x

Indonesiana - Salah satu tantangan yang mampu membikin perusahaan baru gulung tikar dalam waktu singkat ialah jebakan hypergrowth

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Jebakan 'Hypergrowth'

Salah satu tantangan yang mampu membikin perusahaan baru gulung tikar dalam waktu singkat ialah jebakan hypergrowth. Pertumbuhan yang cepat memang melenakan pelaku bisnis yang tergiur oleh sukses segera.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Salah satu tantangan yang mampu membikin perusahaan baru (starts-up) gulung tikar dalam waktu singkat ialah jebakan hypergrowth. Pertumbuhan yang cepat memang melenakan pelaku bisnis yang tergiur oleh sukses segera. Namun, banyak bukti menunjukkan bahwa pertumbuhan luar biasa ini berada di luar kemampuan perusahaan baru untuk mengendalikannya.

Salah satu contoh penting dalam sejarah perusahaan yang terjebak oleh fenomen hypergrowth ialah Osborne Corp. Di bawah kepemimpinan Adam Osborne, perusahaan ini pada tahun 1980 menciptakan komputer portabel generasi pertama yang disebut Osborne 1.

Komputer Osborne 1 berbentuk mirip koper kecil (seperti terlihat dalam iklannya yang muncul pada tahun 1982), yang jika dibuka akan memperlihatkan monitor berukuran kecil dan disk drive di dalamnya. Osborne 1 juga dilengkapi dengan kibor yang bisa dilepas serta paket baterai.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dengan model seperti ini, Osborne 1 berhasil membukukan penjualan sebesar 1.790 juta dolar AS waktu itu. Komputer ini tercatat sebagai komputer pribadi paling populer saat itu (ukurannya jauh lebih besar ketimbang laptop dan notebook serta lebih berat, tapi model dalam iklan bergaya seolah komputer ini ringan).

Hanya dalam setahun penjualan Osborne 1 melonjak tajam hingga menyentuh angka 70 juta dolar Amerika. Namun, perusahaan ternyata gagal mengimbangi pertumbuhan penjualan yang begitu dahsyat. Permintaan meningkat tajam tapi perusahaan tak mampu memenuhi janji untuk mengirim produk tepat waktu. Kapasitas produksi tidak dapat ditingkatkan dengan cepat, sebab melibatkan pula penambahan tenaga kerja terampil yang tidak bisa segera dilakukan.

Banyak sumber daya dikerahkan, yang tentu saja memakan biaya, hingga akhirnya perusahaan dililit masalah cash flow. Pada tahun 1985, Osborne Computer terpaksa mendeklarasikan kebangkrutan perusahaan.

Pada generasi berikutnya, para enterpreneur dot-com mengulangi kesalahan serupa, bahkan dengan skala yang lebih spektakuler. Pada tahun-tahun terakhir abad ke-20, kita menyaksikan pertumbuhan eksponensial jumlah perusahaan dot-com yang nyaris tak masuk akal.

Harga perusahaan dot com pada masa itu sangat tinggi. Kapitalisasinya tumbuh berlipat-lipat dalam tahun yang sama. Namun, kita segera dikejutkan oleh kejatuhan perusahaan-perusahaan itu. Sebagian besar perusahaan bangkrut hampir secepat mereka berdiri. Di Indonesia, fenomena kebangkitan dot com yang disusul segera oleh kejatuhannya benar-benar terjadi pada masa itu.

Dari studinya, Roger Cartwright—penulis dan konsultan dalam perilaku organisasi—menyimpulkan bahwa perusahaan yang mampu bertahan dan memelihara pertumbuhan bisnisnya secara berkelanjutan adalah perusahaan yang mampu menjaga keseimbangan antara pertumbuhan dan kapabilitas perusahaan.

Mereka yang selamat adalah perusahaan yang bersedia mendengarkan suara pelanggannya, menjaga komitmen penyampaian produk atau jasanya, dan memelihara kondisi finansialnya dengan baik. Perusahaan harus mampu mengendalikan pertumbuhan cepat bila tidak ingin segera kehabisan napas. Pelajaran penting dari jebakan hypergrowth ialah pertumbuhan yang terlampau cepat sama berbahayanya dengan pertumbuhan yang terlalu lamban atau bahkan tidak tumbuh sama sekali dalam jangka waktu tertentu. ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler