Jam masih menunjukkan pukul sepuluh pagi. Matahari juga belum bersinar terik. Beberapa keluarga terlihat sedang bersantai menikmati keindahan taman. Sementara itu beberapa pasang muda-mudi pun terlihat sedang asyik bercengkerama di bangku-bangku yang ada di pinggir taman, mereka asyik membagi cerita, derai tawa mereka terdengar riuh rendah. Di tengah taman, terlihat beberapa remaja berpakaian serba hitam – yang merupakan dress code mereka pagi itu - sedang asyik memotret dan dipotret. Gambaran ini lah yang saya tangkap ketika menjejakkan kaki di taman Ayodya, Minggu kemarin.
Taman Ayodya menjadi satu dari ruang terbuka hijau yang ada di Jakarta, berdiri di tanah seluas 7.500 meter persegi disebuah lahan bekas pertokoan bunga dan pasar ikan hias Barito. Sesuai UU NO 26 tahun 2007 tentang RTH (Ruang Terbuka Hijau), ruang terbuka hijau terdiri dari ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat, proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20 (dua puluh) persen dari luas wilayah kota. Untuk sebagian warga Jakarta, taman ini menjadi salah satu pilihan – selain mal - untuk meluangkan waktu libur bersama keluarga, seperti salah satu keluarga yang rela jauh-jauh datang dari Pasar Minggu, untuk sekedar menikmati udara sejuk di taman yang berlokasi di Jalan Barito, Kramat Pela, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan ini. “Saya biasa mengajak keluarga untuk menikmati taman-taman yang ada di Jakarta, seperti taman Suropati, taman Menteng, dan juga taman Ayodya ini,” tutur Yudi, 35 tahun, yang Minggu pagi itu datang bersama dengan Istri dan dua anaknya. Mereka asyik berfoto di lokasi yang menurut mereka bagus sebagai spot foto.
Hal senada juga diungkapkan oleh Agnes, 32 tahun, yang tinggal tidak jauh dari lokasi taman Ayodya. “Saya biasa datang kesini setelah selesai gereja disitu mbak” tuturnya seraya menunjuk Gereja yang berada persis di belakang tempat kami duduk. Pagi itu Agnes datang bersama putrinya, yang berusia tiga tahun. Mereka asyik menyantap bekal yang sengaja di bawa dari rumah, “Biasanya sih jarang bawa bekal, beli saja di pedagang-pedagang sekitar sini, tapi sekarang sudah sepi, tidak ada yang dagang, jadi ya bawa saja dari rumah,” cerita Agnes. Ia menambahkan, lebih senang pergi ke tempat terbuka seperti taman Ayodya ini, dari pada harus mengajak sang putri ke Mal. “Kalau kesini kan murah meriah. Paling tidak bisa bawa bekal sendiri dari rumah. Bandingkan jika harus ke Mal, main di arena bermain anak saja, paling tidak harus merogoh kocek seratus ribu, belum lagi untuk beli makan dan minum,” Lina menjelaskan.
Sementara itu, tidak jauh dari tempat kami duduk, sekelompok remaja sedang sibuk melakukan sesi pemotretan. Beberapa remaja putri menjadi model, mereka melakukan berbagai macam pose. Bagi sekelompok remaja itu, taman Ayodya menjadi lokasi pilihan mereka untuk melakukan meet up. Mereka datang dari komunitas yang berbeda-beda, tetapi sengaja berkumpul karena kesamaan minat yaitu fotografi. Saya menemui dua orang diantaranya. Satu dari dua remaja tersebut bernama Arman, 20 tahun “Saya asalnya dari Semarang, sengaja kesini karena tau dari sosial media,” tuturnya, sementara remaja pria satunya juga tak mau kalah untuk memperkenalkan diri, “Saya Rio mba, dari Jakarta, saya tadinya gak kenal dengan Arman. Baru ketemu tadi di sini,”.
Taman Ayodya menjadi tempat berkumpul untuk banyak alasan yang berbeda, dari sekedar menikmati udara sejuk, menikmati pemandangan, bercengkerama bersama keluarga, hingga untuk menyalurkan hobi seperti yang dilakukan sekelompok remaja tersebut. Sementara untuk saya taman Ayodya menjadi tempat menemukan inspirasi.
Ikuti tulisan menarik Desy Indira lainnya di sini.
