x

Iklan

SUHARDI DUKA

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

NU dan Islam Nusantara

Tentang Islam Nusantara

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Al-Qur'an dan hadits akan tetap terjaga keasliannya, karena Tuhan sendiri yang menjaga wahyu dan warisan Nabi Muhammad SAW. Itu kepada umatnya sebagai petunjuk dan pegagangan Bagi orang-orang yang berpikir.

Namun kita juga menyadari bahwa Allah SWT menciptakan manusia dalam banyak ragam. Baik warna kulit, bentuk dan rupa. Serta kebiasaan bersuku-suku agar kita saling mengenal antara satu dengan yang lain.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Keberagaman etnik dan budaya nusantara juga dirasakan sangat kental di Indonesia. Sebatas misal, saya sendiri mengaji dengan menggunakan metode Baghdadiyah disertai langgam lokalitas; yaitu dengan ejaan Alif riase'na A. Alif riawana I. Alif dapanna U. 

Saya tidak menggunakan alif atas, alif bawah dan alif depan sebagaimana model sajian metode iqra seperti zaman sekarang. 

Saya belajar membaca al-Qur'an benar-benar lebih etnik dan sarat dengan kekentalan budaya. Seperti halnya saat memulai mengaji, saya membawa gula merah dan beras ketan serta telur. Agar lancar serta fasih membaca al-Quran kelak; demikian filosofi yang dikandungnya.

Setelah telah sampai pada bacaan Surah Al Fatihah, kita menyembelih ayam. Pesannya sama, agar lancar. Demikian juga bila telah sampai pada bacaan Surah Al Alaq atau sering disebut Iqra'. Itu pertanda bahwa kita akan menyembelih ayam lagi. Saat telah sampai pada bacaan juz demi juz (baca: Quran besar), apalagi jika telah berada pada bacaan juz kedua ( Sayaqulussufahaa ...), ayam kembali akan disembeli.

***

Tradisi Islam di Nusantara sesungguhnya sangat kaya. Termasuk adat perkawinan juga sangat kental dengan rekayasa kultur lokal. Ajaibnya, sebab subtansi  perkawinan tetap sesuai hukum Islam. Ada imam, saksi dan wali serta ada akad/ijab Kabul. 

Lebih ajaib lagi, walaupun kita kaya dengan  etnik dan budaya, tapi cara sholat, puasa, haji tidak  pernah berubah di seluruh antero nusantara dan umat  Islam dunia.

Selanjutnya bagaimana dengan Muhammad Yaser Arafat, dosen Universitas Islam Negeri Sunan kalijaga Yogyakarta saat melantunkan Surah An-Najm ayat 1-15 di Istana negara di tengah perayaan isra' mi'raj dengan menggunakan langgam jawa? Apalagi karena setelah peristiwa itu, diskusi menjadi hangat dengan ragam hujjah yang begitu padat. Pertanyaannya, apakah membaca al-Quran dengan langgam Jawa tidak menyalahi atau tidak menyimpang karena Quran turun di arab maka langgamnya pun harus langgam Arab?

Di kalangan Nahdatul Ulama (NU) terlihat sikap menyokong qiraah langgam jawa. Bahkan langgam lokal nusantara dan menjadi "qiraah Nusantara". Dari keterangan para Jami al Qurra wal hufadz para pembaca dan penghafal Al Quran Nahdatul Ulama, malah memutuskan jenis tilawah dengan langgam jawa atau langgam lokal adalah shahih, asal kan tak menyalahi hukum Al-Quran dan kaedah tajwid. 

Selama ini kiblat Islam Arab justru memunculkan pendapat yang lebih radikal dan ingin menjadi hegemoni wahabi. Islam Indonesia memang tidak dibuat khusus dalam teks Al Quran. Akan tetapi pemahaman Islam yang lebih bernuansa kenusantaraan perlu diperkenalkan dan dijaga sebagai model Islam yang lebih moderat dan toleran.

Bukti paling sahih adalah ritual halal bi halal yang sesungguhnya merupakan tradisi yang berkembang di Indonesia saja. Sebab usai idul fitri, halal bi halal merupakan wadah untuk saling bersilaturrahmi dan saling memaafkan antat sesama. Inilah kultur yang tidak ada di Arab namun sangat padat dengan esensi fitrah.

Pemaksaan budaya Arab dengan label Islam sejauh ini merupakan cara kelompok wahabi serta gerakan trans nasional lainnya yang ingin menguasai dunia Islam. Untuk itu, NU perlu mendorong terus kultur Islam Indonesia yang lebih syar'i, toleran dan sejuk serta dapat mengikuti setiap kemajuan dan kedamaian.

Olehnya itu, saatnya Islam keluar dari label kekerasan teroris dan jihad yang bermakna perang. Sebab jihad semestinya lebih dimaknai sebagai perjuangan untuk meretas problem kemiskinan dan keterbelakangan baik dari sisi sains dan ekonomi. Wallahu a'lam. 

Ikuti tulisan menarik SUHARDI DUKA lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler