Topik seputar Kongres Partai Demokrat (PD) yang akan berlangsung sebentar lagi mulai ramai diperbincangkan di berbagai media massa. Sejumlah pengamat dan tokoh-tokoh politik memberi beragam komentar dan analisis sesuai dengan sudut pandang masing-masing. Sesungguhnya, hingar-bingar tersebut hanya berlangsung di media. Di internal PD sendiri, suhu politik tetap adem, tanpa gonjang-ganjing. Perhatian sepenuhnya tercurah pada persiapan-persiapan teknis untuk menyukseskan agenda lima tahunan tersebut, karena hampir semua kader sudah menentukan pilihan, yakni meminta kesediaan SBY untuk tetap memimpin Partai (sebagai Ketua Umum). Pilihan tersebut sangat rasional dan realistis, bahkan akan sulit diterima akal sehat jika ada ada kader yang menghendaki sebaliknya karena saat ini PD tidak memiliki figur sekaliber SBY baik dari segi elektabilitas maupun dari segi karisma ketokohan.
Konsolidasi Internal
Hampir bisa dipastikan, tanpa kehadiran SBY sebagai figur pemersatu, Partai Demokrat tidak akan bernasib lebih baik dari Golkar dan PPP yang kini dirundung kemelut dan konflik internal berkepanjangan. Potensi konflik dan faksionalisasi internal begitu nyata mengancam PD ketika sedang mempersiapkan diri menghadapi Pemilu 2014 yang lalu. Seperti kita tahu, pemberitaan negatif terhadap PD sepanjang tahun 2013-2014 sangat gencar sehubungan dengan ulah beberapa kader yang tidak bertanggungjawab. Terpaan badai tersebut hampir saja mengoyahkan soliditas Partai. Untuk itu, tidak ada alasan untuk tidak mensyukuri kehadiran SBY yang mampu mempersatukan kembali seluruh organ dan elemen-elemen partai. Penyebab utama polemik yang kini dihadapi Golkar dan PPP, menurut hemat saya, menjadi berlarut-larut karena kedua partai tersebut tidak memiliki tokoh pemersatu.
Potensi konflik dan faksionalisasi itu kini telah mereda dan PD sedang bersiap menyosong hari-hari yang lebih cerah. Tapi proses konsolidasi dan pelembagaan partai masih akan berlangsung terus menerus karena sengitnya persaingan politik dapat menghadirkan ancaman konflik setiap saat. Untuk itulah semua kader PD masih sangat mengharapkan kesediaan SBY untuk memimpin partai ini.
Daya Tarik Elektoral
Dalam rapat-rapat DPP PD paska Pemilu 2014 ditetapkan target untuk meraih suara 30 % dalam Pemilu 2019 disertai dengan target-target optimistis dalam Pilkada. Tanpa kehadiran SBY dalam menggerakkan mesin partai, target tersebut akan terasa muluk-muluk. Siapapun tidak bisa membantah bahwa elektabiltas PD sebagai sebuah lembaga masih berada di bawah elektabilitas SBY secara pribadi. Daya tarik elektoral ini jika dikelola dengan baik akan membuat target-target partai terealisasi.
Satu-satunya cara untuk mengelola dan memaksimalkan daya tarik elektoral SBY dan mentransfernya menjadi daya tarik elektoral partai adalah dengan menjadikan SBY sendiri sebagai nahkoda dan motor penggerak mesin politik partai. Dengan demikian publik dapat melihat siapa tokoh di balik kerja-kerja politik yang akan dilakukan partai ke depan.
Kedua pertimbangan di atas dapat dijadikan sebagai counter opinion bagi para pengamat dan komentator yang selama ini gemar mempertanyakan langkah para kader PD yang sangat menginginkan SBY bersedia mempepanjang masa kepemimpinannya dalam partai. Saya mengerti dengan baik sejumlah argumen dan kritik yang disampaikan terutama dengan menggunakan dalil-dalil demokrasi. Tapi sebagai kader PD, saya juga mengerti dengan amat baik apa yang benar-benar dibutuhkan partai saat ini. Memenangkan kompitisi politik merupakan target paling realistis bagi semua Parpol. Demi kemengangan itu, strategi dan langkah-langkah penting mesti dipikiran dengan cermat. Karena itu, menempatkan SBY di garda terdepan partai, menurut kami, merupakan strategi paling jitu saat ini. (Putu Suasta 28/04/2015).
Ikuti tulisan menarik Putu Suasta lainnya di sini.