x

Iklan

Kadir Ruslan

Civil Servant. Area of expertise: statistics and econometrics. Interested in socio-economic issues. kadirsst@gmail.com.
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Kemakmuran Bukan Melulu Soal Materi

Dimensi kemakmuran lebih luas dari sekadar akumulasi kekayaan materi. Ia juga mencakup dimensi non-materi.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kemakmuran ternyata bukan melulu soal seberapa banyak materi atau kekayaan yang dikumpulkan suatu negara. Kekayaan memang merupakan salah satu faktor penentu utama kemakmuran, tapi bukan segalanya. Dimensi kemakmuran lebih luas dari sekadar akumulasi kekayaan materi. Ia juga mencakup dimensi non-materi, seperti kegembiraan hidup dan prospek untuk membangun hidup yang lebih baik di masa datang.

Kerena itu, pandangan bahwa kemakmuran merupakan kata lain dari kesuksesan finansial atau kelimpahan materi adalah sebuah kekeliruan. Makanya, sejalan dengan hal tersebut, pengukuran kemakmuran yang hanya didasarkan pada indikator-indikator makro ekonomi seperti pendapatan suatu negara yang acap kali diwakili oleh Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita juga kurang memadai dan bakal menghasilkan kesimpulan yang bias tentang kemakmuran suatu negera.

Menyadari hal tersebut, Legatum Institute, sebuah lembaga think-tank yang berkedudukan di London, mencoba membangun sebuah indikator yang diupayakan mampu mengukur sebaik mungkin kemakmuran suatu negara secara multidimensi. Indikator tersebut tidak hanya didasarkan pada pendapatan, tapi juga sejumlah demensi kualitatif yang merepresentasikan kesejahteraan (well-being).

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Indikator yang dikembangkan oleh Legatum Institute tersebut dikenal sebagai Legatum Prosperity Index yang diluncurkan setiap tahun sejak 2009. Indeks tersebut merupakan indeks komposit yang mencakup 89 variabel mulai dari variabel klasik seperti PDB per kapita dan jumlah penduduk yang bekerja penuh waktu hingga jumlah server internat aman yang dimiliki suatu negara dan kenyamanan warganya.

Variabel-variabel tersebut kemudian dipilah ke dalam delapan sub-indeks yang mencakup ekonomi, kesempatan dan kewirausahaan, tata kelola pemerintahan, pendidikan, kesehatan, keselamatan dan keamanan, kebebasan individu, dan modal sosial.

Belum lama ini, Legatum Institute telah meluncurkan Legatum Prosperity Index 2015. Hasil perhitungan yang melibatkan 142 negara pada tahun ini menunjukkan bahwa posisi lima negara termakmur sejagat berturut-turut ditempati oleh Norwegia, Swiss, Denmark, Selandia Baru, dan Swedia.

Secara umum, negara-negara di kawasan Eropa mendominasi kelompok 30 negara dengan indeks kemakmuran tertinggi. Meski demikian, sejumlah negara di kawasan Asia mampu menempatkan diri dalam jajaran 30 negara termakmur tersebut, yakni Singapura yang berada pada peringkat 17, Jepang (19), Hongkong (20), Taiwan (21), dan Uni Emirat Arab (30).

Lalu bagaimana dengan capaian Indonesia? Hasil perhitungan memperlihatkan Indonesia berada pada peringkat 69 dan termasuk dalam kelompok 40 negara di dunia dengan kategori kemakmuran menengah-atas (upper-medium).

Meski tidak termasuk dalam kelompok negara dengan tingkat kemakmuran tinggi di dunia, Indonesia merupakan salah satu negara dengan capaian terbaik dalam menggenjot tingkat kemakmuran warganya. Dalam laporannya, Legatum Institute menyebutkan bahwa Indonesia berhasil meloncat 21 peringkat dalam tujuh tahun terakhir.

Capaian membanggakan tersebut antara lain ditunjang oleh perkembangan kondisi perekonomian nasional yang mengesankan dan keberhasilan dalam mendorong kewirausahaan dalam tujuh tahun terakhir. Indonesia berhasil melompat 23 peringkat untuk sub-indeks ekonomi dan 14 peringkat untuk sub-indeks kesempatan dan kewirausahaan.

Sejumlah capaian Indonesia yang juga disoroti Lagatum Institute adalah keberhasilan dalam menurunkan biaya memulai usaha dari 26 persen menjadi 21,1 persen terhadap pendapatan nasional bruto per kapita, peningkatan akses masyarakat terhadap jaringan internet yang tercermin dari peningkatan jumlah server internet aman sebesar 5,3 persen, dan lonjakan proporsi penduduk yang menyatakan puas terhadap standar hidupnya dari 63 persen menjadi 71 persen.

Namun, bukan berarti sejumlah capaian tersebut lantas membuat Indonesia cepat berpuas diri. Pasalnya, laporan Legatum Institute juga memperilhatkan bahwa peringkat indeks kemakmuran Indonesia relatif tetinggal dibandingkan dengan sejumlah negara tetangga di kawasan ASEAN. Selain tertinggal jauh dari Singapura, dalam soal kemakmuran, Indonesia juga berada di belakang Malaysia yang menempati peringkat 44, Thailand (48), dan Vietnam (55).

Karena itu, Indonesia harus terus berupaya memacu peningkatan kemakmuran warganya dengan berfokus pada variabel-variabel yang tercakup dalam perhitungan indeks kemakmuran.

Meski peringkat Indonesia untuk sub-indeks ekonomi sudah cukup memuaskan dengan menempati peringkat 39, pertumbuhan ekonomi harus terus digenjot dengan mendorong investasi. Dengan cara ini lapangan kerja akan tercipta dan pendapatan masyarakat dapat ditingkatkan.

Faktanya, hingga triwulan III 2015, pertumbuhan ekonomi nasional hanya sebesar 4,73 persen terhadap triwulan yang sama tahun lalu. Perlambatan ekonomi yang terus berlanjut tentu bakal menggerus standar hidup masyarakat, yang antara lain tercermin dari peningkatan jumlah penduduk miskin dan tingkat pengangguran.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan bahwa jumlah penduduk miskin pada Maret 2015 mencapai 28,59 juta orang atau bertambah sebanyak 0,86 juta orang dibanding September 2014. Sementara itu, angka pengangguran terbuka mencapai 7,56 juta orang pada Agustus 2015 atau mengalami peningkatan sebanyak 320 ribu orang dibanding Agustus 2014.

Capaian Indonesia juga cukup memuaskan untuk sub-indeks modal sosial. Ini memberi konfirmasi bahwa kohesi sosial dan hubungan kekeluargaan masih relatif kuat pada masyarakat Indonesia. Namun patut dicamkan, kesenjangan ekonomi yang saat ini semakin melebar merupakan ancaman serius yang dapat memperlemah kohesi sosial tersebut.

Diketahui, pada 2014, rasio gini—indikator yang mengukur ketimpangan distribusi pendapatan—telah mencapai 0,41 atau telah memasuki skala medium. Karena itu, di samping memacu pertumbuhan ekonomi, pada saat bersamaan pemerintah juga harus mewujudkan pemerataan.

Peningkatan juga harus diupayakan pada sub-indeks lain yang capaiannya belum memuaskan. Legatum Institute melaporkan, peringkat Indonesia untuk sub-indeks kerwirausahaan dan kesempatan adalah 90, tata kelola pemerintahan 78, pendidikan 78, kesehatan 93, keselamatan dan keamanan 70, dan kebebasan individu 123.

Angka-angka tersebut sejatinya menunjukkan bahwa tingginya kasus korupsi yang melibatkan aparat pemerintah dan birokrasi yang tidak efisien, rendahnya kualitas pendidikan, buruknya infrastruktur kesehatan di banyak wilayah di tanah air, kesulitan dalam berwirausaha, meningkatnya tingkat kriminalitas dan kasus kekerasan terhadap kelompok minoritas yang terjadi belakangan ini merupakan sederet  tantangan yang harus segera dibereskan oleh Indonesia.

Karena itu, upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk menigkatkan kemakmuran masyarakat Indonesia selain meningkatkan kinerja pembangunan ekonomi antara lain adalah pemberantasan korupsi melalui penegakkan hukum yang tegas dan reformasi birokrasi, peningkatan akses dan mutu pendidikan, penyediaan infrastruktur kesehatan yang memadai utamanya di daerah terpencil, meningkatkan kemudahan berwirausaha, mewujudkan keamanan nasional dan keselamatan individu, serta memperkuat toleransi sosial utamanya terhadap kelompok minoritas.

Tanpa upaya-upaya tersebut, kemakmuran bakal jauh dari jangkauan. (*)

Ikuti tulisan menarik Kadir Ruslan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler