x

Iklan

Dian Ekawati Suryaman

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Inovator Kelor dari Timur Madura

Kelor (Moringa oleifera) kini menjadi salah satu produk unggulan dari Sumenep-Madura. Basuki Rahmad adalah figur dibalik inovasi daun kelor di Madura.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sampai sekarang mitos tentang kelor (Moringa oleifera ) yang tidak baik untuk dikonsumsi..masih melekat di sebagian masyarakat. Tetapi kelor (Madura : maronggi) bagi masyarakat Madura adalah makanan sehari-hari. Masyarakat Madura mengolahnya menjadi sayuran yang dikonsumsi  bersama nasi jagung dan lauk. Bisa juga daun kelor dijadikan obat mata. Ya..tadinya hanya sebatas itu saja.

Tapi sejak tahun 2013, muncul produk-produk olahan daun kelor. Teh daun dan bunga kelor, tepung kelor, kapsul kelor, bahkan kerupuk kelor dan es krim kelor pun ada. Bagaimana bisa?Ide siapa?

Owh..ternyata ada seseorang yang memperjuangkan agar kelor tidak hanya dikonsumsi sebagai sayuran seperti biasanya. Basuki Rahmad namanya. Laki-laki asal Magetan yang menetap di Sumenep-Madura sejak 2012. Saya menemuinya di rumah yang juga menjadi tempat usahanya mengolah daun kelor.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Basuki Rahmad

Rumahnya tepat di pinggir jalan Raya Sumenep-Pamekasan. Saya ngobrol di ruang tamu rumah Basuki yang beralih fungsi menjadi ruang pengolahan sekaligus kantor. Ada meja kerja yang dilengkapi  perangkat komputer dan printer, juga meja yang penuh dengan foto dan piagam penghargaan. Di ruangan ini juga beberapa pekerja wanita memilah daun kelor secara manual.

Pekerja Memilah Daun Kelor

Pria kelahiran Magetan 26 Juni 1965 ini menceritakan, kelor sudah menjadi obyek pengamatannya sejak masih tinggal di Magetan. Sampai ia berkeliling hampir ke seluruh wilayah Jawa, semakin banyak keajaiban-keajaiban yang dihasilkan dari mengkonsumsi kelor. Ditambah lagi dengan informasi yang diperolehnya dari internet tentang nutrisi dan khasiat daun kelor.

Besar keinginannya untuk mengembangkan kelor. Tapi  sayangnya mitos tentang kelor di wilayah Jawa masih sulit dipatahkan. Orang di Jawa menurutnya masih enggan mengkonsumsi kelor. Sampai akhirnya Basuki datang ke Sumenep dan melihat begitu banyak tanaman kelor. Apalagi ia kemudian tahu bahwa kelor adalah makanan sehari-hari warga Sumenep.

Sejak itulah ia memutuskan untuk tinggal di Sumenep dan bertekad mengembangkan kelor. Dimulai dengan membuat teh daun kelor dan tepung kelor bersama sebuah kelompok tani di kecamatan Bluto. Semua proses dilakukan secara manual. Untuk pemasarannya, Basuki memanfaatkan teman-temannya yang berada diluar Madura.

Karena upayanya ini, Basuki memperoleh berbagai penghargaan dari tingkat kabupaten sampai tingkat Nasional. Penghargaan tersebut antara lain Inovator Pangan Terbaik tingkat Nasional tahun 2015, juara ke- 2 Anugerah Pangan Nasional tingkat kabupaten dan propinsi Jawa Timur pada tahun 2014, Juara 1 Inotek tingkat Jawa Timur,  dan Mutiara Bangsa Berhasanah Terbaik dari Radio Suara Surabaya pada tahun 2014. Sebelumnya Basuki rupanya juga sudah mempunyai prestasi  Juara 1 Wanalestari Jawa Timur 2010 dan Juara 3 tingkat Nasional untuk upaya budidaya porang di Magetan.

Sekarang Basuki mengembangkan usahanya secara mandiri dengan membuat perusahaan sendiri dan memberdayakan masyarakat di sekitarnya.Warga ada yang terlibat sebagai pekerja pengolahan, ada juga yang hanya menjadi mitra penyedia bahan baku daun, bunga, dan buah kelor. Untuk pemasaran Basuki masih tak segan untuk mengantar sendiri pesanan pembeli diluar Madura. Ia juga bercerita pernah mengantar sendiri pesanan beberepa box kontainer teh dan tepung kelor ke Lapas Sukamiskin di Jawa Barat karena pihak Lapas memasannya untuk para napi. “Waktu itu banyak napi yang stres mbak…jadi dipesankan teh dan tepung kelor untuk dikonsumsi napi-napi disana..termasuk siapa itu…saya ketemu itu…” ia kemudian menyebut nama mantan bendahara sebuah partai yang menjadi penghuni lapas.

Tapi cita-cita Basuki masih belum sepenuhnya terwujud. Karena ia ingin setidaknya seluruh Madura menjadi hijau oleh pohon kelor. Apalagi pohon kelor mudah tumbuh di tanah Madura yang cenderung kering dan tandus. Ia ingin kelor menjadi ikon bagi Madura, bukan hanya Sumenep. Selain itu ia ingin produk olahan kelor juga menjadi kebanggaan masyarakat Madura. Karena kelor sudah menjadi nutrisi penting di beberapa negara, seperti Afrika,Australia,  Amerika, dan Eropa.

Semoga cita-citanya tercapai ya Pak…

Ikuti tulisan menarik Dian Ekawati Suryaman lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler