x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Menghidupkan Kisah Lebih Hidup

Peristiwa bersejarah menjadi lebih hidup di tangan para penulis fiksi.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

"The power of historical fiction for bad and for good can be immense in shaping consciousness of the past."
--Antony Beevor (Sejarawan, 1946-...)

 

Semangat hidup menjadi energi luar biasa hingga pelukis Vincent van Gogh sanggup berjalan kaki sejauh 170 kilometer. Tak ada uang sepeserpun di sakunya. Perjalanan jauh ini memakan habis sol sepatu satu-satunya, menumbuhlebatkan jambangnya, memeras lemak tubuhnya, dan memalingkan muka orang-orang yang berpapasan dengannya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam Life for Lust, penulis Irving Stone berhasil memperlihatkan sudut pandang van Gogh bahwa tindakan yang ia lakukan adalah lumrah belaka, biarpun orang lain melihatnya sebagai keanehan. Dengan tekun, lewat deskripsi yang detail, percakapan yang imajinatif, Stone mengajak kita menyusuri perjalanan panjang menuju kegilaan yang ditempuh van Gogh melalui sekian penolakan, penghinaan, nestapa, dan salah pengertian yang dialami pelukis ini.

Melalui studinya yang mendalam atas surat-surat pribadi van Gogh dan adiknya, Theo, menyingkapkan kehidupan luar biasa pelukis ini sejak sebagai pelukis pemula hingga meninggal dalam kegilaan. Theo bukan hanya memainkan peran sebagai penyokong keuangan, tapi juga penopang emosionalitas kakaknya.  Kematian Vincent di usia 37 tahun (1853-1890) tak sanggup mempertahankan hidup Theo, yang menyusul 6 bulan kemudian. “Dan dalam kematian, mereka tidak terpisahkan.”

Kendati berbasis riset mendalam, dan Stone mengunjungi tempat-tempat yang pernah disinggahi oleh Vincent van Gogh, seperti Antwerp di Belgia dan Paris, namun ia tidak bermaksud menulis ‘biografi murni’. Stone menulis kisah hidup pelukis keturunan Belanda ini sebagai sebuah novel. Dan ia berhasil memaksa saya untuk membaca Life for Lust dalam tempo sesingkat-singkatnya.

Novel biografi memang selayaknya menawan untuk dibaca—setidaknya ia punya potensi besar untuk itu, dan teramat sayang apabila potensi ini tersia-siakan. Pendekatan fiksi memberi keleluasaan kepada penulisnya untuk menghidupkan hidup orang-orang yang dikisahkan di dalamnya. Stone, sebagai misal, memanfaatkan keleluasaan itu dalam menciptakan dialog-dialog yang bernas, baik antara Vincent dengan dirinya sendiri, maupun dengan kawan-kawan pelukis semasanya, seperti Paul Gauguin.

Lewat pendekatan fiksi, penulis punya keleluasaan untuk menafsirkan peran orang-orang di sekeliling tokoh utamanya, membuat pelukisan deskriptif yang niscaya tidak mudah dikerjakan bila memakai pakem kesejarahan yang ketat. Dengan menciptakan suasana, deskripsi yang detail, tafsir yang berbasis riset (betapapun itu tetap tafsir), membubuhi dengan dialog (yang mungkin tidak persis seperti itu terucapkan), penulis telah menghidupkan biografi tokohnya. Dan tentu saja, juga menghibur pembacanya.

True History of the Kelly Gang merupakan novel historis lain yang mengesankan. Karya Peter Carey tentang sosok legendaris Ned Kelly ini meraih penghargaan Booker Prize dan Commonwealth Writers Prize di tahun yang sama (2001). Ned Kelly tak ubahnya Robinhood yang dihukum gantung di Melbourne pada 1880 dalam usia 25 tahun.

Kendati judulnya memakai frasa ‘true history’, karya ini sesungguhnya novel yang berbasis kisah hidup sesungguhnya Ned Kelly. True History of the Kelly Gang adalah variasi dari kisah Ned Kelly yang terbilang menyita perhatian pembacanya.

Banyak kisah hidup sosok-sosok menawan yang dituangkan melalui pendekatan fiksi. Lust for Life adalah contoh penuturan yang membuat pembacanya enggan melepas karya Irving Stone ini hingga halaman terakhir. Karya Truman Capote, In Cold Blood, boleh dibilang contoh lain yang mampu menahan pembacanya untuk tidak beranjak dari kursi—bukan kisah hidup seperti Vincent van Gogh memang, melainkan kisah pembunuhan empat anggota keluarga Clutter di Holcomb, Kansas, AS. Karya Capote ini detail sebab berbasis riset, namun ia tuturkan sebagai sebuah novel.

Banyak jalan untuk menuturkan kembali kisah hidup seseorang atau suatu peristiwa dalam hidup manusia. Pendekatan fiksi menawarkan keunggulan dalam penceritaan kembali peristiwa dan kisah hidup yang memang benar terjadi, sebagaimana ditunjukkan dengan berhasil oleh Irving Stone, Peter Carey, dan Truman Capote. (foto: peter carey, sumber: open.edu) ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler