x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Perlukah Bersyukur?

Seperti tersenyum, memaafkan, maupun bersedekah, bersyukur memberi banyak manfaat bagi kita. Sejumlah riset menunjukkan hal itu.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

“Gratitude can transform common days into thanksgiving, turn routine jobs into joy, and change ordinary opportunities into blessings.”

--William Arthur Ward (Penulis, 1921-1994)

 

Belakangan ini semakin banyak hasil penelitian yang mengungkapkan ‘rahasia kesehatan’ di balik sikap dan tindakan yang semula dianggap lumrah. Tersenyum, bersedekah, memaafkan, dan silaturahim termasuk ragam bentuk kesalehan sosial yang dianjurkan. Rahasia kesehatan itu terletak, di antaranya, kekebalan tubuh yang meningkat, kebugaran kognitif, dan ketenangan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bagaimana dengan bersyukur?

Sejumlah studi mulai mengungkap manfaat bersyukur, di antaranya lebih bugar secara fisik, tekanan darah lebih rendah, dan tidak mudah stres. Dari risetnya, psikolog Robert Emmons menyimpulkan bahwa rasa syukur membangun sistem kekebalan psikologis yang memberi bantalan ketika kita jatuh. Orang yang penuh syukur lebih kebal terhadap stres kecil sehari-hari maupun masalah besar.

Dalam bukunya, Gratitude Works!: A 21-Day Program for Creating Emotional Prosperity, Emmons memberi contoh: dalam menghadapi situasi ekonomi yang semakin sulit bagi keluarga, bersyukur bukan saja membantu—tetapi esensial. Rasa syukur memiliki kekuatan untuk membangkitkan energi. Di saat menghadapi kesedihan, rasa syukur mempunyai kekuatan menyembuhkan. Di tengah rasa putus asa, bersyukur mendatangkan harapan.

Lantaran bersyukur, berterima kasih atas semua kebaikan yang diterima, seseorang dapat merasa hidup jadi lebih ringan. Banyak energi emosional yang sebelumnya terbuang dalam bentuk amarah, kekesalan, keluhan, kesedihan yang berlarut-larut dapat dihemat melalui rasa syukur. Riset Dr. Emmons mengonfirmasi bahwa rasa syukur secara efektif meningkatkan kebahagiaan dan mengurangi depresi.

Manfaat lain ditunjukkan oleh hasil penelitian lain yang dipublikasi tahun lalu di Emotion. Bersyukur membuka pintu bagi hubungan silaturahim yang semakin luas. Wujud syukur ini berupa ‘rasa terima kasih’ kepada orang lain: mereka yang membantu Anda dalam menangani proyek, mempertemukan Anda dengan orang yang Anda perlukan, dsb. Ini akan membukakan pintu bagi Anda untuk punya lebih banyak teman.

Sebagai bentuk sikap positif terhadap segala sesuatu, rasa syukur bermanfaat untuk meningkatkan self-esteem seseorang. Studi lain di tahun yang sama, yang dipublikasikan di Journal of Applied Sport Psychology, menemukan bahwa bersyukur meningkatkan self-esteem para atlet, dan ini menjadi unsur penting untuk mengoptimalkan prestasi mereka.

Secara mental, para atlet menjadi lebih tangguh. Bagi mereka, bersyukur bukan berarti menyerah jika kalah dalam sebuah kompetisi, melainkan menyadari bahwa “tingkat prestasi tertentu saya capai dengan latihan tertentu. Seandainya saya kalah dalam kompetisi, berarti latihan saya belum memadai untuk memenangi kompetisi itu”.

Bersyukur adalah buah dari pikiran positif, lantaran itu mencegah pula dari emosi-emosi negatif, seperti kemarahan dan kekesalan. Tentu saja, ini menurunkan tingkat stres yang mungkin dialami. Optimisme pun berpotensi meningkat. Bila ini terjadi, kekebalan tubuh meningkat pula, baik secara fisik maupun emosional.

Kita, kata Emmons maupun sejumlah psikoterapis, punyan kemampuan dan peluang untuk membangun rasa syukur. Untuk melatihnya, mulailah dengan mengambil waktu sejurus untuk memusatkan pikiran terhadap apa saja yang kita miliki dan sudah kita terima, dan berterima kasihlah atas semua itu—bukan mengeluh dan menyalahkan orang lain. (sbr foto: wallpapers111.com) **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler