x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Dalam Buaian Pesona Kuda

Aura yang diuarkan oleh hewan berkaki empat ini sanggup memikat para penyair untuk menggoreskan penanya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Di hari-hari libur ini saya melihat kuda-kuda berjalan di tengah kota. Mata anak-anak berbinar saat menunggang kuda—hewan yang semakin jauh dari manusia ketika mobil dan sepeda motor kian memadati jalan. Kuda dan delman kian tersingkir. Kuda kian tersudut di istal-istal yang sepi, menjadi hewan yang mesti dijaga kebersihan lingkungannya, makanannya, dan pergaulannya. Sebagai sahabat banyak manusia di masa lampau, kini kuda berubah jadi sahabat bagi sedikit orang.

Dalam kisah-kisah peperangan, di sepanjang sejarah manusia, kuda bukanlah semata sarana untuk maju ke medan laga. Auranya membangkitkan semangat penunggangnya sekaligus menggetarkan dada lawan-lawannya. Dalam banyak kultur di berbagai belahan Bumi ini, kuda melambangkan kekuatan, keperkasaan, kebanggaan, dan kemajuan sebuah masyarakat. Dan kini, kuda merefleksikan kemakmuran pemiliknya.

Kuda memiliki sesuatu yang membuat penunggangnya, pemiliknya, pelatihnya, bahkan pembersih kandangnya merasa bangga dan lebih kuat. Meminjam kata-kata Winston Churchill, “There is something about the outside of a horse that is good for the inside of a man.” Sesuatu itu mungkin pula hanya dimengerti oleh yang merasakan—sebuah ikatan batin, sebuah tautan kimiawi, antara manusia dan hewan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Aura yang diuarkan oleh hewan berkaki empat ini sanggup memikat para penyair untuk menggoreskan penanya, mendesak-desak para pelukis untuk menuangkan imajinasinya ke atas kanvas, dan sinematograf melukisnya di layar film. Raden Saleh menghidupkan kuda di kanvasnya. Dan sutradara Steven Spielberg tak sanggup untuk tidak berkisah tentang seekor kuda yang kembali kepada pecintanya setelah sekian lama bergulat dalam berbagai peperangan.

Kuda yang kembali, barangkali, memiliki ikatan kimiawi yang merekatkannya dengan sang pecinta—mereka yang menyerahkan sebagian, bahkan mungkin seluruh, hidupnya untuk hewan ini. Dalam derap larinya, kuda-kuda seolah menebarkan spirit kebebasan, pencarian, dan keengganan untuk mudah menyerah.

Namun kuda bukanlah representasi keperkasaan semata. Di tubuhnya yang perkasa tersimpan keindahan dan keanggunan—sebagai sisi lain dari tubuh perkasa yang sama. Lihatlah ketika ia berderap perlahan, berpaling, melambaikan ekornya, mengangkat kaki jenjangnya. Tak ubahnya yin dan yang di dalam satu tubuh dan jiwa.

Kuda menawarkan pula persahabatan bagi yang berkehendak. Inilah barangkali yang membuat para pecinta kuda merasa hewan-hewan ini sebagai sahabat tempat berbagi kepedihan—pecinta lain mungkin memiliki ikatan dengan kucing, anjing, burung, juga ikan. Namun kuda memiliki kekhasan tersendiri. Kuda, mungkin pula, sebuah proyeksi dari impian para pencinta tentang diri mereka sendiri: kuat, perkasa, sekaligus indah dan anggun.

Dalam sejarah manusia, kuda begitu memikat karena kesanggupannya untuk memberikan pada manusia pelarian dari eksistensinya yang mudah sirna. Angin surgawi berembus di antara telinga-telinga kuda, demikianlah pepatah Arab. ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler