x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Menghapus Ingatan, Memutus Sejarah

Penghancuran buku adalah jalan untuk memusnahkan ingatan, memutus sejarah. Kenangan tak ada lagi. Ketika buku dibakar, gagasan menguap ke udara, yang tertinggal tak lebih atom-atom karbon yang gosong.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Hari mulai gelap tatkala tentara nasionalis Serbia, yang berkumpul di bukit terjal sekeliling kota Sarajevo yang terkepung, mulai menembakkan senjata artileri atas perintah Ratko Mladic. Sasaran mereka bukanlah barak tentara lawan, melainkan Perpustakaan Nasional Bosnia-Herzegovina. Kalender mencatat tanggal bersejarah itu, 25 Agustus 1992. Api menyala-nyala berbahan bakar kitab-kitab dan manuskrip-manuskrip, menerangi langit malam musim panas.

Dengan mengabaikan desing peluru yang dilepaskan penembak gelap dari arah bukit, para relawan membentuk rantai manusia. Dalam beberapa hari mereka berhasil memindahkan hanya sekitar 100 ribu buku. Selebihnya terbakar jadi abu, terbang ke angkasa. Tercatat 14 jiwa terbunuh bagi 1,4 juta buku yang lumat—setiap jiwa bagi setiap 100 ribu buku.

Tampak mengherankan, barangkali, bahwa Dr. Radovan Karadzic, seorang psikiater dan penyair yang mengajarkan karya-karya Shakespeare, membenarkan penghancuran warisan budaya yang tak tergantikan itu—kitab, manuskrip, surat, foto, dan bahkan karya penyair Kroasia Silvije Stahimir Kranjcevic dan penyair Serbia Aleksa Simic. Keheranan ini mungkin segera pupus begitu kita mengkidmati Penghancuran Buku dari Masa ke Masa (Marjin Kiri, terbit 2013), hasil penelusuran tekun Fernando Báez sepanjang 12 tahun.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Karadzic adalah potret intelektual yang memahami benar mengapa sebuah buku bisa jauh lebih berbahaya ketimbang peluru. Sebuah buku sanggup menghubungkan kesadaran akan masa lampau dengan masa depan, dan penghancuran buku (libricidio, bibliocaust) adalah cara paling ampuh untuk menghentikan pertautan itu.

Penghancuran buku adalah jalan untuk memusnahkan ingatan, memutus sejarah. Kenangan tak ada lagi. Ketika buku dibakar, gagasan menguap ke udara, yang tertinggal tak lebih atom-atom karbon yang gosong.

Karadzic paham betul hal itu, dan ia tidak sendiri. Báez, Kepala Perpustakaan Nasional Venezuela dan penasihat UNESCO, menunjukkan kepada kita sebuah sejarah panjang sejak masa Sumeria, yang di dalamnya penghancuran buku jadi bagian tak terpisahkan dari hidup manusia. Nyaris dalam setiap penaklukan, perpustakaan menjadi sasaran penting penghancuran —jika bukan yang terpenting.

Alexandria, Florence, Sarajevo, dan Baghdad (penghancuran oleh tentara Mongol dan ketidakacuhan pasukan George Bush terhadap penjarahan di museum dan perpustakaan) adalah sebagian noktah tergelap dalam sejarah panjang itu. Bagi para penakluk, penaklukan tidaklah sempurna hingga akhirnya catatan tertulis tentang masa lampau mereka yang kalah telah diratakan dengan tanah.

Bersama para penakluk berdiri para despot, penguasa otoriter, pemuka agama yang dogmatis, juga kaum intelektual—mereka yang membaca dan menulis, tetapi sayangnya juga yang mengklaim kebenaran dan intoleran. Plato menganjurkan pembakaran karya Demokritus. René Descartes mengajak pembacanya membakar buku-buku lama. David Hume, yang disebut peletak dasar liberalisme, menganjurkan pemberangusan semua buku metafisika.

Dalam buku yang sarat informasi ini, Báez tidak banyak berbicara ihwal banjir, gempa, atau serangga penggemar kertas. Ia menyoroti terutama perilaku musuh terbesar buku: manusia—makhluk rasional yang membaca dan menulis.

Báez menjadi pemandu yang fasih dalam menyusuri sebuah encyclopedic tour penghancuran memori manusia yang begitu mencekam. Tak terhindarkan, ketidakcermatan tertebar di banyak bab: tahun yang tidak tepat, nama yang keliru. Sayangnya pula, motif-motif kurang tereksplorasi, barangkali karena Báez terlampau bergegas beranjak dari satu noktah ke noktah historis lainnya. Namun Báez patut dipujikan karena telah mengingatkan: penghancuran buku adalah penghancuran makna terdalam diri kita sebagai manusia. ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler