x

Iklan

Ricky Vinando

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Setya Novanto Makin Terpojok, Siapkan Serangan Balik ke Jokowi

Sidang Mahkamah Kehormatan Dewan kemarin dengan agenda memeriksa Presiden Direktur PT.Freeport Indonesia, Maroef Sjamsuddin

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sidang Mahkamah Kehormatan Dewan kemarin dengan agenda memeriksa Presiden Direktur PT.Freeport Indonesia, Maroef Sjamsuddin kian memperjelas dan makin menyudutkan posisi Ketua DPR, Setya Novanto yang dilaporkan oleh Menteri ESDM, Sudirman Said ke Mahkmah Kehormatan Dewan karena mencatut nama Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam upayanya untuk memuluskan perpanjangan kontrak karya PT.Freeport Indonesia yang masa kontrak karyanya akan berakhir pada 2021 mendatang.

Dalam pemeriksaan Mahkamah Kehormatan Dewan kemarin hingga tadi pagi pukul: 00:35 menit, Kesaksian-kesaksian yang disampaikan oleh bos Freeport Indonesia tersebut kian menelanjangi peran-peran Setya Novanto dalam rekaman tersebut. Maroef mengakui bahwa rekaman yang diputar oleh Mahkamah Kehormatan Dewan pada Rabu (02/12/2015) malam, adalah rekaman yang memang ia rekam sebagaimana yang pernah disampaikan oleh Menteri ESDM, Sudirman Said yang sudah lebih dulu diperiksa sebagai saksi namun seolah didudukan sebagai seorang yang bersalah alias terdakwa oleh pimpinan dan anggota Mahkamah Kehormatan Dewan yang mulia.

Pengakuan Maroef akan rekaman tersebut kian membuat posisi Ketua DPR, Setya Novanto makin tak jelas, Apalagi saat ini diketahui bahwa Kejaksaan Agung sudah membuka penyelidikan kasus ‘’Papa Minta Saham’’ yang melibatkan Setya Novanto selaku Ketua DPR, Yang mana dalam rekaman berdurasi 1 jam lebih tersebut, Setya Novanto adalah pihak yang paling aktif dalam upayanya meyakinkan bos Freeport Indonesia, Maroef Sjamsuddin, yakni dengan menyebut nama Menteri Korrdinator Politik, Hukum dan Keamanan, Bahkan nama Luhut disebut hingga 66 kali agar bos Freeport tersebut yakin, Namun rupanya dalam pertemuan ketiga, Bos Freeport tersebut mengaku bahwa dia yang berinisiatif merekam percakapan Setya Novanto dan seorang pengusaha, Riza Chalid, Karena menurut Maroef keduanya berbicara tak pantas dan tak etis, Karena membahas persoalan bisnis tanpa mengajak Komisi VII DPR-RI, yang membawahi Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bahkan dalam persidangan kemarin yang berlangsung hingga pagi tadi, pukul: 00:35, Maroef juga menyebut bahwa sudah berupaya dua kali untuk menghentikan pembicaraan Setya Novanto dan Riza Chalid, dan pada upaya kedua tersebutlah, Upaya bos Freeport berhasil menghentikan pembicaraan Setya Novanto dan Riza Chalid, yang menurut bos Freeport dirinya risih mendengar pembicaraan dua orang tersebut. Yang membuatnya risih adalah karena Maroef merasa bahwa bukan dalam kapasitas keduanya untuk membicarakan persoalan bisnis dalam hal perpanjangan kontrak karya Freeport, Terlebih lagi perpanjangan kontrak karya Freeport sedang dibahas bersama pemerintah dan PT.Freeport Indonesia.

Namun, Meskipun demikian tetap ada saja upaya-upaya yang tak pernah padam untuk membela Setya Novanto oleh pimpinan maupun anggota Mahkmah Kehormatan Dewan. Ridwan Bae, Kahar Muzakir dan Adies Kadir dari Fraksi Golkar, yang merupakan fraksi Setya Novanto juga secara bertubi-tubi menyerang Sudirman Said ketika Sudirman memberikan diperiksa sebagai pelapor pada Selasa (02/12/2015), Bahkan Ridwan Bae, yang terus mempertanyakan legalitas sidang terbuka. Ini makin menujukkan bahwa Ridwan Bae yang merupakan orang Setya Novanto ini berpura-pura lupa bahwa, didalam Peraturan DPR No 2/2015, dijelaskan bahwa sidang Mahkamah Kehormatan Dewan dilakukan secara tertutup, kecuali dinyatakan terbuka. Padahal sebelumnya sudah ada kesepakatan bahwa sidang dilakukan secara terbuka.

Begitu pula dengan Kahar Muzakir yang pada pemeriksaan Sudirman Said seolah-oleh menyudutkan habis Sduirman yang seharusnya dihargai, dilindungi dan dihormati, Karena Sudirman hanya berniat untuk memulihkan kembali citra DPR yang sudah terlanjur sangat buruk di mata rakyat Indonesia. Kahar mempersoalkan legalitas rekaman. Persoalan ini sebenarnya sudah jelas, Bahwa beberapa hari sebelum digelarnya persidangan dengan agenda memeriksa Sudirman Said sebagai pelapor pada Selasa (02/12/2015), Bos Freeport Indonesia, Mareof Sjamsuddin sudah menyatakan bahwa dia yang merekam pembicaraan Setya Novanto dan Riza Chalid tersebut tujuannya adalah untuk menghindarkan Mantan Wakil Kepala BIN tersebut terjerat UU Tindak Pidana Korupsi di Luar Negeri yang berlaku di Amerika Serikat.

Dari penjelasan tersebut saja sebenarnya sudah dipahami atau bahkan sangat gampang untuk dipahami oleh orang sekelas Kahar Muzakir, bahwa Maroef harus tunduk terhadap hukum yang berlaku di Amerika Serikat, Karena yang menunjuk Maroef menjadi Presiden Freeport Indonesia bukalah pemerintah Indonesia , Melainkan langsung ditunjuk oleh bos Freeport yang perusahaanya bermarkas di Arizona. Phoenix, Amerika Serikat. Begitupun di Indonesia, Dalam kacamata hukum Indonesia, Penyadapan dan perekaman adalah dua hal yang sama, dan sama-sama diperbolehkan oleh UU dan tidak dilarang oleh UU, Hal tersebut merujuk pada UU No 11/2008 tentan Informasi dan Transaksi Elektronik.

Namun upaya-upaya pembelaan yang secara terang-terangan dipertontonkan oleh anggota Mahkamah Kehormatan Dewan yang berasal dari Koalisi Merah Putih tersebut makin menunjukkan bahwa memang ada upaya nyata mereka untuk menghentikan kasus ‘’Papa Minta Saham’’ yang melibatkan Ketua DPR, Setya Novanto. Upaya itu terlihat sehari sebelum sidang , dimana anggota Mahkamah Kehormatan Dewan dari fraksi Golkar, Ridwan Bae, Kahar Muzakir dan Adies Kadir serta Sufmi Dasco dari Gerindra yang menginginkan agar kasus tersebut ditutup saja oleh Mahkamah Kehormatan Dewan.

Namun upaya pembelaan yang dilakukan oleh loyalis Setya Novanto membuat mereka kalah strategi, Awalnya hampir semua anggota Mahkamah Kehormatan Dewan yang tergabung dalam koalisi Merah Putih menolak jika rekaman tersebut diputar, Namun lewat voting, Akhirnya kalah juga, dan setelah rekaman diputar, Semua rakyat Indonesia tahu betul bahwa Setya Novanto adalah sosok yang tamak. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang sudah sangat geram dengan Novanto. Bahkan JK menyebut bahwa ‘’Ketua DPR sudah hilang’’. Makna yang bisa ditangkap dari ucapan JK tersebut adalah bahwa JK sudah sangat marah besar terhadap koleganya tersebut, Bahkan JK juga menyebut ini adalah skandal terbesar yang pernah terjadi di Indonesia.

Melihat kemarahan Jusuf Kalla dan Presiden Jokowi yang sebelumnya juga mengatakan bahwa ‘’Ora Sudi’’ jual-jual nama saya. Kian membuktikkan bahwa saat ini strategi Jokowi-JK untuk memenangkan pertarungan politik sudah sangat tebaca. Sebelumnya dapat dipahami terjadi pertarungan politik yang sangat amat luar biasa antara Jokowi-JK-Luhut-Sudirman Said melawan Koalisi Merah Putih, Aburizal Bakrie-Prabowo Subianto-KMP yang terlihat jelas memasang tembok yang kokoh untuk melindungi Novanto dari ancaman penggulingan dari kursi Ketua DPR, yang sesungguhnya adalah harga diri bagi Aburizal Bakrie karena sudah gagal melaju pada Pilpres 2014 lalu. Kini pertarungan politik tersebut sudah berhasil dimenangkan oleh Jokowi-JK-Luhut-Sudirman Said. Hal itu tercermin dari Luhut yang, Mengaku siap membuka semuanya jika diperlukan keterangannya sebagai saksi, Ini mengingat nama Luhut paling banyak disebut oleh Setya Novanto dan Riza Chalid, yakni ampai 66 kali penyebutan.

Dan secara etik, Sudah dapat dipastikan bahwa Setya Novanto dapat dijatuhi sanksi sedang atau berat, Karena ini merujuk pada Peraturan DPR No 1/2015, Pasal 15 ayat 2, yang disebutkan bahwa, Apabila anggota Dewan Perwakilan Rakyat sudah melakukan pelanggaran, dan dijatuhakn sanksi ringan, Selanjutnya harus dijatuhkan sanksi sedang atau berat. Dari ketentuan pasal tersebut sudah dapat ditarik kesimpulannya bahwa Mahkamah Kehormatan Dewan harus menjatuhkan sanksi sedang atau berat kepada Setya Novanto karena sebelumnya Novanto sudah dijatuhi sanksi rigan, karena melanggar kode etik, akibat hadirnya Novanto dalam acara politik bakal calon Presiden Amerika Serikat, dari partai Republik, Donald Trump yang juga sempat menghebohkan tanah air Indonesia.

Kemudian merujuk pula pada ketentuan pasal 6 ayat 4 Peraturan DPR No 1/2015 tentang Kode Etik, dijelaskan bahwa setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat dilarang menggunakan jabatannya untuk memudahkan atau mendapatkan keuntungan, Lanjut pasal 2 ayat 1, ditegaskan pula bahwa setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat harus mengutamakan kepentingan bangsa dan negara. Dapat pula disimpulkan dari 2 pasal yang termaktub dalam Peraturan DPR No 1/2015 tentang Kode Etik, Bahwa apa yang dilakukan oleh Novanto tersebut bukan lagi pelanggaran ringan, tapi sudah masuk kategori sedang atau berat, yakni bisa dicopot dari alat kelengkapan dewan atau dicopot dari Alat kelengkapan Dewan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

Melihat pasal-pasal tersebut, Maka jika Mahkmah Kehormatan Dewan ingin benar-benar menegakkan harkat, martabat, wibawa dan keluhuran DPR, Maka Mahkamah Kehormatan Dewan harus bersikap tegas dan berani menjatuhkan sanksi sedan atau berat tersebut kepada Setya Novanto, Karena apa yang dilakukan oleh Novanto memang sangat tidak etis dan sangat tidak pantas, dan Novanto pun disimpukan sudah tak pantas lagi menjadi Ketua DPR, Karena posisi Ketua DPR, Seharusnya dapat berpihak kepada 240 juta rakyat Indonesia, Bukan justru berpihak pada kepentingan sendiri maupun kepentingan kelompoknya.

Namun, Jika Setya Novanto dicopot dari posisinya sebagai Ketua DPR, Maka kemenangan pertarungan politik antara Jokowi-JK-Luhut-Sudirman Said makin nyata. Kini, Novanto makin tersudut pasca kelihaian anggota Mahkamah Kehormatan Dewan yang berasal dari Koalisi Partai-partai Pendukung Pemerintah hingga berhasilnya memutar rekaman tersebut, Yang pada akhirnya berhasil mengungkap semua rasa kecemasan dan ketakutan dari loyalis Novanto yang menjadi bagian dari Mahkamah Kehormatan Dewan, Selasa (02/12/2015). Perlu diketahui, Sebelumnya diketahui bahwa sebagian besar anggota Mahkamah Kehormatan Dewan dari Koalisi Merah Putih sepat menolak keras jika rekaman tersebut diputar.

Namun, Meskipun kemenangan mutlak Jokowi-JK-Luhut-Sudirman Said sudah makin nampak didepan mata, Perlu diwaspadai oleh Jokowi-JK, Karena bukan tidak mungkin Setya Novanto yang dibekingi penuh oleh Riza Chalid memulai impian besarnya yakni untuk menjatuhkan pemerintahan Jokowi-JK, Hal ini terjadi karena Riza Chalid adalah mafia minyak dan gas paling kuat dan paling licin di Indonesia, Bahkan nama Riza Chalid pun sangat populer di Singapura akibat kelihaiannya dan kecerdikannya dalam usahanya untuk melobi-lobi pengusaha-pengusaha minyak Singapura.

Diketahui bahwa, Riza Chalid adalah bagian dari pemerintahan rezim sebelumnya, dimana diketahui pula bahwa, Saat itu upaya pembubaran Petral sudah dicoba dilakukan oleh Menteri ESDM saat itu, Dahlan Iskan , Namun hanya berhenti sampai di meja Susilo Bambang Yudhoyono. Ini terjadi karena kuatnya dominasi Riza Chalid dalam pemerintahan rezim sebelumnya, hingga aliran uang yang mengalir ke rezim pemerintahan sebelumnya, Sehingga tak mengherankan kalau dalam rekaman tersebut terungkap pula bahwa kekecewaan sekaligus kekesalan Riza Chalid yang gagal memasangkan Jokowi-Hatta Radjsa dalam Pilpres lalu. Dalam rekaman tersebut terdengar jelas, Riza Chalid menyebut bahwa Jokowi sudah setuju dipasangkan dengan Hatta Radjasa, Namun Megawati tak menyetujuinya dan terpilihlah Jusuf Kalla yang mendampingi Jokowi dalam Pilpres lalu. Wajar jika Riza Chalid merasa kecewa dan marah, Karena ternyata ia tak mampu menaklukkan Presiden Jokowi sebagaimana Riza berhasil menaklukkan rezim pemerintahan sebelumnya.

Bahkan terungkap pula dalam rekaman yang diputar Selasa dan diputar ulang semalam, Bahwa Riza Chalid akan balas dendam dengan Jokowi. Nah hal inilah yang sangat penting untuk digarisbawahi bahwa , Upaya penggulingan paksa pemerintahan Jokowi sangat mungkin dilakukan oleh Riza Chalid yang berkongsi dengan Setya Novanto dan KMP. Karena selama bercokol 10 tahun menguasai bisnis minyak dan gas di Indonesia, Riza Chalid sudah menguasai Rp 250 Triliun. Dan wajar-wajar saja jika beberapa hari sebelum persidangan, Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan, Junimart Girsang mengaku sempat ditawari Rp 27 miliar dengan syarat menutup kasus Setya Novanto.

Upaya gagal memasangkan Jokowi dengan Hatta Radjasa inilah yang harus diwaspadai dan diantisipasi oleh Jokowi, Sebab Riza Chalid sudah benar-benar marah dan geram dengan Jokowi, Karena Jokowi, semua permainannya selama ini yakni, agar Indonesia terus mengimpor bahan bakar minyak (BBM) terhenti sudah, Hal itu terjadi setelah Jokowi memutuskan mencabut subsidi yang selama ini membuat Indonesia terus bergantung pada impor BBM. Keputusan Jokowi tersebut juga bertentangan dengan pernyataan Hatta Radjasa saat debat Pilpres lalu.

Dalam debat Pilpres lalu, Hatta menyebut bahwa Indonesia akan rugi jika membangun kilang minyak, padahal jika Indonesia membangun kilang minyak maka akan lebih efisien lagi harganya, Namun karena adanya kerjasama antar mafia minyak dan gas, Makanya Hatta mengeluarkan pernyataan tersebut. Dan satu hal terakhir yang penting diantisipasi Jokowi adalah mewaspadai operasi senyap Riza Chalid-Hatta Radjasa yang benar-benar mendendam dengan Jokowi. Karena Jokowi, kini keduanya tidak bisa lagi mengambil keuntungan dari BBM, Karena Jokowi telah memutuskan mencabut subsidi dan membubarkan Petral, yang dulunya menjadi sarang bagi Riza Chalid Cs dalam mengeruk habis keuangan Indonesia melalui impor BBB yang menang jadi mainan utamanya sehingga Petral tidak dibubarkan di rezim SBY, akibat adanya aliran dana yang mengalir dari Riza ke rezim pemerintahan sebelumnya.

Bahkan di dalam rekaman yang telah diputar hingga dua kali oleh Mahkamah Kehormatan Dewan terdengan jelas bahwa Ketua DPR, Setya Novanto dan pengusaha minyak, Riza Chalid mengeluhkan sulitnya berbisnis pada era Jokowi saat ini. Dan di sisi lain, Keduanya pun berandai-andai mengenai alangkah enaknya kalau Jusuf Kalla yang menjadi Presiden. Maka daripada itu, Tak mengherankan jika Setya Novanto dalam rekaman tersebut menyebut Jokowi sebagai orang yang koppig. Dan kalau ingin mencermati lebih jauh mengenai percakapan dalam rekaman tersebut, Maka dapat disimpulkan bahwa ada upaya-upaya untuk melakukan kudeta terhada Presiden Jokowi dan menggantikannya dengan Jusuf Kalla, yang menurut Novanto dan Riza, Semua bisnis mereka akan aman jika Jusuf Kalla menjadi Presiden Republik Indonesia.

Bahkan tak menutup kemungkinan Riza Chalid untuk mewujudkan keinginannya tersebut  yakni dengan cara berkonsolidasi dengan Koalisi Merah Putih di DPR untuk mengusulkan sidang istimewa kepada MPR, Yang tak lain tujuan dari sidang istimewa tersebut adalah pemakzulan terhadap seorang kepala negara. Atau alternatif lain yang kini jelas sedang dipersiapkan oleh Koalisi Merah Putih adalah membentuk Pansus Freeport, yang kemudian akan memanggil Presiden Jokowi untuk dimintai penjelasannya terkait disebut-sebutnya nama Jokowi oleh Novanto dan Riza Chalid dalam rekaman berdurasi 1 jam lebih tersebut. Lalu kemudian setelah itu Pansus menyelidikinya dan Bukan tidak mungkin DPR , Khususnya Koalisi Merah Putih akan menyatakan hak interplelasi hingga hak menyatakan pendapat dan dapat berujung pada pemberhentian Presiden oleh Mahkamah Konstitusi atas dugaan pelanggaran dan pengkhianatan terhadap negara yang bisa saja dituduhkan oleh Koalisi Merah Putih di DPR-RI.

Namun tentunya jika sampai Setya Novanto menjadi tersangka, hal yang lebih mengerikan lagi bisa saja dilakukan oleh Riza Chalid yang memang teman dekat Setya Novanto. Dengan keuntungan besar yang diperoleh selama 10 tahun terakhir serta didukung penuh oleh rezim tersebut, Maka akan sangat kecil bagi Riza Chalid untuk menggelontorkan dana hingga berpuluh-puluh miliar untuk mengacaukan stabilitas negara, Salah satu yang perlu diantisipasi jika Novanto jadi tersangka adalah mengantisipasi kemungkinan adanya kolaborasi yang dibangun dan diskenariokanoleh mafia-teroris. Karena yang terjadi di Timur Tengah sudah membuktikan demikian, Bahwa mafia-mafia di Timur Tengah bekerjasama dengan kelompok teroris untuk membuat stabilitas nasional memburuk dan jika situasi sudah demikian Maka saat itulah kudeta bisa terjadi terhadap Jokowi.

Ikuti tulisan menarik Ricky Vinando lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu