x

Iklan

Pakde Djoko

Seni Budaya, ruang baca, Essay, buku
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Wahono, Sang Pengrajin Wayang Pasar Seni Ancol

Silahkan para seniman datang silih berganti, tapi ia terbukti sudah 40 tahunan mengolah rasa memberikan pembelajaran kesetiaan dan nguri-uri wayang...

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Bertahan Meskipun tengah dalam Senjakala Budaya

Pasar Seni Ancol pernah menjadi  lumbung budaya seni di masa silam, 15 tahun lalu Pasar ini masih terasa gayeng oleh berbagai  event kesenian. Pengunjungpun relatif  banyak dibandingkan sekarang. Ia(Pasar seni pernah berdetak kencang oleh permintaan para kolektor seni untuk memesan karya seni yang terpajang). Seiring dengan waktu gejolak perekonomian dunia sempat lesu dan seakan-akan berimbas pula pada kran rejeki para seniman. Banyak seniman  yang keluar dari pasar seni mencari peraduan nasib yang lebih baik. Hanya beberapa orang yang mampu bertahan lama, satu di antara yang masih bertahan itu adalah Pak Wahono, perajin wayang yang sudah menempati los di sudut dekat gerbang samping pasar seni. Ia setia berkarya sejak datang ke Jakarta dan menempati kiosnya tahun 1975. Laki-laki kalem bapak lima anak satu cucu itu, hidup dari para pelanggan setianya. Bukan menggantungkan pada  kunjungan para wisatawan yang cenderung sepi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bersama istrinya yang setia menyiapkan ubo rampe gaweyan menatahnya, ia menatah sambil nyanyi-nyanyi kecil. Tak terbersit untuk meninggalkan kagunan yang turun-temurun hingga tujuh generasi  terwariskan dipundaknya. Meskipun tidak menjanjikan materi  Pak Wahono tetap setia dengan profesinya.

Silahkan para seniman datang silih berganti, tapi ia terbukti sudah 40 tahunan mengolah rasa memberikan pembelajaran kesetiaan dan nguri-uri wayang yang menjadi kebanggaan bangsa Indonesia di mata dunia.

Wayang Sumber Filosofi Hidup

Lihat saja , salah satu wayang yang terpajang di tokonya yaitu Baladewa. Wayang yang sudah mulai rapuh oleh perjalanan waktu, masih  gagah berdiri terapit kaca, Kepala wayang dengan mahkota Praban

detil-detil tatahan itu masih kelihatan jelas. Jamang Sada Kaeler(lidi kelapa satu biji), Jamang Susun, sumping. Garuda, Utah-utah, karawistha. Modangan(Batikan), sruni, Nyamat(Ujung topong), praba. Ukiran kakek buyutnya malah sampai, cicit, utheg-utheg gantung siwur. Sudah membuat wayang demikian detilnya. Wayang yang pewarnaannya dulu biasa menggunakan siwit itu bertahan sampai 150 tahun. Sedangkan tokoh wayang Krisna hasil kakek dari kakek dan kakeknya  masih tersimpan di tokonya. Ia menjadi penanda bahwa nenek moyangnya sudah lama hidup sebagai pengrajin Wayang .Krisna yang di pasang dengan dikelilingi pigura itu sudah ada sejak 200 an tahun warisan dari generasi ke generasi keluarga besarnya.

Pak Wahono, lahir di Banyu Biru Solo Selatan hampir berbatasan dengan Klaten. Laki-laki umur 63 tahun itu bercerita banyak tentang suka dukanya menjadi pengrajin di Sentra Pasar Seni Ancol. Ayahnya sudah cukup tua saat meninggal. 108 tahun, meninggalkan warisan ketrampilan untuknya sebagai penatah wayang.

Di Jakarta yang mayoritas penduduknya kurang mengenal tentang pewayangan, Pak Wahono seperti mengingatkan bahwa ia masih ada untuk mempertahankan eksistensi budaya dengan memproduksi wayang. Jika siapa saja datang ke Pasar Ancol tengoklah kios  sekaligus tempat ia mencari inspirasi dan mewujudkan karyanya. Lihat Wayang Bima yang dibanderol  sekitar 2,5 Juta dan  satu Set Punakawan dihargai 3,5 Juta.

Dari semua wayang ia tak pernah menganggap favorit satupun. Semuanya bagus. Ia mencintai wayang seperti mencintai kehidupan itu sendiri. Sebagaimana ,Orang Jawa umumnya seni itu adalah panggilan jiwa, wayang sendiri seperti gambaran kehidupan.  Banyak filosofi wayang  yang menginspirasi bathin dan membuat orang menjadi lembah manah, nrimo ing Pandum. Namun bukan berarti dengan rendah hati dan terkesan pasrah orang Jawa  tidak mau berusaha. Bekerja tetap , bahkan kerja keras, tapi tidak ngoyo sampai merebut rejeki yang lainnya.  Sekarang ini banyak orang main serobot, entah menyerobot tanah orang lain, menyerobot hak waris saudara, atau menyerobot  rejeki yang seharusnya menjadi rejeki orang lain.

Meresapi dunia wayang penulis menjadi ingat akan  wulang (Ajaran)mendalam masyarakat Jawa yang dicuplik dari cerita Dewa Ruci yang ditulis Pastor Fans Magnis Suseno “Mati sajroning Ngaurip,  dengan tujuan “Urip sajroning pati” (Terjemahan bebasnya kurang lebih Mati di dalam Hidup dengan tujuan Hidup  di saat Mati). Filosofi yang terpetik dari ungkapan itu adalah menahan hawa nafsu saat masih hidup, mematikan sifat-sifat dasar manusia yang serakah, kikir, yang tega membunuh atau mematikan rejeki orang lain hal itu bertujuan agar ketika ia mati manusia bisa hidup dalam kemuliaannya).

Wahono, Pengrajin wayang Pasar Seni Ancol, hanya menjalani laku sebagai pengrajin yang memang sudah(ginaris) di telapak  tangannya. Ia mencoba meresapi hidup, bertahan tinggal di Jakarta untuk tetap melestarikan  wayang sebagai  salah satu hasil seni budaya bangsa yang diakui oleh UNESCO  sebagai  salah satu kekayaan Budaya dunia yang berasal dari Indonesia. Terserah ketika  seorang wartawan senior Kompas Bre Redana menulis tentang Senjakala Budaya, ia tetap yakin rejeki sudah ada yang mengatur. Pak Wahono tetap harus melangkah agar Wayang tetap menjadi kebanggaan bangsa dan mampu memberi nilai lebih bagi  watak, karakter, unggah-ungguh generasi selanjutnya.

Generasi Penerus  Lahir

Penulis  tersenyum menyaksikan video singkat  yang diperlihatkan istrinya saat cucunya memainkan wayang. Ya sang calon Dalang Cilik telah lahir, generasi pecinta wayang masih ada dan Indonesia masih boleh berharap Senjakala Budaya itu hanya lah tengara(sebuah peringatan) agar generasi muda mesti kembali merangkul budaya sendiri untuk  mengembalikan jati diri bangsa di tengah kemajuan zaman dan era digitalisasi sekarang ini. MEA sudah berjalan, generasi penerus perlu yakin bahwa mereka tidak akan tersingkir oleh persaingan global.

(Sumber: Wayang Kulit Purwa, Klasifikasi Jenis dan Sejarahnya , Penulis Soekatno, BA, Penerbit Aneka Ilmu Semarang)

Wahono, Pengrajin Wayang Pasar Seni Ancol.

 Figur Inspiratif

 #Tempo45

 

Ikuti tulisan menarik Pakde Djoko lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu