x

Elanto Wijoyono memalangkan sepedanya ditengah jalan saat memberhentikan laju konvoi motor gede (moge) di perempatan Condong Catur, Yogyakarta, 15 Agustus 2015. youtube.com

Iklan

Mukhotib MD

Pekerja sosial, jurnalis, fasilitator pendidikan kritis
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Nasionalisme: Google, Moge, Bulutangkis dan Lomba Bakiak

Denyut nasionalisme begitu terasa, di tengah berbagai persolan bangsa. Mulai dari penghormatan, ada ketidaksenangan, dan kebanggaan. Semuanya menampak.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pukul 23.00 WIB, Paduan Suara Remaja Dusun Sandon, Madyocondro Secang, Magelang, di bawah asuhan Bukit Tidar, masih mengalunkan lagu bertajuk Kebyar Kebyar yang ditenarkan Gombloh. Warga dusun yang duduk di pelataran rumah salah satu penduduk turut pula menyanyi. Tentu saja ketika sampai pada syair yang mereka hafal.

Itu sebagian gelora nasionalisme di tingkat dusun. Sebelumnya, semua warga melakukan jalan sehat dan berbagai lomba yang diikuti anak-anak remaja, dan orangtua. Sebuah keterpaduan yang jarang bisa terjadi, dalam kegiatan pengajian umum sekali pun.

Penghormatan ditunjukkan google Indonesia yang memasang gambar patung proklamator. Huruf google pun diubah menjadi setengah huruf bagian atas merah, dan bagian bawah putih. Sebuah penghormatan yang diberikan perusahaan raksasa dunia itu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sejak dua hari sebelumnya, 15 Agustus, warga Yogyakarta, dan wilayah penyangga sekitarnya, Magelang, Purworejo, Klaten, dikejutkan raungan sirine polisi yang mengawal motor-motor gede (moge) yang hendak melakukan perhelatan di Yogyakarta. Dengar-dengar, empat ribuan moge masuk ke Yogyakarta. Banyak protes muncul, dan memang selalu berulang-ulang akan muncul terjadap kelompok ini. Pelabelan pun bermunculan, mulai dari arogan, ugal-ugalan, dan membahayakan pengguna jalan yang lain.

Sebuah akun twitter @kabartersiar mencuit, kelompok moge bicara tentang kelas, memang yang tak punya duit tak memiliki hak. Cuitan ketidaksukaan pun banyak terlontar di lini masa dari bernagai akun.

Tapi sudah lah. Biarkan saja noktah menjelang kemerdekaan itu melukai warga pengguna jalan. Tak perlu sampai merusak kebahagiaan negeri ini di usianya yang ke-70. Toh masih ada pasangan ganda putra bulutangkis Hendra/Ahsan yang memberikan kegembiraan kepada warga bangsa ini. Mereka merebut gelar Juara Dunia 2015 dengan menaklukan pasangan Cina Liu Xiaolong/Qiu Zihan, langsung dua set 21-17, 21-14.

Bagi saya, ada kebanggaan luar biasa pula. Pada hari yang sama, ketika Ahsan/Hendra menyabet juara dunia, saya mempersembahkan kejuaraan kepada anak-anak dan istri saya dengan menyabet Juara II Balap Bakiak. Hadiahnya sangat membuat hari ini bergembira pula, dua gelas cantik berwarna putih. Ini kado yang bisa kuberikan untuk negeriku tercinta. Negeri yang telah memberikan hidup dan penghidupan.

Hatiku pun turut mengeja baris syair lagu Gombloh, penyanyi asal Jombang:

Denganmu ...

 

Indonesia ...

Merah Darahku, Putih Tulangku

Bersatu Dalam Semangatmu

 

Indonesia ...

Debar Jantungku, Getar Nadiku

Berbaur Dalam Angan-anganmu

 

Kebyar-kebyar, Pelangi Jingga

Ikuti tulisan menarik Mukhotib MD lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler