x

Beberapa tukang ojek menunggu penumpang, di depan Stasiun Palmerah. Sering kali terjadi kemacetan saat para tukang ojek ini, berebut untuk mendapatkan penumpang. Jakarta, 8 Mei 2015. M IQBAL ICHSAN/ TEMPO

Iklan

Erwin Rahmandita

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Cerita Singkat Tukang Parkir Stasiun Palmerah

Pradipta, pria berusia 24 tahun berprofesi sebagai tukang parkir di Stasiun Palmerah, mencari nafkah setiap hari dengan perlindungan uang terima kasih

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Awan kelabu menutupi langit-langit Stasiun Palmerah. Mendung itu pun tidak menjadi masalah untuk Pradipta, 24 tahun, yang sedang bekerja sebagai tukang parkir Stasiun Palmerah. Sembari memberikan tiket parkir dengan ramah, beliau juga mengingatkan pelanggan setia agar tidak ada barang yang tertinggal. Berkerja delapan jam sehari selama enam hari seminggu tidak membuat pria bujangan ini mengeluh. Tidak hanya menjaga motor pelanggan beliau juga memberishkan lingkungan sekitar parkiran agar pelanggan tetap merasa nyaman.

Tiga tahun telah dilaluinya sebagai tukang parkir stasiun, status karyawan outsourcing tidak menghalangi impiannya untuk menabung membiayai pernikahannya kelak. Dari Stasiun Gambir dan Stasiun Kebayoran sudah pernah ia taklukan, hingga kini di tempatkan di Stasiun Palmerah. Selama bekerja di stasiun sebelumnya ia belum pernah mendapati iuran uang terima kasih. Hal ini baru dirasakan saat bekerja di Stasiun Palmerah. Beliau percaya bahwa semua rezeki telah diatur, namun untuk dapat bekerja dengan rasa aman pria kurus kecil dan teman-teman seprofesi haruslah membayar uang terima kasih kepada Rukun Tetangga di Stasiun Palmerah. Uang terima kasih tersebut diklaim sebagai ucapan terima kasih telah diizinkan bekerja dengan aman.

Upah yang diterima Pradipta sesuai dengan upah minimum regional, tetapi tidak cukup untuk membiayai hidup dan menabung apalgi ditambah pula uang terima kasih. Hasil diskusi dengan rekan kerja mereka akhirnya berinisiatif untuk membuka jasa pelayanan penitipan ketopong alias helm. Dari hasil penitipan ketopong lah pradipta dan rekan dapat menutupi iuran membayar uang terima kasih setiap bulannya. Ketika ada lebih dari hasil jasa penitipan ketopong, digunakan untuk membeli rokok dan kopi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pradipta ingin meminta kelak fasilitas serta layanan yang diberikan dapat ditingkatkan, tanpa adanya potongan pendapatan. Diperlukannya rasa aman dalam bekerja merupakan jaminan efisiensi bekerja menurutnya. Semoga saja perusahaan yang memperkerjakan para tukang parkir stasiun dapat berpikir jernih tentang apa yang terjadi dilapangan.

Ikuti tulisan menarik Erwin Rahmandita lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler