x

Iklan

Adjat R. Sudradjat

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Hadeuhhh... Mau Sampai Kapan Polisi Bersikap Barbar?

Menggugat sikap profesionalisme Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai pengayom, penjaga ketertiban, dan keamanan masyarakat

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ternyata hingga sekarang aparat Polri dalam menegakkan hukum, masih juga menggunakan cara-cara represif, brutal, dan tanpa perikemanusiaan.  Sebagaimana yang menimpa pada seorang warga di Kudus, Jawa Tengah misalnya, bahkan sampai menyebabkan cacat tubuh seumur hidup yang   sangat fatal.

Dikabarkan, seorang warga Kabupaten Kudus, Kuswanto (29) yang sehari-hari punya bisnis rental mobil, telah ditangkap belasan aparat kepolisian berpakaian preman karena diduga sebagai pelaku perampokan. Dalam perjalanan, Kuswanto dituduh telah melakukan perampokan sebuah toko. Namun Kuswanto tidak mengakuinya. Ia menjelaskan dirinya ada di luar kota untuk urusan keluarga.

Beberapa polisi kemudian memukulinya dalam keadaan kedua mata Kuswanto dilakban dan kedua tangannya diborgol. Begitu sampai di suatu tempat, Kuswanto disuruh turun dan dipukuli beramai-ramai. Kemudian seorang polisi memintanya mengaku atau dibakar. Kuswanto tetap tidak mengakui tuduhan polisi, dan ternyata bensin pun disiram ke tubuhnya.  Setelah disiksa dengan dada dan leher melepuh, dia dibawa ke ke kantor Polres Kudus. Polisi yang membakar Kuswanto penasaran karena dirinya masih bertahan tidak mengakui perbuatannya. Polisi itu kemudian menyiram cairan ke lehernya hingga Kuswanto berteriak kesakitan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ia kemudian dibawa ke rumah sakit untuk berobat, dan sebulan dia dibiarkan tanpa perawatan. Orang tuanya protes dan minta pertanggungjawaban. Setahun kemudian baru ditemukan pelaku sebenarnya yang merampok toko itu. "Saya tahu dari berita media," kata Kuswanto sambil menahan sakit.

Hadeuhhh... Sudah salah tangkap, tidak mau bertanggung jawab lagi dengan cacat tubuh akibat penyiksaan brutal yang mereka (Oknum aparat Polri) lakukan. Dan hal itu hanyalah salah satu contoh saja, bahwa aparat penegak hukum yang satu ini acapkali bertindak barbar dalam menangani suatu perkara. Seringkali selama ini media memberitakan kejadian serupa, pelayanan Polri pada masyarakat begitu rendah, karena Penyidik sering kali menganggap bahwa penyiksaan adalah jalan terbaik dan termudah untuk bisa mengorek keterangan dari seorang tersangka.

Padahal cara-cara seperti di atas tadi, sudah jelas bertentangan dengan hak asasi manusia (HAM), sebagaimana yang tertuang dalam Ketentuan Nasional UUD 1945, UU nomor 39 tahun 1999 tentang HAM, juga sebagaimana yang diatur di dalam dalam Pasal 117 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Perlindungan hukum bagi tersangka mencerminkan kewajiban dan tanggung jawab yang diberikan, dan dijamin oleh negara untuk menghormati, melindungi, menegakkan dan memajukan hak-hak asasi manusia berdasarkan undang-undang dan peraturan hukum.

Sehingga kalau kondisi aparat penegak hukum masih seperti itu, melakukan cara-cara kekerasan dengan brutal, dan di luar perikemanusiaan, stigma buruk penegak hukum yang malah justru melakukan dengan sengaja pelanggaran terhadap hukum itu sendiri akan kian berkembang di tengah masyarakat. Dan profesionalisme, juga wibawa jajarannya yang selama ini didengung-dengungkan penegak hukum ini, dalam kenyataannya hanyalah kedok di balik “kejahatan” yang oleh kepolisian telah dilakukan. ***

 

Sumber foto: Tempo.co

 

Ikuti tulisan menarik Adjat R. Sudradjat lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler