x

Iklan

matatita suluhpratita

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Ajaklah si Kecil Menjelajah Candi

Karena sebagian besar orang melakukan wisata ke candi pada usia kanak-kanak, kenalkanlah sejarah kebesaran bangsa kita sejak dini pada anak-anak.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kapan terakhir kali Anda mengunjungi candi? Atau malah belum pernah? Bagi yang sudah pernah, saya yakin sebagian besar akan menjawab seperti ini, “Wah, udah lama sekali. Waktu aku masih kecil, waktu masih SD, acara study tour sekolah.”

Lalu kenangan seperti apakah yang masih terekam dalam ingatan Anda tentang candi-candi yang pernah dikunjungi saat itu? Kenangan saya akan wisata candi semasa bocah adalah kenangan tentang Bapak dan Eyang Kakung (Kakek). Dari mereka berdualah saya mengenal candi-candi di Jawa Tengah dan Yogyakarta saat usia saya masih bocah.

Saya masih ingat bagaimana Bapak sering mengajak jalan-jalan ke candi. Saat itu saya masih TK. Hampir setiap minggu Bapak mengajak jalan-jalan ke Candi Prambanan, Candi Sewu, atau candi-candi lain di sekitarnya. Tempat favorit saya adalah patung lembu yang terdapat di kompleks Candi Prambanan. Jika sudah didudukkan di punggung si lembu, saya girang bukan kepalang, serasa mejadi Dewa Syiwa yang tengah mengendarai lembu.

Sewaktu SD, karena sudah mulai belajar sejarah, agenda jalan-jalan ke candi jadi mulai sedikit ‘serius’ alias nggak melulu fun. Bapak juga mulai bercerita tentang sejarah berdirinya candi-candi hingga makna relief pada dinding candi. Saat itu saya sungguh bangga pada Bapak karena bisa bercerita lebih banyak daripada yang pernah saya dapatkan dari guru di sekolah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kali lain, ketika kami berlibur bersama Kakek ke Candi Borobudur, saya juga diajari bagaimana harus berjalan searah jarum jam mengelilingi Borobudur. Setelah menaiki satu undakan harus diikuti dengan berjalan searah jarum jam mengelilinginya. Begitu seterusnya, sampai melewati tiga undakan yang merupakan kosmologi Buddha yaitu Kamadhatu, Rupadhatu, Arupadhatu. Dan begitu sampai di bagian puncak candi, saya pun terengah-engah sambil memberi protes pada Bapak dan Kakek. “Kenapa sih enggak langsung aja naik ke puncak?”

Saat itu saya memang protes karena kecapekan. Namun setelah dewasa, setelah tak lagi berwisata ke candi, saya justru merasa beruntung sudah mengenai bagaimana tradisi Buddha melakukan ritual keagamaan di Candi Borobudur. Lagi-lagi, pelajaran ini tidak saya dapatkan di bangku sekolah dasar kala itu. Guru sekolah hanya mengenalkan bahwa Borobudur merupakan candi Buddha yang dibangun semasa Syailendra paa abad ke-8.

Kini, setelah punya anak, saya pun mulai memberikan pengalaman menjelajah candi pada si kecil. Kebetulan suami saya juga suka dengan kegiatan wisata heritage. Jadilah si kecil sudah mulai kami ajak blusukan ke candi-candi sejak usia 7 bulan. Terus terang saat itu cukup merepotkan juga mengajak bocah yang belum bisa berjalan karena harus menggendongnya. Sesekali ia diturunkan di bawah pohon rindang untuk beristirahat sambil membuka bekal makanan.

Setelah ia mulai gemar berlarian, sekitar umur 2 tahun, barulah jalan-jalan ke candi bersama si kecil ini menjadi kegiatan yang menyenangkan. Pelataran candi yang luas dan berumput hijau membuatnya kegirangan, berlarian ke sana-kemari.

Saat usianya bertambah dan kaki-kakinya makin kuat menapaki anak-anak tangga candi, wisata ke candi bagaikan petualangan seru bagi si kecil. Nggak cuma berlarian di rerumputan, tapi juga bisa main petak umpet di balik tumpukan batu-batu candi yang belum selesai dipugar.

Libur lebaran lalu, kami mengajaknya ke Candi Sukuh dan Candi Cetho di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Begitu memasuki pelataran candi, ia langsung berlarian girang meniti anak-anak tangga hingga ke puncak. Meninggalkan ibunya  yang terengah-engah akibat jarang berolah raga.

Sesekali ia berhenti menatapi relief candi. “Ini cowok ya? Yang itu cewek ya?” Tanyanya ingin tahu. Usianya sudah 5 tahun saat itu, sehingga sudah bisa membedakan laki-laki dan perempuan.

Kelak, setelah dewasa dan mulai membaca buku-buku sejarah, mungkin ia akan kembali ke Candi Sukuh. Tentunya bukan untuk berlarian lagi, tapi untuk memenuhi rasa penasarannya akan relief phallus dan vagina di gapura yang menjadikan candi ini dijuluki candi erotis.

TIPS Mengajak Si Kecil ke Candi

  • Pilih waktu yang nyaman untuk si kecil, yaitu pagi atau sore saat matahari tidak terlalu terik. Loket wisata candi biasanya mulai buku pukul 06.00 hingga pukul 17.00. Jadi bisa datang pagi-pagi saat matahari masih memancarkan sinar yang kaya vitamin D atau sore hari yang teduh.

  • Jika memungkinkan, berwisatalah di luar peak-season musim liburan. Dengan demikian anak-anak bisa lebih leluasa bermain karena kompleks candi tidak terlalu crowded.

  • Kenakan pakaian dan alas kaki yang nyaman pada si kecil supaya aktifitas motoriknya lebih optimal.

(Foto: koleksi Eduardo A. Wibowo)

Ikuti tulisan menarik matatita suluhpratita lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler