naiknya impor. Bahkan investasi di Indonesia sudah sangat tergantung pada barang modal impor.  

Di China dan India, rasio investasi langsung pada PDB sudah mencapai diatas 40%. Di Indonesia rasio investasi langsung telah berada pada kisaran 30% dari PDB nominal. Di samping rasio investasi, dampaknya pada pertumbuhan ekonomi juga bisa diukur dari besarnya ICOR (Incremental Capital Output Ratio). ICOR adalah tambahan output atau pertumbuhan ekonomi yang disebabkan tambahan investasi. ICOR tinggi artinya investasi tidak efisien. Ukuran yang lazim dipakai untuk ICOR di negara berkembang adalah 3, ICOR di Indonesia saat ini 5, berarti memerlukan tambahan investasi yang cukup tinggi untuk menambah pertumbuhan ekonomi.

Tingginya ICOR di Indonesia terkait dengan masih mahalnya biaya logistik dan biaya transaksi untuk investasi, termasuk biaya dana (cost of fund). Perbaikan di sisi pengadaan logisitik investasi sangat urgen. Mahalnya biaya dana terkait dengan biaya dana dari perbankan yang berjangka pendek, sementara kebutuhannya adalah pembiayaan jangka panjang. Di sisi ini maka dibutuhkan pengembangan dari kedalaman pasar modal dan sumber pendanaan jangka panjang dari asuransi dan dana pension sangat tinggi.

Penyakit investasi pemerintah, khususnya infrastruktur di Indonesia adalah masalah ketersediaan lahan dan pembiayaan.  Infrastruktur seperit jalan, bandara, pelabuhan dan listrik memerlukan lahan luas sehingga harus ada kebijakan setingkat UU untuk dapat membebaskan lahan. Pembiayaan investasi infrastruktur juga memerlukan pembiayaan yang besar dan jangka panjang.

Saat ini, ketersediaan pembiayaan jangka panjang masih merupakan tantangan bagi sektor keuangan Indonesia. Sektor keuangan Indonesia masih sangat tergantung pada dana jangka pendek di Perbankan. Pembiayaan jangka panjang investasi infrastruktur banyak tergantung pada pembiayaan dari negara lain, seperti China, Jepang dan Korea. Beruntung Indonesia sudah masuk dalam peringkat utang layak investasi sehingga  biaya peminjaman relatif murah dan termnya juga mudah.  Besarnya kebutuhan pendanaan pembangunan untuk pembangunan infrastruktur selama 2015-2019, yang perlu kapital sebesar Rp 5.519,4 triliun, atau tak kurang Rp 1.103,9 triliun per tahun. Sumbernya adalah berasalah dari APBN dan non-APBN. Yang berasal dari APBN khususnya terkait dengan proyek-proyek nir-laba sementara dari non-APBN bersifat komersial dari BUMN dan Badan Usaha.

Infrastruktur yang bersumber dari APBN biasanya menyangkut hajat hidup orang banyak sehingga APBN harus mengalokasikan subsidi harga untuk dapat terjangkau.

Dari sisi makro ekonomi, pada saat ini salah penghambat investasi infrastruktur adalah kebutuhan impor. Beberapa proyek investasi infrastruktur di Indonesia terpaksa diberhentikan gara-gara memakai impor barang modal terlalu banyak sehingga dikhawatirkan mengganggu stabilitas makro ekonomi.

Pembenahan Defisit neraca transaksi berjalan dari impor tampaknya menjadi prioritas tinggi bagi pembangunan infratsruktur, tanpa pembenahan di sektor tersebut, niscaya ekonomi Indonesia akan senentiasa tertinggal.  Investasi infrastruktur terkait dengan masalah ekonomi dan kesejahteraan sosial masyakarat.

2

Ikuti tulisan menarik Anggito Abimanyu lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu