x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Bacalah Fiksi Agar Jadi Pemimpin yang Lebih Baik

Kompleksitas cerita membuat pembaca terlibat (engaged) dalam persoalan-persoalan yang sangat mungkin dijumpai ketika terjun di lingkungan bisnis, politi, sosial, hukum: perbedaan pandangan, pengambilan keputusan, konflik kepentingan, benturan etis.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dalam dasawarsa terakhir, sejumlah sarjana dan orang-orang bisnis mempertanyakan arah pendidikan bisnis. Warren G. Bennis dan James O’Toole, misalnya, berpendapat bahwa sekolah bisnis kehilangan arah karena model-model ilmiah mendominasi pengajaran mereka. Para pengajar terlalu bertumpu pada model-model matematis dan kurang memberi tempat bagi diskusi bahwa pelaku bisnis adalah manusia yang memiliki karakter tertentu.

Model-model matematis itu mungkin ampuh untuk membahas isu-isu keuangan, seperti berapa nilai sebuah perusahaan, tapi menjadi kurang tajam tatkala dipakai untuk mendiskusikan ihwal perilaku manusia. Padahal, pemahaman ini diperlukan ketika orang-orang bisnis berbicara tentang kerjasama tim, pengambilan keputusan, maupun lingkungan kerja yang stressful. Bennis dan O’Toole, karena itu, menyarankan agar mereka yang belajar tentang kepemimpinan dan perilaku organisasi juga mengambil kursus sastra.

Sosok lain yang sudah melangkah ialah Joseph Badaracco, guru besar Harvard Business School. Ia melakukan sesuatu yang menarik: membawa sastra ke dalam manajemen dan bisnis. Menurut Badaracco, apa yang membuat sastra begitu bernilai ialah karena sastra membantu siswa untuk benar-benar masuk ke dalam individu-individu yang membuat keputusan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sastra membantu mereka melihat berbagai hal sebagaimana orang-orang di dalam cerita itu melihat situasi yang melingkupi para pengambil keputusan. Kehidupan batin (inner life) dari karakter-karakter yang diimajinasikan dan digambarkan oleh para penulis brilian dapat menjadi sumber ilham bagi pelaku bisnis dan pemimpin yang setiap saat dihadapkan pada momen pengambilan keputusan.

Di kelasnya, Badaracco memanfaatkan teks seperti Death of a Salesman karya Arthur Miller, Antigone karya penulis Yunani kuno Sophokles, maupun The Secret Sharer karya Joseph Conrad untuk membantu mahasiswa memahami masalah-masalah kepemimpinan, pengambilan keputusan, maupun penilaian moral. Membaca fiksi boleh dibilang merupakan cara belajar yang sangat berbeda dari kelaziman.

Karya-karya sastra ini berkisah tentang orang-orang yang memperjuangkan nilai-nilai yang saling bersaing. Kreon, Sang Raja dalam lakon Antigone, sangat meyakini pentingnya stabilitas negara dan perdamaian setelah perang saudara yang berlangsung lama. Sebab itu, ia menolak pembaruan.

Perspektif yang berbeda-beda dari karakter-karakter di dalam karya-karya sastra tadi memberi wawasan yang kaya kepada mahasiswa bisnis Badaracco. Mereka mencoba memahami mengapa seorang protagonis mengambil keputusan seperti ini dan karakter antagonisnya memilih perspektif yang berbeda. Diskusi di kelas bisnis mengenai karakter-karakter ini memberi pengayaan pemahaman tentang ‘mengapa seseorang mengambil keputusan ini dan bukan yang itu atau yang lain’.

Kompleksitas cerita membuat mahasiswa terlibat (engaged) dalam persoalan-persoalan yang sangat mungkin dijumpai ketika terjun di lingkungan bisnis: perbedaan pandangan, pengambilan keputusan, konflik kepentingan, benturan etis. Pendeknya mahasiswa bergulat dengan pandangan-pandangan yang kelihatannya saling bersaing—hal sama dijumpai saat terjun ke praktik bisnis maupun dalam organisasi lainnya.

Apa yang membedakan sastra dengan literatur manajemen dan kepemimpinan? Menurut Badaracco, karya sastra menawarkan berbagai jenjang kompleksitas persoalan. Sangat sukar menangkap nuansa, konflik batin, latar belakang yang tidak selalu gamblang atau hitam-putih di dalam buku non-fiksi.

Jadi, kata Badaracco, kita perlu berpaling kepada sastra untuk mendapatkan kedalaman dan kekayaan sudut pandang. Tentu saja karakter-karakter itu mesti dipahami bukan semata sebagai individu, melainkan bagian dari sebuah organisasi: sebagian orang tampil di depan, sebagian lainnya menjadi orang-orang di belakang layar.

Sebagian pemimpin terlihat tegas. Namun, ada pula karakter yang tampak peragu di mata banyak orang, tapi sesungguhnya ia seorang politikus yang piawai dalam memanfaatkan pandangan orang banyak untuk menjalankan siasatnya sendiri. Apapun halnya, membaca fiksi dapat membantu para pemimpin—di lapangan bisnis, politik, maupun sosial dan hukum—untuk lebih berempati dalam mengambil keputusan yang berdampak besar bagi orang banyak. (sbr foto: inc.com) ***

 

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler