x

Suasana taman Ayodya, Kebayoran Baru, pada hari Minggu pagi 23 Agustus 2015.

Iklan

Retty

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Ikan, Perekat Masa Lalu Taman Ayodya

Suasana pagi yang damai dan menyenangkan pada Minggu, 23 Agustus 2015 di Taman Ayodya kontras dengan suasana di awal pembangunan taman itu tahun 2008.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Suara riang anak-anak terdengar di seberang danau buatan di Taman Ayodya, Kebayoran Baru. Tawa canda anak-anak ini menambah cerah suasana Minggu pagi itu. Di salah satu pojok Taman terlihat sekelompok muda-mudi dari sebuah komunitas pencinta fotografi sedang mengambil foto bersama menggunakan drone, kamera yang diterbangkan dengan pesawat mini untuk mengambil foto dari udara.

Suasana pagi yang damai dan menyenangkan pada Minggu, 23 Agustus 2015 itu kontras dengan suasana di bulan Januari 2008 ketika awal pembangunan taman ini dimulai dengan penggusuran kios pedagang ikan hias dan bunga yang saat itu menolak dipindahkan.

Para pedagang ikan hias dan bunga itu sudah puluhan tahun berjualan di daerah Blok B, Kebayoran Baru. Lokasi yang berada di antara Mayestik dan Blok M ini menjadi tempat strategis bagi para pedagang untuk menjajakan dagangannya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di dekat lokasi itu juga ada beberapa sekolah. Seringkali anak-anak sekolah mampir di toko ikan hias sekedar untuk melihat-lihat berbagai jenis ikan hias yang dijual. Tidak jarang pula tampak keluarga muda datang sambil membawa anaknya untuk membeli ikan.

Ketika Pemerintah DKI, yang saat itu dipimpin oleh Gubernur Fauzi Bowo, berencana untuk menggusur lokasi perdagangan itu dan menjadikannya taman kota, bukan hanya pedagang yang protes. Konsumen mereka juga protes dan menyayangkan tindakan pemerintah.

Aris, 48 tahun, seorang pengunjung Taman Ayodya di Minggu pagi itu berkisah bahwa awal kedatangannya dulu ke Taman Ayodya adalah karena ingin melihat taman yang ramai diberitakan di harian dan di televisi akibat masalah penggusuran tersebut. "Ramai diliput media cetak dan televisi. Jadi ingin tahu seperti apa tamannya."

Beberapa pedagang mulai berdagang di sana sejak tahun 1969 setelah dipindahkan ke sana oleh Gubernur Ali Sadikin, gubernur DKI saat itu. Lokasi ini kemudian berkembang dan akhirnya terkenal sebagai lokasi penjualan ikan di daerah Kebayoran. Boleh dikata, pada waktu penggusuran, Pasar ikan hias Barito adalah tempat ke dua yang dikenal setelah Pasar ikan hias di jalan Kartini, Jakarta Pusat. Tempat ini juga merupakan sentra penjualan bunga yang cukup besar.

Protes masih terus berlanjut karena setelah pembangunan Taman Ayodya dan diresmikan oleh Gubernur Fauzi Bowo pada tanggal 15 Maret 2009, tempat tersebut lebih sering terlihat remang-remang cenderung gelap, dan terkenal sebagai tempat pertemuan para kekasih. Enam tahun berlalu, Taman Ayodya kini menjadi salah satu oase di Kebayoran.

Pagi itu Aris menemani anaknya Wildan yang masih TK dan keponakannya Faisal yang baru duduk di kelas 1 SD untuk bermain di Taman Ayodya yang luasnya sekitar 7.500 meter persegi.

“Anak-anak sangat tertarik bermain dengan ikan di danau ini. Begitu tertariknya hingga mereka lebih berminat bermain di sini daripada melihat pameran anjing di sebelah,” jelas Aris sambil mengawasi anak-anak yang diajaknya.

Ia tampak waspada memperhatikan lokasi bermain anak-anak tersebut karena menurutnya beberapa lokasi agak licin karena lumut dan bentuknya agak curam.

Pagi itu memang kolam sebesar 1.500 meter persegi yang menjadi danau mini di tengah taman, tampak hijau karena lumut. Sejak lebaran di bulan Juli 2015, air mancur Taman sudah rusak dan belum diperbaiki.

Dena, seorang ibu muda yang tinggal di daerah Cipulir menyayangkan kerusakan mesin air mancur yang tidak segera diperbaiki. Pagi itu, Dena membawa anak-anak dan keponakan-keponakannya untuk bermain di sana. Karena tidak ada air mancur, maka ikan-ikan juga tidak sebanyak dahulu. Biasanya ramai karena banyak anak yang memberi makan ikan. Hari itu anak-anak Dena memilih bermain luncuran menggunakan tepian tangga Taman. Dengan kreatif mereka membuat alternatif kegiatan karena ikan-ikan besar tidak muncul. "Mungkin kekurangan oksigen," jelas Dena.

Faisal dan Wildan tampaknya tidak terlalu perduli dengan ikan besar, karena mereka sibuk memberi makan ikan-ikan kecil. Tidak lama, mereka segera bermain bersama sekelompok anak lain yang datang membawa gelas bekas aqua. Mereka mencoba menampung ikan-ikan kecil yang bisa tertangkap. Walau sebelumnya tidak saling kenal, mereka dengan cepat akrab dan bermain bersama.

Anak-anak itu adalah anak-anak yang tinggal dan bersekolah di sekitar tempat itu. Terkadang mereka mampir sepulang sekolah, tetapi lebih sering mereka bermain ke Taman Ayodya pada hari Sabtu atau Minggu pagi. Ikan tampaknya memang merupakan pelekat anak-anak pada lokasi ini. Kalau dahulu karena pasar ikan hias, maka kini karena ikan-ikan di danau buatan itu.

Di salah satu pojok taman terlihat seorang gadis yang sedang asyik membaca. Di pojok yang lain ada anak yang sedang berjalan-jalan bersama ayah dan ibunya. Rupanya selama enam tahun setelah penataan kembali taman kota ini, masyarakat mulai merasakan manfaatnya.

Mungkin kita perlu melihat penggusuran dari kacamata berbeda, dari manfaat jangka panjang yang bisa diperoleh kemudian. Semoga pemerintah bisa menjaga dan merawat Taman Ayodya sehingga fungsi yang ingin ditawarkan ke masyarakat bisa tercapai.

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Retty lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB