x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Debat Cawapres Jangan Jadi Ajang Curhat

Sandiaga Uno masih balita saat KH Ma’ruf Amin anggota DPR, karena itu Sandi mengatakan tidak akan mendebat pendapat Kyai Ma’ruf. Debat tidak akan seru?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Media mengabarkan bahwa Sandiaga Uno akan menahan diri (istilahnya ‘ngerem’) untuk tidak menyerang KH Ma’ruf Amin dalam debat antar cawapres, 17 Maret 2019, nanti. Boleh jadi, Sandi merasa kurang sopan bila menyerang orang yang jauh lebih tua dan dipredikati sebagai ulama—bahkan sampai saat ini, ketika sudah menjadi calon wakil presiden pun, masih menjabat Ketua Umum MUI walau dengan embel-embel ‘non-aktif’.

Namun, dalam debat, menyerang untuk mengritisi argumen lawan debat bukanlah hal tabu. Jika Sandi berpikir bahwa tidak sopan menyerang orang tua, Sandi perlu ingat bahwa Kyai Ma’ruf Amin adalah seorang politisi—bukan hanya karena ia sudah terjun ke dalam kontestasi politik dengan menjadi calon wapres, tapi juga karena Kyai Ma’ruf sudah berpuluh tahun terjun di dunia politik.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ketika Sandi baru berusia 2 tahun, Kyai Ma’ruf sudah menjadi anggota DPRD DKI Jakarta sebagai Utusan Golongan—utusan golongan ditunjuk oleh pemerintah. Ia kemudian menjadi Ketua Fraksi Golongan dan dua tahun kemudian Ma’ruf menjadi anggota DPR (Pusat) mewakili partainya, PPP, hingga kemudian ia bergabung dengan PKB. Ketika itu (tahun 1973) Sandi masih balita, baru berumur 4 tahun. Memang beda jauh usianya, tapi ini seharusnya tidak jadi halangan bagi keduanya untuk berdebat mengenai gagasan dan program, karena ini debat cawapres, salah satu tahap untuk memilih pemimpin dengan 250an juta rakyat.

Dalam satu kesempatan, Sandi juga mengatakan bahwa ia dalam posisi sulit untuk mendebat Kyai Ma’ruf karena dirinya diajar untuk selalu hormat dan patuh kepada ulama dan kyai. Sandi mestinya tidak perlu sungkan mendebat Kyai Ma’ruf. Kesantunan dalam berdebat tentu saja tak perlu dilepas, tapi mempertahankan argumen sendiri dan mengritisi argumen lawan merupakan hal yang lumrah dalam debat. Sebab, di situlah masyarakat dapat melihat kapasitas kepemimpinan seseorang: apakah masing-masing mampu menjelaskan pikirannya secara meyakinkan, apakah masing-masing ragu atas ucapannya sendiri, apakah jawaban masing-masing lari entah kemana menjauh dari pertanyaan panelis.

Akan menjadi tidak menarik apabila acara debat menjadi kaku karena masing-masing menahan diri untuk bersikap kritis terhadap lawan debatnya. Kecerdikan dalam menjawab, ketangkasan dalam berargumen, penguasaan materi dan data, kekayaan diksi, humor yang cerdas, dan ungkapan metafor, maupun gerak tubuh dipresentasikan dalam debat. Sebagai pemirsa, masyarakat dapat menilai karakter, kapasitas intelektual, imajinasi, kesegaran wawasan dan ide, komitmen, dan banyak ragam hal lain yang dapat meyakinkan rakyat untuk memilih siapa. Jadi, jangan kecewakan rakyat.

Jika masing-masing cawapres, terlebih lagi Sandi, sungkan untuk mengritisi pendapat lawan debatnya, namanya bukan debat, tapi pidato bergantian, presentasi bergantian, atau malah curhat bergantian. Di antara sejumlah topik yang akan dibahas di debat cawapres nanti ialah kesehatan. Rakyat sangat mengerti, ada banyak masalah kesehatan. Namun, menjelang debat itu banyak orang merasa ragu bahwa kedua cawapres akan mampu menyodorkan solusi strategis atas berbagai persoalan kesehatan. Banyak orang pesimistis bahwa apa yang disebut acara debat itu akan lebih kental suasana retorisnya: harus begini, harus begitu, akan begini, akan begitu.

Nah, terbuka peluang yang lebar bagi kedua cawapres untuk menjawab keraguan itu. Tunjukkan bahwa ini debat tingkat cawapres dengan kualitas terpujikan. **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler