Jerita rindu kian meronta dalam rangkulan benak,
mencari butiran rasa yang hilang ditelan gelombang kemunafikan duniawi.
Tiada pijakan kenyamanan untuk berlindung dari gejolak relung,
lalu mati dalam kebekuan dinginnya gerimis malam minggu yang menyiksa jejak.
Perlahan ingatan merefleksikan kebersamaan,
meneteskan air mata kehilangan dibalik tawa sang rembulan.
Luka semakin dalam untuk dikenang,
namun sirna terbawa kekencangan hembusan angin malam.
Lembaran kisah kasih yang tertulis dengan kejujuran,
kini kusut termakan gombalan para tetangga yang sedang sibuk mencari mangsa.
Keikhlasan berubah jadi pilu,
antara bertahan dalam duka atau pergi dan mati bersama karang-karang tajam.
Ingatlah !!!
kebenaran berpihak pada kemenangan,
pergi !!!
sebab esok namamu kering menjadi ranting pohon tua hingga perlahan jadi arang.
...
Atambua, 10 April 2019
*Catatan sebuah kematian rasa di batas kota kenangan.
Sumber Gambar: Dok. Pribadi. (Silivester Kiik)
Ikuti tulisan menarik Silivester Kiik lainnya di sini.