x

Iklan

Hamidulloh Ibda

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Aransi Kelas untuk Memajukan Kebudayaan

Aransi kelas

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Aransi Kelas untuk Memajukan Kebudayaan

Oleh Hamidulloh Ibda

 

Kesuksesan pendidikan sangat ditentukan pelibatan keluarga dan masyarakat dalam satuan pendidikan formal. Salah satu wujudnya dengan membentuk paguyuban kelas dan aransi kelas yang anggotanya adalah orangtua siswa. Program aransi kelas ini belum begitu banyak diketahui sekolah dan masyarakat, padahal sangat strategis dalam menguatkan pendidikan sekaligus memajukan kebudayaan yang dimulai dari ruang kelas. Hal itu sesuai amanat Permendikbud Nomor 30 Tahun 2017 tentang Pelibatan Keluarga pada Penyelenggaraan Pendidikan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Keterlibatan orangtua dan masyarakat saat ini belum maksimal. Terbukti, banyak orangtua memasrahkan masa depan pendidikan anaknya pada sekolah. Bagaimana dapat menguatkan pendidikan jika elemen Tri Sentra Pendidikan belum bersinergi? Sebab, orangtua hanya sekadar memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan anak. Asal sudah membayar biaya sekolah, maka mereka sudah selesai mengawal dan menyukseskan pendidikan anak.

 

Apakah ini benar? Tentu tidak. Jika membayar, saat ini sudah ada dana BOS, baik di sekolah negeri ataupun swasta. Artinya, orangtua justru lebih ringan soal finansial dalam menyekolahkan anak. Faktanya, masih sedikit orangtua yang memenuhi “gizi edukasi” anak melalui keterlibatannya langsung di satuan pendidikan.

 

Ironisnya, banyak orangtua justru melaporkan guru kepada kepolisian ketika ada anak dicubit guru yang ranahnya masih masalah pendidikan.  Fenomena ini harus diputus mata rantainya dengan melibatkan keluarga dan masyarakat pada penyelenggaraan pendidikan. Tujuannya, jelas untuk menguatkan pendidikan sekaligus memajukan kebudayaan.

 

Pelibatan Keluarga dan Masyarakat

Selain Permendikbud Nomor 30 Tahun 2017, dasar pelibatan keluarga dan masyarakat sudah diatur dalam Permendikbud Nomor 75 tahun 2016 tentang Komite Sekolah. Artinya, penguatan Tri Sentra Pendidikan menjadi wajib dan tidak sekadar imbauan, namun sangat mendukung penguatan pendidikan.

 

Pada Bab II Tujuan, Prinsip, dan Sasaran, Pasal 2 Permendikbud No. 30/2017, disebutkan pelibatan keluarga pada penyelenggaraan pendidikan bertujuan visioner. Pertama, meningkatkan kepedulian dan tanggungjawab bersama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan. Kedua, mendorong program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) pada anak. Ketiga, meningkatkan kepedulian keluarga pada pendidikan anak. Keempat, membangun sinergitas satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat. Kelima, mewujudkan lingkungan satuan pendidikan yang aman, nyaman, dan menyenangkan.

 

Pasal 3 Permendikbud Nomor 75 tahun 2016, ada tiga poin penting komite sekolah yang berperan mengguatkan pendidikan. Pertama, menggalang dana dan sumber daya pendidikan dari masyarakat. Kedua, mengawasi pelayanan pendidikan di sekolah. Ketiga, menindaklanjuti keluhan, saran, kritik, dan aspirasi dari peserta didik, orangtua/wali, dan masyarakat serta hasil pengamatan komite sekolah atas kinerja sekolah.

 

Pelibatan keluarga dan masyarakat menjadi kunci menguatkan pendidikan. Selain menjadi jembatan antara anak, guru, dan orangtua serta masyarakat, banyak sekali program dan gerakan yang dapat dilakukan. Salah satunya adalah dengan membentuk aransi kelas sebagai wahana memajukan kebudayaan.

 

Aransi Kelas

Aransi kelas merupakan salah satu program dari pelibatan keluarga dan masyarakat di satuan pendidikan melalui paguyuban kelas. Aransi diambil dari bahasa Indonesia aransemen, Belanda arrangement, Bahasa Inggris arrangement yaitu usaha yang dilakukan terhadap sebuah karya musik untuk suatu pergelaran yang pengerjaannya tidak sekadar masalah teknis, namun menyangkut pencapaian nilai artistik.

 

Dalam aransi kelas, yang dilakukan dengan melakukan seni melukis, menggambar, dan memermak kelas untuk kenyamanan anak belajar. Seni lukis, gambar, atau dekorasi pada kelas di sekolah itu sangat berpengaruh pada kedekatan emosional dan kelembagaan antara guru dan orangtua siswa. Wijayanti (2019) menjelaskan aransi kelas merupakan usaha mengubah lingkungan fisik kelas di sekolah menjadi lebih nyaman, menarik, dan membuat betah ketika belajar.

 

Secara teknis, tembok kelas digambar dengan berbagai pola, seperti wayang, kesenian dan budaya daerah, objek wisata, tempat bersejarah, tumbuhan, hewan, tempat ibadah, kata-kata mutiara, hingga tokoh-tokoh pendidikan dan kebudayaan yang menginspirasi. Semua perencanaan, pelaksanaan, manajemen dan evaluasi aransi dipasrahkan pada orangtua siswa. Sedangkan guru hanya menjadi fasilitator antara orangtua, siswa, dengan sekolah.

 

Program ini, sangat strategis untuk melibatkan orangtua pada penguatan pendidikan karena beberapa hal. Pertama, orangtua turut menjadi bagian dari proses pendidikan di sekolah. Kedua, mereka dekat dengan sekolah dan otomatis tidak ada rasa “was-was” dan jauh dengan guru serta sekolah. Ketiga, anak menjadi nyaman belajar karena kelasnya rapi, warna-warni dan penuh dengan simbol budaya dan seni sehingga mereka meresa seperti di tempat wisata.

 

Keempat, anak-anak dapat mengenal budaya, seni, objek wisata, gambar pahlawan, tempat bersejarah melalui lukisan dari aransi kelas tersebut. Kelima, guru dapat memanfaatkan aransi kelas itu sebagai media pembelajaran bahasa, sastra, seni dan budaya. Keenam, pembelajaran menjadi kontekstual karena ruang kelas banyak varian gambar, lukisan, dan asesories lain yang menyenangkan bagi anak.

 

Memajukan Kebudayaan

Memajukan kebudayaan dapat dimulai dengan menguatkan pelibatan keluarga di sekolah melalui program aransi kelas tersebut. Koentjaraninggrat (2009: 185) menjelaskan rumus memajukan kebudayaan, minimal ada tiga cara, yaitu dengan internalisasi, sosialisasi, dan enkulturasi (pembudayaan). Dalam internalisasi, manusia sebagai makhluk berpikir memiliki bakat dalam gennya untuk mengembangkan berbagai macam perasaan, hasrat, nafsu, dan emosi dalam upaya pengembangan budayanya.

 

Untuk itu, anak-anak atau pelajar sangat mudah termotivasi untuk melek budaya ketika ruang kelasnya dipenuhi dengan gambar wayang, tari-tarian, alat musik daerah, rumah adat, pakaian adat. Secara jangka panjang, mereka akan tertanam karakter nasionalis, peduli sosial, lingkungan, dan dan menghargai perbedaan.

 

Sedangkan sosialisasi dan enkulturasi, prosesnya secara kelembagaan dapat dilakukan sekolah melalui wadah paguyuban kelas yang berisi program aransi kelas. Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan. Pertama, sekolah harus menerapkan program aransi kelas melalui pelibatan keluarga yang dihimpun dalam paguyuban kelas. Kedua, aransi kelas menjadi wahana anak mengenal kebudayaan Nusantara yang sangat luas cakupannya sesuai dengan gambar di tiap kelas.

 

Ketiga, guru harus melakukan pembudayaan dengan melakukan literasi budaya melalui gambar-gambar di kelas sebagai media pembelajaran. Keempat, perlu inovasi dan evaluasi agar gambar-gambar di kelas tidak monoton. Anak-anak dan orangtua melalui paguyuban kelas itulah yang menentukan gambar apa yang akan diubah setiap satu semester. Melalui inovasi dan evaluasi itu, anak-anak akan tercukupi keinginannya dan internalisasi kecerdasan budaya dan seninya dengan adanya gambar di dalam kelas dan sekolah.

 

Ketika sudah mengenal khazanah kebudayaan Nusantara, anak-anak di kelas akan bangga, nasionalis, dan tergerak untuk melestarikannya. Ketidaktahuan anak-anak tentang budayanya karena selama ini pembelajaran budaya hanya lewat pengetahuan, teks-teks bacaan, tanpa adanya objek fisik yang nyata. Aransi kelas, menjadi jawaban atas fenomena ini dan menjadi solusi untuk memajukan kebudayaan.

 

Majunya kebudayaan Nusantara dapat dilihat ketika anak-anak mulai tumbuh karakternya, seperti nasionalis, peduli sosial, lingkungan, menghargai perbedaan, gotong-royong sesuai ruh Pancasila. Untuk itu, aransi kelas harusnya menjadi terobosan tiap sekolah di Indonesia sebagai wahana untuk memajukan kebudayaan dari ruang kelas. Aransi kelas memang bukan segalanya, namun penguatan pendidikan untuk memajukan kebudayaan dapat berawal dari sana!

 

-Penulis adalah dosen dan Ketua Program Studi PGMI STAINU Temanggung, Pengurus Bidang Diklat dan Litbang Lembaga Pendidikan Ma’arif NU Jawa Tengah

Ikuti tulisan menarik Hamidulloh Ibda lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler