x

Iklan

Supryadin Advocasi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Kepala Desa di Dompu Menabrak UU dan Permendagri tentang Desa

Kepala desa adalah penjabat politik disuatu wilayah terkecil yang mengejahwantahkan kemaslahatan rakyat berdasarkan konstitusional yang mengatur, bukan menciptakan nepotisme, sehingga menyebabkan kemandekan dalam tata kelola pemerintahan desa.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Menarik problemantika perangkat desa di kabupaten Dompu, sekarang menjadi viral media sosial seperti Instagram, Whats App, dan lebih-lebih di Facebook. Masalah perangkat desa sangat memunculkan perhatian masyarakat awam, pemuda, dan mahasiswa. Dengan adanya kebijakan kepala desa yang semau-maunya memberhentikan perangkat desa dari jabatanya.

Kebijakan kepala desa dalam memberhentikan perangkat desa, tidak terlepas dari desakan kelompok kepentinganya atas dasar kesepakatan politiknya yang sudah memenangkan pemilihan kepala desa (Pilkades), berarti mereka mendapatkan imbalan karena sudah memenangkan di pilkades tersebut.  

Di kabupaten Dompu, Desa yang mengalami konflik antara kepala desa dengan perangkat desa adalah desa Nowa, Baka Jaya, Riwo, Saneo, dan Desa Serakapi di kabupaten Dompu Nusa Tenggara Barat (NTB). Kepala desa mengambilkan kebijakan tidak didasari dengan mekanisme dan regulasi yang berlaku.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Berbicara kepala desa dengan perangkat desa adalah satu kesatuan dalam pemerintah desa, dan tidak dapat pisahkan dalam membangun relasi dan koordinasi dalam menyelenggarakan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan masyarakat desa, dan pemberdayaan masyarakat desa di suatu desa.

Perangkat desa merasa haknya dieksploitasi oleh kepala desa, sehingga perangkat desa sangat kecewa dalam keputusan sepihak yang diambil kepala desa, perangkat desa merasa dirugikan oleh kepala desa dan mereka melakukan perlawanan secara intelektualitas terhadap kepala desa. Bagi perangkat desa tidak ada cara lain dalam menyelesaiakan masalah ini, selain melakukan mediasi, dan mengajukan gugatan di pegadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Mataram, dalam gugatan perangkat desa agar mendapatkan kepastian hukum.

Kepala desa tidak lagi mengikuti peraturan menteri dalam negeri dan Undang-udang No 6 tahun 2014 tentang Desa. Sebenarnya regulasi sangat memberikan penegasan terhadap kepala desa dalam melakukan pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa.

 

Perangkat desa mengacuh berdasarkan Permendagri No 67 Tahun 2017 Tentang Pengangkatan Dan Pemberhentian Perangkat Desa. Di dalam pasal 12 aya 1 bahwa Perangkat Desa yang diangkat sebelum ditetapkannya Peraturan Menteri ini tetap melaksanakan tugas sampai habis masa tugasnya berdasarkan surat keputusan pengangkatannya. Pada ayat (2a) Perangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diangkat secara periodisasi yang telah habis masa tugasnya dan berusia kurang dari 60 (enam puluh) tahun dapat diangkat sampai dengan usia 60 (enam puluh) tahun. Perangkat desa mempunyai hak menjabat sampai umur 60 tahun dan baru diberhentikan ketika meninggal dunia, permintaan sendiri, dan melanggar tugas sebagai perangkat desa.

Sebelum mengangkat dan memberhentikan perangkat desa, kepala desa keharusan melakukan konsultasi dengan camat supaya mendapatkan rekomendasi secara tertulis pengangkatan dan pemberhentikan perangkat desa, agar tidak teledor dalam mengambil keputusan sepihak dan sewenang-wenang.

Permasalahan mendasar mengenai perangkat desa dikarenakan kepala desa terpilih menjadi kepala baru maupun kepala desa yang menjabat dua (2) priode, dengan mengangkat perangkat desa baru juga, dengan memberhentikan perangkat desa lama. Karena soal beda pilihan dan kesepakatan politik dalam pilkades.

Supaya tidak terjadi sewenang-wenang dilakukan oleh kepala desa. Maka  Dinas Pemberdayaan Masyarakat Dan Pemerintah desa(DPMPD) melakukan sosialisasi mengenai Permendagri No. 67/2017 tentang pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa dan Undang-undang Desa No 6 tahun 2014 tentang desa, di kabupaten dompu terutama yang mengalami masalah di kecamatan Woja.

Kepala desa tidak bisa menutup mata terkait regulasi yang mengatur tentang perangkat desa. Kepala desa wajib mematuhi aturan-aturan yang berkaitan pemerintahan desa. Supaya tidak menimbulkan kegaduhan-kegaduhan dikalangan masyarakat desa. Memang kepala desa mempunyai kekuasaan yang tertinggi di pemerintahan desa tapi kepala desa tidak bisa melupakan regulasi, mekanisme dan legitimasi yang mangatur dan mengurus fungsi pemerintahan desa.

Pelaksanaan tata pemerintahan desa yang baik, terletak bagaimana kepala desa yang mempunyai kekuasaan tertinggi dengan membangun mitra yang baik antara perangkat desa, supaya ada hubungan harmonis.

Jika kita melihat desa tentu melihat suatu Negara Indonesia, karena keberadaan desa memiliki asas rekognisi (pengakuan) dari suatu negara dengan desa mengatur dan mengurus kemandirian desa sesuai kapabilitasnya yang ada. Sedangkan asas subsidiaritas berarti Negara menghargai dan menghormati desa sebagai masyarakat hukum dalam melaksanakan kemaslahatan masyarakat di desa. Artinya kemajuan suatu Negara karena didorong semangat kemajuan desa dalam menjalakan empat kewenanganya sebagai pemerintah desa dengan implikasi keuangan yang besar. Tapi uang disalurkan Negara tidak dimanfaatkan secara baik-baik oleh pemeerintahan desa.

Pemerintahan desa yang dipimpin oleh kepala desa harus memiliki sikap progresif atau kemajuan berpikir dalam menjalankan kebijakan yang tepat bukan sebaliknya memiliki watak perampasan hak-hak perangkat desa.

 

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Supryadin Advocasi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler