x

Iklan

Thurneysen Simanjuntak

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Guru di Atas Garis

(Foto penulis bersama Sabam Sopian Silaban ketika peluncuran buku perdananya "Siswa di Atas Garis" di sebuah hotel di Bekasi)

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dalam hidup, tidak ada sesuatu yang kebetulan. Hidup telah dirancang sedemikian rupa oleh sang pencipta. Demikian pertemuan saya dengan Sabam Sopian Silaban bukanlah sebuah kebetulan. Pertama sekali bertemu dengan Sabam, ketika saya mengajar di sebuah lembaga pendidikan non formal (bimbingan belajar) tahun 2003 di Kalimalang-Jakarta Timur.

Tidak lama berselang, kira-kira tahun 2004, tanpa direncanakan kami bertemu kembali di sebuah mall Kota Bekasi. Di akhir perbincangan, Sabam meminta saya untuk membantu mengajar Geografi di bimbingan belajar yang dipimpinnya. Saya menyanggupinya, karena memang passion saya juga ada di bidang pendidikan.

Pengalaman pertama mengajar di bimbingan belajar yang dipimpinnya, saya merasa ada hal yang menarik. Ada nuansa keramahan, ruangan kelas yang berbeda, serta tulisan-tulisan kata bijak di ruang tunggu yang tentu sangat menginspirasi setiap pengunjung. Pada kesempatan tersebut pula, saya sempatkan berbicara di ruangan kerja Sabam. Dari perbincangan kami serta pengamatan dari ruangan kerjanya, saya mengambil kesimpulan bahwa Sabam adalah sosok yang cerdas, kreatif, rendah hati serta menginspirasi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kesibukan saya yang lumayan padat, menyebabkan saya tidak lama bergabung dengan bimbingan belajar yang dipimpin Sabam. Tetapi banyak hal yang saya pelajari dari seorang Sabam. Gaya kepemimpinan yang demokratis, cara berpikirnya yang futuristik, cara berbicara yang hangat memberi semangat serta menularkan inspirasi dan motivasi, serta menjadi pendengar yang baik dalam setiap pembicaraan.

Persamaan yang kami miliki, dalam ketertarikan di dunia pendidikan, literasi, bisnis, pengembangan diri mengkondisikan kami untuk tetap berkomunikasi. Seperti kata bijak dalam Kitab Amsal berkata, pedang mengasah pedang, manusia mengasah manusia. Saya pribadi merasa banyak hal yang saya petik sebagai inspirasi dan motivasi dalam berbagai komunikasi yang terjalin. Baik melalui telepon, facebook, atau pada saat bertemu langsung.

Untuk mengenal Sabam Sopian Silaban lebih dekat, saya akan perkenalkan sebagian informasi tentang dirinya. Sabam dilahirkan 15 September 1979 di Kutacane, Aceh Tenggara. Mengenyam pendidikan SMA di Dolok Sanggul, Sumatera Utara. Setelah menyelesaikan pendidikan SMA, Sabam mengikuti Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri dan dinyatakan lulus di Universitas Negeri Medan (UNIMED). Tidak puas dengan S1, Sabam melanjutkan ke jenjang lebih tinggi S2 Manajemen Sumber Daya Manusia di Jakarta dan menyelesaikannya tahun 2011.

Di sela-sela perkuliahannya, baik semasa kuliah S1 maupun S2, Sabam selalu memanfaatkan dan menciptakan peluang untuk berkontribusi di dunia pendidikan. Dari mengajar privat, bimbingan belajar hingga menjadi pemilik bimbingan belajar hingga saat ini. Sabam telah merasakan panggilan yang kuat untuk menjadi guru di lembaga pendidikan nonformal (bimbingan belajar).

Sebagai pribadi di atas garis (memakai istilah dari sebuah buku antologi yang ditulis bersama rekan-rekannya), Sabam Silaban, tidak pernah berhenti untuk bermimpi dan mewujudkan impiannya. Seperti yang saya singgung terdahulu bahwa Sabam akhirnya memiliki bimbingan belajar sendiri. Bimbingan Belajar QSEE adalah nama bimbingan belajar yang didirikannya. Bimbingan belajar ini didirikan tanggal 1 Juli 2005. Adapun misi utamanya pendirian bimbingan belajar tersebut adalah untuk menyerap tenaga kerja, khususnya bagi rekan-rekannya yang merantau dari Medan dan belum mendapatkan pekerjaan tetap di Jakarta. Tetapi dengan prinsip bahwa mereka telah memiliki pengalaman di bidang pendidikan dan pengajaran.

Di samping itu, keprihatinannya dengan dunia pendidikan nonformal yang masih memerlukan lembaga pendidikan nonformal yang berkualitas dan fokus pada pengembangan karakter juga. Untuk itulah Sabam menciptakan bimbingan belajar yang berbeda dengan bimbingan belajar lainnya, yakni dengan menambahkan kurikulum Student Character Building (SCB).

Hingga saat ini, melalui Bimbingan Belajar QSEE, telah membimbing banyak pelajar. Sepuluh tahunan berlalu, lebih dari 2000 orang siswa telah menapaki masa depannya melalui bimbingan belajar yang didirikannya. Sebagian besar dari pelajar tersebut adalah pelajar SMA kelas XII yang akan mengikuti Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) sekarang kita kenal dengan (Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri) SBMPTN.

Berbekal pengalaman Sabam di dunia bimbingan belajar yang telah digeluti semenjak usia 19 tahun serta memiliki hati seorang guru, menjadi modal kuat untuk menularkan semangat belajar bagi sudah letih dan bosan untuk belajar, menanamkan impian bagi yang tidak berani bermimpi, mempersenjatai pelajar dengan berbagai strategi menembus Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Sehingga tidak sedikit pelajar yang dibimbing diterima di perguruan tinggi negeri favorit, seperti Universitas Pajajaran (UNPAD), Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan PTN lainnya.

Satu kebahagiaan yang tidak bisa terlupakan oleh Sabam, tentang kisah seorang pelajar yang pernah dibimbingnya. Di saat orang banyak termasuk orangtua si anak sudah hilang keyakinan dengan kemampuan si anak tersebut untuk menembus PTN, ternyata fakta berbicara lain. Dengan ketulusan membimbing, si anak tersebut pada akhirnya berhasil mematahkan stigma, karena akhirnya si anak tersebut bisa diterima di universiatas pilihannya. Pada kesimpulannya, Sabam menegaskan kehadiran pendidikan dan kesuksesan pendidikan bukan ketika membuat anak pintar menjadi sukses, tapi ketika seorang anak yang kurang mampu bisa berhasil.

Disamping mengelola bimbingan belajar, Sabam juga tertantang menularkan inspirasi dan motivasi melalui seminar dan training. Banyak sekolah di sekitar Bekasi, Jakarta dan Medan telah disinggahi untuk berbagai pengalaman mendidik dan mempersiapkan masa depan pelajar melalui seminar-seminar pendidikan. Kemudian memberikan training juga ke mahasiswa bahkan instansi pemerintah dan  swasta. Tema-tema training yang disuguhkannya adalah tentang “Siswa di Atas Garis”, “Siswa Menetapkan Impian Hidup”, “Hidup di Atas Garis”, “Karyawan di Atas Garis”, “Pemimpin di Atas Garis” dan lain sebagainya. Dari berbagai pelatihan yang diberikan ternyata konsep “Di Atas Garis” menjadi menarik baginya.

Untuk melengkapi inspirasi-inspirasi yang ditularkanya melalui verbal, beliau juga mencoba menularkannya melalui tulisan-tulisan dan buku. Semenjak 2014, beliau telah menulis buku-buku yang bertemakan “Di Atas Garis” seperti Siswa di Atas Garis, Pribadi di Atas Garis, Guru di Atas Garis. Konsep “Di Atas Garis” tersebut menurut beliau, bagaimana setiap pribadi tersebut tidak menjadi pribadi yang mengerjakan dan melalukan hal-hal yang menjadi kebiasaan orang banyak. Tetapi menjadi lebih unggul, lebih berprestasi, lebih bernilai, bertindak lebih baik dari yang dilakukan orang kebanyakan.

Inilah kisah seorang yang “Guru di Atas Garis” yang telah menginspirasi ribuan murid, guru dan karyawan. Semoga hidupnya, gagasan, dan karya nyatanya dapat menjadi kontribusi yang bermakna bagi masyarakat, bangsa dan negara kita tercinta.

#TEMPO45

Ikuti tulisan menarik Thurneysen Simanjuntak lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB