x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Ibnu Sina, Dokter yang Mengilhami Barat

Bagi Ibnu Sina, ilmu pengetahuan dan pengabdian kepada masyarakat sebagai guru maupun dokter jauh lebih berharga ketimbang menjadi orang dekat penguasa.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Namanya relatif panjang, tapi orang lebih mengenalnya sebagai Ibnu Sina—orang Barat menyebutnya Avicenna. Di masa kini, namanya kerap disebut kembali ketika orang mencoba menelusuri jejak historis perkembangan ilmu kedokteran hingga ke masa sebelum Eropa bangkit dari tidur panjangnya.

Lahir di dekat Bukhara, Uzbekistan, pada 980 Masehi, Ibnu Sina dikenal sangat pintar sedari kanak-kanak. Ia menjadi ‘dokter’ pada usia 16 tahun dan pasien pertamanya adalah sang ibu. Namanya kian menjulang ketika Ibnu Sina berhasil menyembuhkan penguasa Dinasti Samaniyah dari infeksi pencernaan.

Jamak bahwa orang pintar diperlukan oleh penguasa untuk menopang kekuasaannya, sekurang-kurangnya sebagai pertanda keberpihakan kepada ilmu pengetahuan. Ibnu Sina ditawari jabatan tinggi di kerajaan, tapi ia lebih memilih akses ke dalam perpustakaan kerajaan yang menyimpan koleksi luar biasa.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sebagaimana umumnya para ilmuwan abad itu, yang meminati berbagai disiplin ilmu, Ibn Sina memelajari logika, geometri, dan astronomi, serta fisika dan metafisika. Ia memperoleh reputasi tinggi sebagai dokter praktik. Ia belajar metafisika dari karya al-Farabi.

Sebagai sosok yang lekas belajar (learning agile), dengan minat yang amat luas, pengetahuan dan keterampilan medis Ibnu Sina semakin meningkat. Prestasinya yang menjulang membuat Ibnu Sina diperebutkan para penguasa masa itu. Mereka perlu dokter yang andal agar tetap hidup sehat dan bertahan lama di singgasana.

Kekacauan politik dan perseturuan antar penguasa menyebabkan Ibnu Sina harus berpindah-pindah tempat tinggal. Berkali-kali ia terpaksa memenuhi permintaan para penguasa, dan berkali-kali pula ia melepaskan diri untuk menjadi pelarian. Penguasa Turki masa itu, Mahmud Ghaznawi, menjanjikan hadiah sangat besar bagi siapapun yang berhasil menangkap Ibnu Sina.

Bagi Ibnu Sina, ilmu pengetahuan dan pengabdian kepada masyarakat sebagai guru maupun dokter jauh lebih berharga ketimbang menjadi orang dekat penguasa. Penjara, karena itu, menjadi bagian tak terelakkan dari kehidupan Ibnu Sina. Ia berusaha keras menghadapi siasat jahat, intrik dan tipu daya, dendam, maupun kedengkian orang-orang yang mabuk kuasa.

Selama 13 tahun terakhir kehidupannya di Isfahan, setelah berpindah-pindah ke berbagai tempat karena tekanan politik dari penguasa, Ibn Sina menghasilkan banyak karya intelektual di bidang filsafat, etika, geometri, zoologi, musik, dan botani, serta geologi. Ia mendiskusikan gunung, lapisan bumi, dan menguraikan penyebab gempa.

Kendati jangkauan pengetahuannya demikian luas, Ibnu Sina paling dikenang berkat karya terpentingnya tentang ilmu kedokteran, Alqannun Fit Tib. Ibnu Sina menulis karya terpenting ini dalam lima jilid, menguraikan topik-topik kedokteran umum, penyakit, hingga 760 jenis obat-obatan. Ibn Sina berbicara tentang penyembuhan penyakit kronis dan gawat (akut), menguraikan metode penyembuhan dan pencegahan penyakit. Karya monumental Ibn Sina ini sampai ke Barat melalui penerjemahan ke dalam Bahasa Latin oleh Gerard dari Cremona pada abad ke-12.

Alqannun dengan isinya yang ensiklopedis, susunannya yang sistematis, dan perencanaannya yang filosofis, segera menempati posisi terkemuka literatur kedokteran pada masanya,” tulis sejarawan Phillip K. Hitti. “Karya ini menggantikan karya-karya Galen, al-Razi, dan al-Majusi, dan menjadi buku teks pendidikan kedokteran di sekolah-sekolah di Eropa.” Hingga 5 abad lamanya, Alqannun menjadi rujukan akademis di dunia Barat. ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler