x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Ayo Lawan Politik Uang!

Mengapa politik uang harus kita tolak? Setidaknya ada empat alasan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Di musim penghujan seperti sekarang, bukan hanya air yang turun dari langit. Potensi turunnya ‘hujan uang dan sembako’ bukan kemustahilan, terlebih lagi nanti saat hari-hari tenang dan menjelang hari-H pemungutan suara, 17 April. Namanya potensi, artinya masih terbuka peluang untuk dicegah agar tidak terjadi. Bahkan, bila telah sampai di depan pintu rumah pun masih bisa dicegah untuk masuk dengan cara ditolak.

Tentu saja, setiap orang dan keluarga memerlukan uang sebagai alat transaksi ekonomi maupun sosial, tapi jika uang dijadikan alat politik untuk membeli suara, patutlah itu dilawan. Kita juga membutuhkan sembako, tapi bila itu dijadikan alat tukar dengan hak pilih kita, patutlah itu dilawan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sungguh tidak sepadanapabila suara kita yang sangat berharga, yang umumnya hanya dianggap berguna setiap 5 tahun sekali untuk menentukan siapa yang layak jadi presiden dan anggota DPR/D serta DPD, ditukar hanya dengan sepaket sembako. Bahkan, jika ditukar dengan yang lebih berharga dari paket sembako itupun, hak suara kita bukanlah sesuatu yang pantas untuk ditukar.

Sepaket sembako biasanya berisi 1 kg beras, 1 kg gula, 2 bungkus mie instan, dan 1 liter minyak gorek. Total nilainya tidak mencapai Rp 50 ribu. Sepadankah dengan hak suara kita yang hanya dipakai 5 tahun sekali, sebab di hari-hari lain sepanjang lima tahun itu suara kita lebih sering tidak diacuhkan? Sungguh menghina jika suara yang sangat berharga itu ditukar dengan satu tas kecil sembako, bahkan beribu-ribu tas sembako sekali pun tetap tidak sepadan.

Rakyat harus berani dan mau menolak politik uang dari manapun datangnya. Rakyat harus bisa memutuskan sendiri siapa yang mau dipilih dan menolak bujuk rayu dengan sogokan uang maupun sembako, atau bentuk-bentuk persuasi lain yang caranya halus dan mungkin jauh lebih halus.

Mengapa politik uang harus kita tolak? Setidaknya ada empat alasan.

Politik uang melecehkan kemampuan rakyat untuk memilih dan menggunakan hak pilihnya. Orang-orang yang berpikir bahwa suara rakyat dapat ditukar dengan uang dan sembako sebenarnya telah merendahkan kemampuan rakyat untuk memakai hak pilihnya, seakan-akan ia merasa lebih tahu tentang apa yang terbaik bagi rakyat.

Politik uang juga melecehkan harga diri rakyat, sebab para pemberi uang dan sembako dengan tujuan politik itu telah menyetarakan nilai suara dan hak pilih rakyat hanya dengan uang Rp 50 ribu. Murah sekali, padahal para politikus dan partai politik itu akan memperoleh kekuasaan yang besar untuk menentukan nasib rakyat. Mereka yang akhirnya duduk di pemerintahan maupun DPR akan membuat aturan-aturan yang menentukan masa depan rakyat.

Politik uang itu merusak demokrasi, sebab jika dibiarkan maka para politikus yang punya uang banyak dan didukung para donatur yang kaya-raya akan mengatur jalannya pemilihan. Jika politik uang dibiarkan, merekalah yang akhirnya menentukan siapa yang akan terpilih. Suara rakyat hanya dijadikan alat legitimasi, pengesahan bahwa si anu terpilih melalui proses yang dinyatakan demokratis karena rakyat memilih secara langsung. Padahal, lantaran sembako, suara pemilih diberikan kepada orang dan partai yang boleh jadi bukan pilihannya.

Politik uang tidak berbeda dengan suap. Rakyat disogok dengan sembako agar mau memberikan suaranya kepada politikus dan partai politik. Suap jelas tidak dapat ditoleransi dari sisi manapun karena menimbulkan kerusakan mental dan sosial. Jika di ranah lain—sebutlah misalnya sepakbola, hukum, dan bisnis, suap pun mesti dilarang di ranah politik, terlebih jika terkait dengan pemilihan presiden dan anggota DPR/D dan DPD.

Apa yang telah dilakukan oleh warga Desa Murtigading, Kabupaten Bantul, patut dicontoh. Mereka telah mendeklarasikan diri sebagai desa antipolitik uang. Mudah-mudahan saja deklarasi ini terwujud dalam kenyataan melalui tekad yang bulat nan istiqamah. **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler