x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Memasak, Berlatih Menguasai Diri

Berhasil itu bukanlah menaklukkan orang lain, tapi menguasai diri sendiri. Begitu pun halnya dengan memasak.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Menonton lomba memasak di televisi memang mengasyikkan. Walaupun yang kita tonton adalah cuplikan-cuplikan dari keseluruhan proses memasak, ketegangannya tidak surut. Komentar para juri pun, walaupun ringkas, selalu ditunggu: ada yang memuji, tak kurang yang berkomentar pedas.

Dibandingkan hasil akhirnya, yakni ketika hasil masakan disajikan di hadapan juri, proses memasak bagi saya lebih menarik. Di ruang besar itulah, seluruh kontestan berlomba membuat masakan yang paling lezat untuk disantap maupun paling indah untuk dilihat. Penataan hidangan merupakan faktor tak kalah penting dibandingkan cita rasa masakan.

Pertarungan di dapur besar itu memperlihatkan bagaimana siasat masing-masing peserta menghadapi tantangan memasak selama 60 atau 90 menit. Kita dapat menyaksikan rupa-rupa reaksi peserta terhadap tekanan waktu. Ada yang dengan tenang menyiapkan bahan, ada yang memasak tanpa senyum, ada yang panik karena masakan gosong, dan ada pula yang tengok kiri-kanan karena ingin tahu sudah sampai mana proses memasak peserta lainnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Saya memperoleh sekurang-kurangnya dua pelajaran berharga dari menonton acara ini.

Pertama, passion. Dalam setiap episode kompetisi, apakah itu meniru masakan seorang chef, membuat masakah baru (invention), ataupun pressure test, pemenangnya adalah peserta yang memasak dengan hati. Di saat memasak, sejak mempersiapkan bahan dan meracik bumbu, hingga mengolahnya menjadi hidangan yang siap dinikmati, ia melakukannya dengan suka cita. Pendeknya, cooking with passion.

Sebaliknya, mereka yang sejak awal sudah kesal, umpamanya karena mendapat tantangan yang tidak mereka sukai, biasanya tidak jadi pemenang pada episode tersebut. Masakannya kurang lezat, penataannya pun kurang menarik. Apa yang dirasakan dalam hati terungkap dalam makanan yang disajikan.

Rasa-rasanya hal serupa berlaku untuk urusan lain. Kehadiran passion di saat kita mengerjakan sesuatu, apakah itu pekerjaan kantor, hobi, atau pun dalam konteks aksi sosial, akan membuat hasil akhir dari upaya tersebut diapresiasi orang lain dengan sangat baik. Akan terlihat betul apakah pekerjaan tertentu digarap dengan hati atau sembari ngedumel.

Pelajaran kedua yang saya dapat ialah bahwa dalam mengerjakan apapun, lawan utama kita adalah diri sendiri. Mengamati perilaku peserta lomba memasak sungguh menarik. Ada peserta yang sangat sering memulai memasak dengan rasa panik. Terkesan, bawaannya ‘gemper’. Ada pula yang kerap menengok kiri-kanan, depan-belakang, ingin tahu sudah sejauh mana kemajuan peserta lain.

Ada peserta yang dipuji juri sebagai memiliki bakat yang bagus, tapi kinerjanya naik-turun. Terkadang masakannya enak, lain kali tanpa rasa.

Pada akhirnya, dalam setiap episode kompetisiterlihat bahwa peserta yang sanggup mengatur diri dengan baik akan keluar sebagai pemenang game tersebut. Artinya, lawan utama dari setiap peserta sebenarnya bukan peserta lain, tetapi dirinya sendiri. Tantangan yang harus diatasi masing-masing peserta ialah apakah ia sanggup mengelola emosinya, apakah ia mampu mengelola waktunya, dan apakah ia memasak dengan hati.

Alhasil, di samping passion, kemampuan mengalahkan diri sendiri tampak sangat menunjang kesuksesan peserta kontes memasak. Dalam hemat saya, dua pelajaran berharga itu juga bisa diterapkan di lapangan yang lain.  (sumber foto: tempo.co) ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu