x

Iklan

Kadir Ruslan

Civil Servant. Area of expertise: statistics and econometrics. Interested in socio-economic issues. kadirsst@gmail.com.
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Layang-layang Tertua di Dunia dari Indonesia

Layang-layang tertua di dunia kemungkinan berasal dari Indonesai.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sore itu adalah September 2014. Seperti biasa, angin timur bertiup kencang menyapu pesisir Selat Buton. Cukup dengan sekali helaan, sebuah layang-layang sederhana setinggi orang dewasa berhasil mengudara di langit Kota Raha, ibu kota Kabupaten Muna, Provinsi Sulawesi Tenggara.

Meski tampak sederhana, layang-layang  yang diterbangkan La Sima sore itu bukan layang-layang biasa. Orang tak bakal menyangka kalau La Sima dengan layangannya yang begitu sederhana itu adalah langganan jawara dalam berbagai festival layang-layang internasional yang dihelat di manca negara.

Orang  juga mungkin tak bakal menyangka kalau di balik kesederhanaan layang-layang yang mengangkasa sore itu, tersimpan sebuah kearifan lokal dan jejak sejarah masa lampau yang membikin bangga, jejak sejarah bahwa La Sima dan nenek moyangnya, Suku Muna, telah mengenal permainan layang-layang sejak ratusan bahkan ribuan tahun yang silam. Jejak sejarah—yang mungkin saja—bakal membantah klaim di dunia perlayangan selama ini bahwa layang-layang tertua di dunia berasal dari Tiongkok. Tapi berasal dari sebuah pulau karang di sisi tenggara Pulau Sulawesi: Pulau Muna.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam bahasa setempat (bahasa Wuna), layang-layang unik yang diterbangkan La Sima disebut kaghati kolope, yang jika diterjemahkan secara bebas ke dalam bahasa Indonesia berarti layang-layang  kolopeKolope merupakan sebutan untuk ubi hutan sejenis gadung yang tumbuh liar di hutan-hutan Pulau Muna.

Kesederhanaan kaghati kolope terlihat dari bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatannya. Boleh dibilang, semua bahan yang digunakan dalam pembuatan kaghati kolope merupakan bahan yang bisa diperoleh langsung dari alam.

Bahan utama pembuatan kaghati kolope adalah daun kolope yang telah dikeringkan dan dipotong-potong ujungnya. Lembar-lembar daun kolope yang telah dikeringkan tersebut kemudian dijalin dengan menggunakan potongan bambu yang ditipiskan menyerupai lidi untuk menutupi rangka layangan yang terbuat dari bambu. Layangan yang telah jadi kemudian diterbangkan dengan menggunakan tali yang dipintal dari serat nanas hutan.

Bahan dan proses pembuatan kaghati kolope memang sangat sederhana. Namun, sisi kesederhanaan inilah sebetulnya yang menjadi keunikannya. Dan tampaknya, kebersahajaan itu pula yang menjadi penyebab utama mengapa layang-layang tradisional Suku Muna ini menjadi jawara di berbagai festival layang-layang internasional. Tentu saja orang bakal terkesima tatkala melihat layang-layang yang begitu kokoh mengangkasa ternyata terbuat dari dedaunan kering dan batang-batang bambu, di tengah kelaziman saat ini bahwa layang-layang umumnya terbuat dari kertas atau kain parasut dan batang-batang aluminium.

The first kiteman

Kala menjuarai festival layang-layang internasional yang dihelat di Perancis pada 1997, La Sima dan kaghati kolope-nya berhasil mencuri perhatian komunitas layang-layang internasional. Salah seorang yang kepincut  adalah Wlofgang Bieck, seorang warga negara Jerman yang merupakan Consultant of Kite Aerial Photograpy Scientific Use of Kite Aerial Photography.

Pada 1997, Bieck berkunjung ke Pulau Muna untuk melakukan penelisikan lebih dalam mengenai kaghati kolope. Di Muna, ia menemukan fakta menarik: tradisi permainan layang-layang ternyata telah dikenal oleh Suku Muna sejak ribuan tahun yang lalu. Fakta ini terekam oleh sebuah lukisan prasejarah di dinding Gua Sugi Patani yang terletak di Desa Liang Koburi, Kecamatan Lohia. Lukisan tersebut menggambarkan orang yang sedang bermain layang-layang di dekat pohon kelapa.

Berdasarkan temuannya, Bieck menyimpulkan, klaim yang menyebutkan bahwa layang-layang tertua di dunia berasal dari Tiongkok terpatahkan. Ia yakin, layang-layang tertua di dunia berasal dari Muna. Bieck percaya bahwa usia lukisan prasejarah di Gua Sugi Patani lebih tua ketimbang usia permainan layang-layang di negeri Tiongkok yang diperkirakan telah berumur sekitar 2.400 tahun. Bieck menuliskan kesimpulan hasil penelitiannya dalam sebuah artikel bertajuk The First Kiteman yang dimuat pada sebuah majalah di Jerman di tahun 2003.

Benar tidaknya kesimpulan dari penelitian yang dilakukan Bieck amat bergantung pada usia pasti lukisan di Gua Patani. Jika usia lukisan tersebut sama dengan usia lukisan-lukisan prasejarah yang ditemukan di gua-gua lain di wilayah Sulawesi yang rata-rata telah berumur 4.000—10.000 tahun, maka dapat dipastikan bahwa kaghati kolope memang adalah layang-layang tertua di dunia. Dan, nenek moyang La Sima  adalah The First Kiteman. Kalaupun tidak, orang Muna tetap harus bangga dengan kearifan lokalnya, bangga dengan kaghati kolope yang telah mendunia. (*)

Referensi:  (1) The First Kiteman, Wolfgang Bieck; (2) Jejak Purba Layang-layang Muna, Kompas.com

 

Ikuti tulisan menarik Kadir Ruslan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler