x

Iklan

Iwan Setiawan

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Ibuku Kader yang Hebat

Gerak langkah ibuku sebagai Kader Pos Yandu sungguh luar biasa. Ia bercita-cita ingin mempersembahkan generasi emas untuk Indonesia tercinta.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Rutinitas pagi ibuku berjalan seperti biasa. Selepas shalat Shubuh ia wirid dan disambung dengan mengaji kitab suci Al-Quran. Pagi ini ibu mempersingkat tadarusnya. Ibu lekas-lekas menanggalkan mukena yang dikenakannya. Dengan langkah sedikit terburu-buru, ibu bergegas menuju masjid yang kubah kalengnya terlihat jelas dari jendela rumah kami.

Suara ibu terdengar jelas dari speaker masjid. Susunan kata dan intonasi bicaranya telah jadi ciri khas ibu. Puluhan bahkan ratusan kali ibu telah mengulang kata-kata itu. Kata-kata yang berisi undangan  untuk hadir dalam kegiatan Posyandu yang diadakan hari ini. Ibu menguasai betul materi yang ia utarakan. Kata-katanya terdengar bertenaga, mengajak masyarakat sekitar untuk membawa anak-anak balita mereka menuju pos penimbangan dan pemeriksaan kesehatan.

Ibu hidup sendiri. Semenjak ditinggal mendiang Bapak dua tahun yang lalu, waktu luang ibu cukup banyak. Ibu mengisi waktunya dengan mengikuti pengajian di berbagai tempat, berziarah ke tempat-tempat para pemuka agama, dan menjadi kader Posyandu di lingkungan kami, Jl. Siaga, Desa Cimandala, Kec. Sukaraja, Kab. Bogor. Kegiatan terakhir bukan hal baru yang dilakukannya. Sejak aku mendekati anak gadisnya, yang kini jadi istriku, ibu telah malang melintang sebagai kader Pos Yandu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ibu tak muda lagi. Usianya mendekati angka enam puluh. Meski begitu gerak ibu masih lincah. Mobilitas yang tinggi sebagai kader pos Pelayanan Terpadu dijalani ibu tanpa hambatan. Dalam kegiatan penimbangan dan penyuluhan gizi yang dilaksanakan hari ini, misalnya, ibu memulainya di pagi buta, saat kebanyakan mata baru membuka. Dan kegiatan baru berakhir menjelang Dzuhur, saat antrian para balita telah habis.

Ibu tidak bekerja sendiri. Kegiatan penimbangan bayi yang digagas di era Pak Harto itu, menempatkan para bidan dan dokter sebagai pelaku utama. Bertempat di balai RW, kegiatan itu terlaksana. Sekali sebulan para petugas kesehatan berdatangan ke sana, bergabung bersama ratusan bayi dan anak-anak berusia dibawah lima tahun. Tangis bayi dan derai tawa anak-anak terdengar sepanjang waktu, bertindihan dengan tawa dan canda para ibu yang menggendong mereka. Inilah mungkin yang membuat ibu terlihat awet muda. Setidaknya menurutku, menantu yang menyaganginya.

III

Ibu terbilang kader dengan imbuhan “senior” di lingkungan kami. Sebutan itu telah menyatu pada diri ibu, seakan menjadi nama keduanya. Kemana pun ibu melangkahkan kaki, masyarakat memanggilnya ibu kader. Pun ketika ibu ada urusan ke kelurahan, sebutan ibu kader seakan membuatnya tak berjarak dengan para staf. Tentu keadaan ini disyukuri benar oleh ibu tanpa merasa diri lebih istimewa dari orang lain.

Ibu berada di baris depan dalam mengawal setiap program yang digulirkan. Beberapa waktu yang lalu, pemerintah gencar memberantas penyakit Kaki Gajah. Ibu terjun menjalankan perannya. Ibu mendatangi masyarakat yang berpotensi terkena. Disampaikan ibu faktor-faktor penular penyakit tersebut. Kebersihan lingkungan tak pernah alpa ibu sampaikan dalam setiap kesempatan. Wawasan ibu cukup memadai, berkat pengarahan-pengarahan yang ibu ikuti.  Kami yang di rumah selalu jadi pemirsa pertama yang mendapat pengarahan dari ibu.

Penyuluhan tentang penyakit yang berpotensi menjadi wabah kerap dilakukan ibu dan timnya. Penyakit DBD, yang seolah jadi penyakit langganan saat musim hujan tiba, ibu waspadai betul tingkat kejadiannya. Informasi tentang masyarakat yang terkena penyakit itu selalu ibu yang pertama mengetahuinya. Ibu pun gusar, gelisah dan dengan segera mengajukan permohonan untuk segera diadakan fogging atau pengasapan.

Pekerjaan administrasi adalah sisi lain seorang kader. Ibu seolah tak pernah berhenti bekerja. Pendataan akseptor KB, masyarakat penerima bantuan beras, untuk menyebutnya dua, adalah “garapan” ibu. Ratusan entri data ibu salin dalam format yang telah ditentukan. Dengan ketelitian bak seorang auditor, ibu merunut data, memeriksa setiap berkas yang dipegangnya. Untuk pekerjaan seperti ini ibu dapat honor tentu saja. Untuk segenap waktu dan kemampuan yang ia curahkan, honor itu memang layak ia terima.

Menjadi kader adalah juga jadi duta lingkungan akhir-akhir ini. Seiring program yang dicanangkan pemerintah daerah, setiap RT wajib melaksanakan gerakan kawasan bebas sampah atau KBS. Ibu, juga kader-kader yang lain, giat menanamkan kebiasaan memilah sampah pada masyarakat. Budaya  membuang sampah ibu ubah menjadi memanfaatkan sampah. Sampah-sampah rumah tangga dikelompokan dalam beberapa jenis dengan pemanfaatannya masing-masing.

Ibu juga berusaha menghijaukan lingkungan, sebagai kelanjutan program KBS tersebut. Setiap rumah diimbau untuk menanam tanaman apa saja. Halaman, pagar, ataupun teras rumah hendaknya dihiasi tanaman dalam pot. Dan tak perlu membeli pot yang mahal. Perabotan dapur yang tak terpakai, salah satunya, adalah media yang dapat dijadikan pot. Begitu “edukasi” yang ibu sampaiakan.

III

Demikianlah ibuku. Gerak langkahnya sebagai kader jadi identitasnya. Identitas yang memberi kami pelajaran arti penting sebuah pengabdian. Ibu mengabdi pada lingkungan tempat ia tinggal. Ibu memberdayakan masyarakat dan memberi pencerahan pada mereka yang memerlukannya. Di tangan ibu, juga para kader di seluruh persada tercinta ini, kebijakan pemerintah dijalankan. Merekalah para pelaksana lapangan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat sasaran.

Para kader adalah lilin-lilin kecil yang menerangi Bumi Pertiwi dengan pengabdiannya. Mereka peduli pada tumbuh kembang anak-anak, generasi yang akan mewarisi Bumi Pertiwi di masa depan. Mereka pembawa perubahan ke arah masyarakat yang lebih baik. Terima kasih ibuku. Terima kasih para kader se- Nusantara.

 #Tempo45
 
 
 
 
 

Ikuti tulisan menarik Iwan Setiawan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler