x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Cerita Kecil tentang Pencipta Twitter

Evan Williams lahir dalam keluarga petani di Nebraska, AS, dan ia sudah terbiasa mengairi lahan di musim panas. Internet? Ketika banyak orang mulai mengenal “triple w”, pencipta Twitter ini masih “gaptek”.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Evan Williams lahir dalam keluarga petani di Nebraska, AS, dan ia sudah terbiasa mengairi lahan di musim panas. Internet? Ketika banyak orang mulai mengenal “triple w”, Williams masih “gaptek”. Sewaktu memulai usaha pertamanya bersama sang ayah, 1994, ia tidak tahu apapun soal internet. “Tapi saya pikir ini akan menjadi big deal,” tuturnya.

Sebelum menciptakan sejarah, Williams mondar-mandir ke beberapa tempat. Selepas SMA, ia kuliah di University of Nebraska, tapi hanya betah satu setengah tahun. “Kuliah itu hanya membuang-buang waktu,” ujarnya, dan ia ingin segera bekerja. Lantaran itu ia pindah ke Florida dan memperoleh pekerjaan sebagai copywriter lepas. Ia lalu pindah lagi ke Texas dan tinggal bersama kakak perempuannya, untuk akhirnya pulang ke Nebraska dan mendirikan perusahaan bersama ayahnya.

Mereka memproduksi CD-ROM yang berisi video tentang bagaimana menggunakan Internet. Lalu menawarkan jasa web hosting. “Saya merekrut sejumlah teman, membicarakan beberapa gagasan, tapi tak seorang pun bisa menulis piranti lunak dan kami tidak punya banyak uang,” tukasnya. Repotnya lagi, Williams tak tahu pula bagaimana berurusan dengan orang.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“Saya kehilangan fokus dan tidak disiplin,” tuturnya bak pengusaha amatir. Tak heran bila investasi yang ditanam ayahnya menguap. Kendati begitu, ia masih menyimpan bara cita-cita untuk membuat perusahaan. Williams pindah ke California, 1997, dan bekerja di O’Reilly Media (Tim O’Reilly adalah orang yang menamai fenomena revolusi kedua internet sebagai Web 2.0). Ia memulai karier sebagai tenaga pemasaran, tapi akhirnya setelah belajar mandiri ia punya pekerjaan samping sebagai penulis peranti lunak komputer. Ini membuka kesempatan baginya untuk bekerja freelance untuk Intel dan Hewlett Packard.

Setahun bekerja di O’Reilly Media, ia merasa sudah punya cukup bekal ketrampilan teknis untuk mengembangkan web. Tahun berikutnya ia memulai Pyra Labs bersama temannya, Meg Hourihan, untuk mengembangkan program-program manajemen proyek.

Kelancaran proyek utama itu agak terganggu lantaran Williams lebih asyik menggarap proyek sampingan, yang ia sebut Blogger. Ketika proyek ini ia buka untuk publik, tak terelakkan demam blog pun marak. Pengguna internet dengan mudah mengekspresikan diri di dunia maya melalui blog.

Tapi Williams tak betah berlama-lama dengan blog, dan menjual Blogger kepada Google. Ia, bahkan, ikut bekerja di Google, salah satunya karena alasan memiliki filosofi yang sama-sama cocok. Pertama, “jangan menjadi jahat,” dan kedua, pendekatan demokratis tentang bagaimana informasi harus didistribusikan dan tersedia bagi siapapun.

Baginya, Google tempat menyenangkan untuk bekerja. Infrastrukturnya bagus. “Banyak orang cerdas di sana,” katanya. Tapi ia akhirnya keluar setelah dua tahun di sana. “Saya tampaknya lebih cocok sebagai startup guy,” kata Williams. Ia mengakui Google sangat inovatif, tetapi menghadapi persoalan dilematis seperti umum dihadapi perusahaan besar dan mapan lainnya. Mereka sangat terbuka terhadap ide-ide baru yang radikal. “Tapi mereka hanya bisa membenarkan proyek di mana mereka memiliki ekspektasi yang masuk akal mengingat investasi yang sangat besar,” ujarnya.

Keluar dari Google, Williams mulai membangun Odeo, sebuah perusahaan yang bergerak dalam podcasting, bersama kawannya yang lain, Noah Glass. Lagi-lagi, Williams mengerjakan proyek sampingan pada saat membangun Odeo, yakni membuat apa yang kemudian menggegerkan dunia, Twitter.

Rupanya Williams tidak menyukai arah yang ditempuh Odeo. Salah satu alasannya: “Apple melakukan apa yang kami kerjakan menjadi usang ketika Odeo memperkenalkan podcast ke iTunes.” Lantaran itulah ia memindahkan asetnya ke perusahaan William lainnya, Obvious, laboratorium pengembangan produk web yang ia dirikan bersama Christopher Isaac “Biz” Stone, yang juga dropped-out dari perguruan tinggi. Tahun 2006, Williams memisahkan Twitter sebagai perusahaan tersendiri dan Odeo dijual kepada Sonic Mountain.

Jack Dorsey yang ditunjuk sebagai CEO Twitter hanya bertahan sebentar sebab Twitter memerlukan penanganan hari-ke-hari dari seorang pemimpin tunggal. Williams mengambil alih posisi CEO dan Jack diangkat sebagai chairman. Ini proyek gila. Kendati sudah demikian popular, menempati urutan ketiga sesudah Facebook dan MySpace, tapi Twitter belum mendatangkan uang. Lantas kapan?

“Mereka lupa, kami hanya terdiri atas 30 orang pegawai dan baru saja memulai,” kata Williams, “Saat ini, apapun yang kami lakukan untuk menghasilkan uang akan menjauhkan kami dari meraih lebih banyak pengguna. Kami mempunyai investor yang sabar.”

Ucapan Williams itu memang benar adanya.

Cerna apa yang dikatakan oleh Fred Wilson, pemilik Union Square Ventura, pendukung pertama Twitter, “Saya lebih tertarik memikirkan bagaimana kami meraih 100 juta atau lebih pelanggan daripada berpikir bagaimana cara mendapatkan uang.”

Perusahaan kecil ini memang memiliki karyawan sekitar 30 orang, tapi menjadi episenter dari Web sebab Twitter digunakan oleh sekitar 20 juta orang Amerika setiap hari—ini pada tahun 2010. Seberapa cepat Twitter tumbuh adalah rahasia perusahaan,  tetapi lalu lintasnya tampaknya meningkat lebih dari dua kali lipat setiap bulan. Kendati lebih cepat daripada Google, Amazon, dan eBay pada masa mereka, Twitter telah melekat dalam budaya.

Presiden Barack Obama men-twit kata-kata “Kita baru saja membuat sejarah” pada malam terpilihnya dia sebagai presiden periode pertama. Orang-orang yang terjebak dalam aksi teroris Mumbai mentwit dengan putus asa meminta pertolongan.

Twitter memungkinkan penggunanya untuk mengirim pesan teks pendek, yang disebut “tweet”, tidak lebih dari 140 karakter. Pesan ini dapat segera dibaca oleh pengguna Twitter lainnya, yang disebut “follower”, yang telah berlangganan halaman diary tersebut.

Tapi Twitter berkembang lebih dari sekedar berbagi hal-hal baru dalam kehidupan sehari-hari seseorang dengan teman-temannya. Twitter tumbuh menjadi alat pemasaran dan komunikasi baru yang ampuh. Banyak organisasi yang memakai Twitter untuk mencapai jutaan orang saat terjadi bencana. Seorang jurnalis memperoleh bantuan dari pengguna Twitter agar bisa keluar dari penjara Mesir (dan berhasil). Pemerintah kota menyerap kicauan warganya soal kemacetan lalu lintas, polusi, atau sampah dan banjir melalui akun twitter Pemkot.

Manajer kedai kopi dapat mengirim “tweet” kepada pelanggan setianya bila ada meja kosong. Ia tidak sendirian. Pengguna Twitter yang kebetulan pemilik toko kue memberitahu pelanggan bila ada kue hangat yang barus dikeluarkan dari oven. Inilah cerita-cerita kecil yang benar-benar mengilhami kita. Perusahaan-perusahaan hebat, seperti IBM, Dell, dan Telkom pun memakai Twitter.

Twitter juga menjadi ajang persaingan meraih follower sebanyak-banyaknya. Di dunia musik pop dunia, misalnya, para artis berebut mengukuhkan diri sebagai simbol musik pop paling tenar di Twitter. Twitter diminati terutama di lima negara, dan Indonesia menempati urutan kelima setelah Amerika Serikat, Brasil, Jepang, dan Inggris. Dan Twitter kini bukan hanya perkara teknologi dan komunikasi, tapi juga menimbulkan berbagai efek sosial yang tidak terduga.

Evan Williams, tahun ini, berusia 43 tahun dan pernah terpilih sebagai salah seorang paling kreatif di muka bumi menurut majalah Fast Company. Peletak fondasi situs mikroblog ini menorehkan namanya dalam sejarah Internet untuk yang kedua kali dengan menciptakan Twitter setelah Blogger.

Tatkala Twitter menawarkan saham perdananya (IPO) pada 2013 perusahaan ini ditaksir menarik uang antara US$ 14-20 miliar. Kekayaan William, yang diperkirakan punya saham antara 30-35%, langsung melejit. Dan Januari 2015 lalu, kekayaan bersihnya ditaksir mencapai US$ 3 miliar. Sangat mungkin lebih dari itu.

Ngomong-ngomong, bagaimana Williams mendefinisikan Twitter sepanjang maksimal 140 karakter seperti jika Anda men-tweet?

Ini jawabannya: “Twitter is a utility for keeping people connected via short status updates.” Cukup ringkas, masih kurang dari 140 karakter. (sbr foto: wired.com) **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Sengketa?

Oleh: sucahyo adi swasono

1 jam lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB