x

Iklan

Hamzah Zhafiri Dicky

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Vandalisme di Monumen Serangan Umum 1 Maret 1949

Yogyakarta menyimpan banyak sejarah tentang kemerdekaan RI. Sayang, salah satu monumen pengingat sejarah tersebut jadi sasaran vandalisme.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Daerah Istimewa Yogyakarta memang sungguh-sungguh istimewa. Daerah ini kaya dengan budaya, kaya dengan sejarah, kaya dengan cerita. Dari mulai sejarah Kerajaan Mataram, Kerajaan Ngayogyakarta, hingga kemerdekaan Republik Indonesia, daerah ini hafal dengan semua kisah tersebut. Tidak tanggung-tanggung, Yogyakarta bahkan pernah menjadi ibukota sementara Republik Indonesia ketika Jakarta telah dicaplok Belanda.

Salah satu lembar sejarah paling besar yang dialami Yogyakarta kaitannya dengan perang kemerdekaan, adalah Perisitiwa Serangan Umum 1 Maret 1949. Serangan ini dilakukan oleh kekuatan TNI dan berfokus pada ibukota RI di Yogyakarta yang telah dikuasai Belanda. Tujuan TNI saat itu memang bukan untuk menguasai Yogyakarta secara permanen, namun cukup untuk menunjukan pada dunia internasional bahwa TNI masih eksis dan Republik Indonesia masih berdiri.

Terbukti setelah serangan dilakukan dan kota dikuasai TNI selama 6 jam, mereka langsung mundur kembali ke daerah-daerah kantong gerilya. Tentara Belanda pun berhasil kembali mengamankan Yogyakarta. Pada dasarnya, Belanda boleh menang secara pertempuran, tapi Indonesia menang secara politik.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Untuk mengenang peristiwa tersebut, dibangunlah Monumen Serangan Umum 1 Maret 1949 di Kompleks Benteng Vredeburg, tepatnya di Titik Nol KM Yogyakarta. Monumen ini pun jadi pengingat betapa mahalnya harga kemerdekaan dan betapa kakek-nenek kita harus membayarnya demi kebebasan kita di masa kini.

Namun, sayang seribu sayang, belakangan ini, monumen tersebut menjadi sasaran vandalisme. Diduga aksi perusakan ini terjadi pada Jumat tanggal 15 Februari malam. Namun pengelola museum tak memiliki bukti petunjuk.

Di beberapa bagian monumen berceceran cat warna-warni. Sementara di relief monumen tampak goresan cat berbentuk telapak tangan. Relief Jenderal Soedirman dan Presiden Soeharto juga tak luput dari sasaran vandalisme.

Aksi vandalisme ini pertama kali diketahui cleaning service museum pada Sabtu (16/2) pagi. Mengetahui hal itu mereka langsung mengadu ke pengurus Museum Vredeburg.

Pengelola museum sudah mencoba membersihkan cat yang menempel di relief pada Senin (18/2). Dengan berbagai cara, termasuk memakai thinner mereka mencoba membersihkan coretan cat di relief. Namun usaha mereka tak sepenuhnya berhasil.

Pengelola museum menduga, sukarnya ceceran dan goresan cat dibersihkan karena cat tersebut telah masuk ke pori-pori monumen. Oleh karenanya, hanya ada satu cara untuk mengembalikan bentuk relief sedia kala, yakni dengan mengecat ulang relief di monumen tersebut. Sampai saat ini, polisi masih menyelidiki kasus ini.

Hal ini pun juga disayangkan oleh seorang tokoh di Yogyakarta, Bambang Soepijanto. Menurutnya, Monumen Serangan Umum 1 Maret adalah monumen bersejarah yang patut dihargai. Meski hanya benda mati, namun monumen tersebut adalah pengingat tentang sebuah peristiwa penting dalam sejarah Yogyakarta, dan tentu saja Indonesia. Tidak semestinya monumen bersejarah demikian dirusak secara tidak hormat seperti itu.

Bambang Soepijanto menghimbau agar polisi segera menemukan pelaku yang melakukan hal ini dan mengadili sesuai hukum yang berlaku. Sebagai calon anggota DPD DIY, Bambang Soepijanto sedih dan kecewa jika simbol sejarah Yogyakarta tidak dihormati.

Namun di atas itu semua, Bambang Soepijanto lebih menekankan pentingnya mengingat sejarah itu sendiri. Monumen bisa saja dirusak dengan vandalisme, tapi jangan sampai ingatan kita tentang sejarah bangsa ini luntur, dengan atau tanpa sebuah monumen.

Ikuti tulisan menarik Hamzah Zhafiri Dicky lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler