x

Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) Surahman Hidayat (keempat kiri), Wakil Ketua Junimart Girsang (keempat kanan), Sufmi Dasco Ahmad (ketiga kanan) bersama para anggota MKD berfoto bersama seusai sidang putusan pelanggaran kode etik Ketua DPR Setya

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

MKD, Pengadilan Etika Tanpa Etika

Pengadilan etika tanpa logika dan tuna etika.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Perilaku bejat yang ditunjukkan MKD sungguh sudah sangat parah. Menyatakan pelanggaran berat supaya bisa menyelamatkan SN adalah pengadilan tanpa etika. Orang-orang ini sebaiknya tidak lagi ada di DPR kita. Sebab mereka adalah contoh LICIK bagi bangsa. Jika kita membiarkan mereka tetap bercokol di DPR dan menganggap mereka sebagai wakil kita, maka kita akan dicap sebagai bangsa licik dan tuna etika.

Mula-mula kita disuguhi oleh manuver partai-partai yang dengan tergesa-gesa mengganti para petugas partainya yang berada di Mahkamah Kehormatan Dewan. Bau busuk mulai tercium karena pergantian ini jelas-jelas dimaksudkan untuk membela satu pihak. Bisakah etika dibelokkan? Dengan orang-orang yang dari awal sudah ditengarai tidak beretika, sidang MKD siap digelar. Sungguh tidak etis. Sungguh mereka tidak punya etika.

Saya mulai terusik saat menyaksikan mereka memeriksa pelapor. Alih-alih mencari tahu esensi apa yang dilaporkan, mereka malah mencecar pelapor layaknya seorang pesakitan. Dalam hal ini sudah tidak jelas apa peran mereka yang sesungguhnya. Sungguh tidak etis. Sungguh mereka tidak punya etika.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Manuver berikutnya adalah saat mereka dengan gampang menerima permintaan terlapor supaya sidang dinyatakan tertutup. Berbagai alasan dicari supaya sidang bisa dilakukan secara tertutup. Sungguh tidak etis. Sungguh mereka tidak punya etika.

Puncaknya kita disuguhi pengadilan etika tanpa logika. Mereka-mereka yang awalnya membabi buta membela terlapor. Mereka-mereka tegak berdiri pada posisi terlapor tidak bersalah, tiba-tiba menyatakan terlapor MELAKUKAN PELANGGARAN BERAT! Namun tentu saja pilihan ini bukan untuk menghukum terlapor. Melainkan untuk mencari cara menyelamatkan terlapor. Sebuah tidakan tanpa logika, tanpa etika. Dan tindakan tersebut dilakukan oleh orang-orang (masihkah layak saya memanggilnya orang?) yang disebut sebagai YANG MULIA. Sungguh tidak etis. Sungguh mereka tidak punya etika.

Bagi saya pelacur lebih bermartabat dari para anggota MKD ini. Sebab pelacur memiliki etika. Mereka melakukan perselingkuhan di tempat yang tersembunyi dan sadar akan etika sosial. Para YANG MULIA ini? Mereka mempertontonkan perilaku jorok tanpa malu. Sungguh tidak etis. Sungguh mereka tidak punya etika.

Kawan-kawan, masihkan kita bisa menolelir mereka? Masihkah kita mau mereka mewakili kita? Masihkah kita membiarkan mereka bercokol di rumah kita? Kalau kita masih mengijinkan mereka di sana berarti kita tidak mempunyai etika!

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler