x

Indonesiana - Ada kecenderungan kelompok dominan memaksakan pandangannya, seolah-olah pendapat mereka identik dengan kebenaran.

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Bahaya Groupthink Mengintai

Ada kecenderungan kelompok dominan memaksakan pandangannya, seolah-olah pendapat mereka identik dengan kebenaran. Hasilnya, keputusan yang diambil didominasi oleh pendapat yang seragam tanpa terlebih dulu mendengarkan suara-suara lain.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

“When all think alike, then no one is thinking.”
--Walter Lippman (Penulis, 1889-1974)

Keragaman sudut pandang diakui dapat memperkaya perspektif dalam melihat persoalan sebelum sebuah tim mengambil keputusan. Seringkali terjadi, satu sudut pandang saja tidak memadai untuk memotret persoalan dengan tepat. Banyak aspek yang bakal terabaikan jika tim melihat persoalan hanya dari satu sisi saja.

Keragaman sudut pandang juga punya sisi positif lain. Misalnya, pendapat-pendapat yang muncul dalam diskusi memperoleh peluang untuk didengar semua orang. Ini semacam pengakuan atas hak berbicara setiap anggota tim dan sekaligus penghargaan atas keragaman pendapat.

Dalam praktek, sayangnya, hal semacam itu tidak mudah diwujudkan, terutama dalam organisasi yang cenderung sangat patuh kepada pimpinan ataupun organisasi yang didominasi oleh sekelompok orang. Ada kecenderungan kelompok dominan ini memaksakan pandangannya, seolah-olah pendapat mereka identik dengan kebenaran. Hasilnya, keputusan yang diambil didominasi oleh pendapat yang seragam tanpa terlebih dulu mendengarkan suara-suara lain.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Itulah yang disebut groupthink. Ketika menyampaikan gagasannya tentang groupthink pada 1972 (buku Victims of Groupthink), psikolog sosial Irving Janis mendefinisikan groupthink sebagai dorongan psikologis untuk mencapai kesepakatan, berapapun ‘harga yang harus dibayar’. Sekalipun dengan menekan mereka yang tidak sepakat dan dengan mencegah munculnya pandangan lain.

Situasi psikologis seperti itu bisa terjadi dalam organisasi mana saja: dari yang kecil berupa tim kerja yang terdiri atas 10 orang, satu perusahaan yang melibatkan sejumlah anggota direksi, partai politik yang dikendalikan jajaran elitenya semata, bahkan juga lembaga-lembaga negara. Misalnya, beberapa orang direksi sejak awal sudah condong kepada opsi keputusan tertentu dan tidak membuka peluang bagi opsi yang lain. Katakanlah dalam satu perusahaan terdapat 7 direksi; ketika 5 orang di antaranya sudah sepakat sebelum rapat mengenai opsi tertentu, dua direksi lainnya sangat mungkin tak punya pilihan kecuali menerima opsi dominan.

Dalam situasi psikologis seperti itu, yang bisa terjadi dalam ruang rapat yang menegangkan, Pikiran sekelompok orang menjadi dominan. Grup yang dipengaruhi oleh groupthink akan mengabaikan pilihan-pilhan dan cenderung meremehkan pendapat orang lain. Kesamaan pandangan mereka boleh jadi didasari oleh kepentingan yang sama.

Kecenderungan groupthink muncul dalam bentuk tekanan terhadap pandangan yang berbeda. Orang yang mungkin berbeda pendapat tidak diberi kesempatan untuk mengutarakan pendapatnya, atau ditekan agar tidak mengekspresikan argumen yang berlawanan dengan pandangan kelompok.

Kelompok dominan merasa paling benar dan cenderung mengabaikan risiko yang mungkin terjadi. Kelompok ini juga punya pandangan tertentu (stereotyping) terhadap orang-orang di luar kelompoknya. Mereka yang berbeda pendapat dianggap sebagai ‘lawan’.

Orang-orang di luar kelompok dominan yang tidak tahan menghadapi tekanan akan cenderung menyensor diri. Ketimbang menghadapi bahaya dan tekanan yang lebih besar, mereka merasa lebih baik diam meskipun sebenarnya punya sikap yang berbeda. Sebagian orang mungkin tetap berani mengutarakan pendapat yang berbeda dari kelompok dominan, tapi mereka harus menghadapi risiko tersingkir.

Dalam bulan-bulan terakhir ini, kecenderungan groupthink telah menghinggapi banyak lembaga dan organisasi di negeri ini. Kelompok dominan menuntut loyalitas anggota yang lain tanpa boleh mengajukan pandangan yang berbeda atau perspektif yang lain. Di saat itulah, tim atau organisasi atau lembaga mulai kehilangan kreativitas, keunikan, dan pikiran-pikiran segar dari kebanyakan anggotanya. Perlahan tapi pasti, masyarakat juga digiring oleh kelompok dominan agar menjadi seragam. (sbr foto: wired.com) ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler