x

Iklan

Arimbi Bimoseno

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Laut Ombak dan Badai [Sebuah Novel-1]

"Jangan bilang kau memahami laut jika masih mengeluh karena badainya." - Dananjaya

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kisah sebelumnya: prolog

Dua hari lagi Anggia ulang tahun ke enam belas. Tapi, siapa peduli dengan ulang tahunnya. Tak ada tradisi merayakan ulang tahun di keluarga Rendra. Hanya ulang tahun Dita yang pernah dirayakan, itu pun ketika Dita kelas enam sekolah dasar. Waktu itu Maryam memasak nasi dan ayam goreng dalam jumlah banyak kemudian mengundang anak-anak tetangga. Setelah itu tak ada perayaan yang berarti. Masa sekolah menengah pertama, pada saat ulang tahun Dita akan meminta uang dalam jumlah cukup besar untuk mentraktir teman-temannya. Tapi, itu hanya berlaku untuk Dita. Tidak untuk Anggia.

Anggia menyembunyakan kesedihan di balik senyumnya. Dia cukup tahu diri untuk tidak menuntut apa-apa.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tapi, ini ulang tahun ke enam belas.

Seminggu lalu Anggia datang ke ulang tahun Sasa, teman sebangkunya waktu sekolah menengah pertama. Sasa mendapat kado komputer keluaran terbaru dari ayah ibunya. Anggia juga ingin komputer seperti itu, tapi bagaimana caranya.

Di dalam kamar, Anggia menghitung uang yang ia kumpulkan bertahun-tahun. Jumlahnya tak lebih dari tiga ratus ribu rupiah.

Anggia tidak menyadari, sejak tadi Rendra berdiri di pintu yang terbuka, mengawasinya.

“Wah, banyak banget uangnya,” suara Rendra cukup mengagetkan Anggia.

“Banyak, tapi belum cukup untuk beli komputer,” Anggia memasukkan uangnya ke dalam dompet bermotif hello kitty.

“O… sabar ya, nanti pasti akan sampai kalau sudah waktunya.”

Anggia tersenyum hambar sambil sekilas memperhatikan pakaian Rendra yang rapi dan juga memakai sepatu. “Ayah mau ke mana?”

Kalau Dita memanggil mama papa pada orangtuanya, Anggia memanggil ayah dan ibu pada Rendra dan Maryam.

“Ini kan hari Rabu, jadwal les.”

“Oh iya, Gia lupa.”

Setiap Rabu dan Sabtu sore, Rendra membuka kelas tambahan selama dua jam di sekolah untuk murid-muridnya yang kesulitan dalam pelajaran matematika. Ia tidak meminta bayaran untuk itu.

Sementara Rendra berangkat ke sekolah dengan motor, Gia berjalan ke garasi untuk mengeluarkan sepeda mini.

Gubrak!

Kakinya menyenggol sepeda Dita hingga sepeda itu roboh dan menimbulkan suara gaduh.

Dita yang lagi asyik nonton film Jepang di komputer di kamarnya seketika melongok dari jendela. “Punya mata nggak sih!” hardiknya.

“Sorry gak sengaja,” Anggia meletakkan sepeda Dita seperti posisi semula.

“Bego!” teriak Dita.

Dengan sepeda yang bagian belakang dilengkapi karung yang dibelah dua untuk keranjang, Anggia meluncur ke kebun.

Hamparan hijau dedaunan jeruk nipis menyejukkan mata. Dari satu pohon ke pohon yang lain, Anggia memetiki jeruk nipis yang sudah tua dan memasukkannya ke dalam keranjang. Setelah keranjang karung kanan kirinya cukup penuh, Anggia meluncur ke pasar.

Sore hari pasar biasanya sepi, hanya ada satu dua pembeli. Maryam duduk terkantuk-kantuk di lapaknya, di antara tumpukan sawi, wortel, cabe, bawang merah, bawang putih, daun bawang, tomat, terong, kentang.

Anggia melihat jeruk nipis masih banyak di samping tumpukan kentang, maka ia memindahkan jeruk nipis dari keranjang karung di sepedanya ke kardus di bawah lapak untuk persediaan.

“Sini, Nduk,” Maryam menyodorkan wadah timbangan, “Bu Halim pesan jeruk nipis yang baru dipetik, lima kilogram.”

“Banyak amat, Bu,” Anggia memasukkan jeruk nipis ke wadah timbangan.

“Buat anaknya, katanya buat diet.”

“Oh.”

“Nanti jam lima mau diambil.”

“Iya.”

“Terus ini,” Maryam menunjuk kantung hitam berukuran besar berisi beragam sayuran, “ini punya orang, dia lagi belanja ke tempat lain, nanti dia ke sini.”

“Siapa Bu?”

“Seorang ibu, pakai daster kembang-kembang. Nah itu orangnya datang.”

“Saya ambil ya, Bu. Makasih,” seorang ibu berdaster kembang-kembang mengambil kantong hitam besar berisi beragam sayuran lalu pergi.

“Monggo,” Maryam tersenyum ramah lalu beringsut dari tempat duduknya. Ia turun dari lapak untuk bersiap pulang.

Sore hari giliran Anggia yang jualan.

*bersambung

Ikuti tulisan menarik Arimbi Bimoseno lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB