x

Iklan

Arimbi Bimoseno

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Laut Ombak dan Badai [Sebuah Novel-3]

"Jangan bilang kau memahami laut, jika masih mengeluh karena badainya." - Dananjaya

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kisah sebelumnya: Laut Ombak dan Badai-2

 

Anggia terpana. Tanpa harus bertanya, dia tahu siapa yang merusak bukunya. Buku yang ia selalu buka sebelum tidur. Buku berisi klipingan tempat wisata dari berbagai tempat di dunia yang ia kumpulkan dari majalah bekas. Buku mimpi yang membuatnya tetap hidup. Anggia ingin menjadi fotografer profesional, memotret tempat-tempat menarik di berbagai penjuru bumi. Seperti Mario kakak Sasa yang bekerja di majalah travel milik maskapai penerbangan Garuda.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tak ada gunanya marah pada Dita. Mengajak Dita berantem hanya akan membuat Rendra dan Maryam berada di posisi sulit, harus membelanya atau harus membela Dita. Lima tahun tinggal di rumah ini Anggia sudah paham tabiat Dita. Maka yang Anggia lakukan adalah mengumpulkan potongan-potongan kertas yang berserakan.

Duduk bersila di atas kasur tipis, Anggia meluruskan potongan-potongan kertas yang kusut, kemudian merekatkannya dengan lem dan isolasi. Butuh waktu lama bagi Anggia untuk merapikan bukunya yang cukup tebal itu, sampai isolasinya habis dan ia berhenti. Ia akan melanjutkan usahanya itu esok hari. Tidak bisa rapi seperti sedia kala, tapi bisa menyatukan keping-keping gambar mendekati wujud aslinya membuat Anggia senang.

Sambil rebahan, Anggia membuka lembar-lembar halaman yang sudah berhasil ia rapikan. Kemudian ia letakkan bukunya itu di samping bantal.

Menatap langit-langit kamar, pikiran Anggia melesat ke Kepulauan Mentawai lima tahun silam ketika segalanya berjalan normal. Hadi ayahnya seorang nelayan. Dari hari ke hari kehidupan mereka tak pernah jauh dari laut. Nani ibunya petani padi dan keladi. Di halaman rumah, ibunya menanam pohon pisang, terong dan kembang sepatu berwarna merah.

Hampir tiap hari Anggia berangkat ke sekolah bersama teman-teman akrabnya; Sebastian Henri, Novita, Anies Sulistiana dan Helmi. Mereka berjalan kaki sejauh tiga kilometer menuju sekolah, melintasi jalanan naik-turun yang becek saat hujan lebat karena jalannya masih berupa tanah.

Pulang sekolah, Anggia dan teman-temannya suka main di laut, naik perahu dan mendayung secara bergantian. Sekarang Anggia tak tahu di mana teman-temannya itu berada. Apakah sudah mati atau masih hidup.

*bersambung

Ikuti tulisan menarik Arimbi Bimoseno lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler