x

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Muslim Komunis?

Kemarin adalah hari meninggalnya Tan Malaka.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Pergulatan Muslim Komunis (Otobiografi Hasan Raid)

Penulis: Hasan Raid

Tahun Terbit: 2001

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: LKPS Syarikat                                                                                                

Tebal: viii + 558

ISBN: 979-8867-12-2

 

Selama ini kita disuguhi bahwa komunisme tidak bertuhan. Komunisme anti agama. Benarkah demikian? Kita harus menyelidiki kelahiran ideologi ini, sebelum menghakimi bahwa komunisme dan agama adalah dua kutub yang saling berseberangan. Ideologi komunisme lahir dari biara gereja dan diinspirasi oleh cara hidup orang Kristen jaman gereja mula-mula.

Bagaimana dengan di Indonesia? Apakah paham Komunis tidak pernah berjalin dengan agama? Ternyatalah bahwa di Indonesia, komunisme pernah dianggap sejalan dengan ajaran Islam. Haji Misbach menganggap bahwa PKI-lah yang secara konsisten memperjuangkan kepentingan rakyat, yang berarti menjalankan perjuangan Islam. Pandangan Haji Misbach tersebut sampai mengakibatkan adanya Sarekat Islam Merah. Tokoh-tokoh PKI yang berasal dari Sumatra Barat pada umumnya adalah orang Islam. Mereka tetap memegang Islam sebagai agama, sementara perjuangan untuk kaum tertindas (menjalankan ajaran Islam) dilakukan melalui partai komunis.

Haji Misbach bukanlah satu-satunya orang beragama yang tertarik dengan ajaran komunisme dan menggabungkan keduanya menjadi sebuah perjuangan. Hasan Raid adalah tokoh lain yang menyatakan bahwa komunisme tidak bertentangan dengan Islam. Hasan Raid masuk PKI di Solo karena merasa bahwa PKI-lah yang secara konkrit melaksanakan ajaran Islam yang ada di Surat Al-An'am 145 yang tegas menyatakan “haram hukumnya memakan darah yang mengalir”sebuah ayat yang menganjurkan perjuangan bagi kaum tertindas. Sementara Masyumi yang adalah partai Islam dianggapnya tidak memperjuangkan kaum tertindas (hal. 10).

Perjuangan untuk membela yang tertindas harus dilakukan oleh umat Islam, seperti yang tertulis di Surat Al-Qashash ayat 5-6 yang mengatakan bahwa Tuhan berpihak kepada yang tertindas dan miskin (hal. 78). Sedangkan Surat al-Ra’du ayat 11 mengatakan bahwa Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali bila kaum itu sendiri yang mengubahnya (hal. 78). Itulah sebabnya perjuangan kaum tertindas harus dilakukan oleh mereka sendiri. Sebuah perjuangan kelas.

Tentang apakah komunisme bertentangan dengan agama, Hasan Raid berargumen sebagai berikut. Mereka yang memandang bahwa komunisme bertentangan dengan agama biasanya menggunakan ucapan Karl Marx: ”Agama adalah candu”. Padahal yang dimaksud Marx dalam ucapannya adalah praktik beragama, bukan tentang Allah dan agama itu sendiri. Perilaku beragama yang tidak membela kaum tertindas itulah yang menyebabkan Marx berucap demikian. Jadi Marx tidak pernah mempertentangkan ideologi yang dianjurkannya dengan agama.

Siapakah sesungguhnya Hasan Raid? Bagaimana masa kecilnya sehingga dia bisa meyakini Islam dan sekaligus komunisme? Apa perannya dalam perjuangan kemerdekaan? Bagaimana hidupnya saat komunisme dianggap melakukan kudeta?

Hasan Raid lahir di Silungkang, sebuah kota kecil di Sumatra Barat. Kota yang miskin dan tidak memiliki sumber pertanian yang memadai. Itulah sebabnya kebanyakan orang Silungkang adalah pedagang. Kota Silungkang dekat dengan pusat tambang batubara Umbilin. Silungkang juga merupakan basis komunisme pada jaman Belanda. PKI di Silungkang pernah memberontak kepada pemerintah Belanda pada awal Januari tahun 1927.

Hasa Raid dibesarkan dalam keluarga sederhana. Sekolah dasar sampai kelas 5 (lulus) dan belajar di surau pada sore hari. Pokiah Yakub, guru agamanya sangat berpengaruh dalam pandangannya terhadap Islam. Dua ajaran Pokiah Yakub yang tak pernah dilupakan adalah (1) wajib hukumnya bagi umat Muslim untuk menuntut ilmu dan (2) wajib menjaga agar tubuh tidak kemasukan barang haram, termasuk penghasilan yang berasal dari penghisapan darah orang lain. Orang kedua yang mempengaruhi pandangan hidupnya adalah Hakam Syarif, seorang anggota PNI baru, anak buah Muhammad Hatta. Seorang pemuda yang berjualan minyak wangi sebagai sarana mendidik bangsa tersebut menjadi mentor politik Hasan Raid saat mereka di Surabaya. Dari dua buku yang diberikan oleh Hakam Syarif, Hasan Raid mengenal pandangan politik Muhammad Hatta dan Sukarno yang seakan-akan bertentangan. Kedua buku tersebut adalah “Ke Arah Indonesia Merdeka” karangan Muhammad Hatta dan “Mencapai Indonesia Merdeka” karangan Sukarno.

Karier Hasan Raid di PKI melonjak tajam. Setelah meninggalkan Silungkang untuk ikut berjuang mempertahankan kemerdekaan, Hasan Raid bergabung dengan PKI di Solo. Melalui kursus kader yang diselenggarakan di Solo, khususnya oleh Mr. Suprapto, Hasan Raid mulai mengenal Marxisme, Materialisme, Dialektika dan Histori (hal. 66). Kariernya menanjak bersama dengan H. Datuk Batuah, Aidit dan Peris Pardede. Mula-mula Hasan Raid ikut memberikan kursus kepada kader-kader PKI di Solo. Dia juga aktif menulis. Bahkan dia diminta oleh PKI untuk berbicara melalui RRI Surakarta dengan tema  “PKI dan Agama”.

Selanjutnya Hasan Raid ditugaskan oleh PKI di Sekretariat Sayap Kiri. Kemudian dia menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) mewakili PKI. Untuk memperjuangkan kepentingan partai di Sumatra, Hasan Raid ditugaskan di Kementerian Negara Urusan Peranakan (minoritas), di bawah Menteri Siauw Giok Tjan. Hasan Raid melakukan perjalanan ke Sumatra untuk melakukan pertemuan dengan warga keturunan (China dan India) supaya mereka mau memilih menjadi warga negara Indonesia. Di tengah-tengah tugasnya tersebut, Hasan Raid juga melakukan banyak pertemuan dengan kader PKI di Sumatra.

Pada tahun 1948, saat PKI kembali memberontak, Hasan Raid termasuk yang ditangkap. Beliau ditangkap di Jogjakarta, tetapi kemudian dilepaskan. Hasan Raid kemudian kembali ke Padang. Namun di Padang dia tidak menemukan kawan-kawannya, sehingga memutuskan untuk kembali ke Jakarta. Di Jakarta beliau bertemu Aidit dan ditugaskan untuk menjelaskan tentang “Jalan Baru untuk Republik Indonesia” di Sumatra. Selanjutnya Hasan Raid terlibat dalam Serikat Buruh Perkebunan. Pada tahun 1954 Hasan Raid terpilih menjadi wakil PKI di Dewan Perwakilan Sumatra (DPKS) di Kota Jakarta. Kariernya sebagai anggota parlemen di Jakarta berlanjut sampai tahun 1963.

Sepulangnya dari kursus di Moskow pada akhir tahun 1963, Hasan Raid ditugaskan untuk mengelola Akademi Ilmu Sosial Aliarcham (AISA) bersama Sugiyono. Hasan Raid menjadi pengajar sekaligus pengembang materi perkuliahan di lembaga ini.

Dalam kariernya di serikat buruh, sebagai anggota parlemen dan pengajar, Hasan Raid sering diminta oleh partai untuk menjelaskan bahwa PKI tidak anti agama (Islam). Dalam kampanye pemilihan umum tahun 1955, Hasan Raid mengkounter kampanye Masyumi yang menyatakan bahwa PKI anti agama. Hasan Raid justru menunjukkan bahwa Masyumi-lah yang telah mengkhianati agama (hal. 133). Upaya PKI yang focus melawan Masyumi-PSI membuat PKI berada di empat besar pemenang pemilu 1955.

Pada tanggal 30 September 1965 terjadi penculikan dan pembunuhan para jenderal yang diduga merupakan kelompok Dewan Jenderal oleh para perwira maju. Pada tanggal 1 Oktober 1965, editorial Harian Rakyat mendukung aksi perwira maju tersebut. Sebelum terjadinya pembunuhan para jenderal, Aidit telah melakukan pidato di beberapa tempat yang memberi tanda akan terjadi sesuatu terhadap republic. Pernyataan Aidit bahwa “… kita berjuang untuk sesuatu yang pasti akan lahir. Kita kaum revolusioner adalah bagaikan bidan dari pada bayi masyarakat baru (hal. 156).” Di pidato lainnya Aidit mengatakan: “Kita akan terpukul sekali lagi. Kemudian bangkit dan menang (hal. 157).” Peristiwa ini pembunuhan para jenderal ini mengakibatkan terpuruknya PKI dan penangkapan para petinggi dan anggota PKI secara massal, termasuk Hasan Raid. Hasan Raid menyatakan bahwa keterpurukan PKI adalah akibat dari pengurus partai, khususnya Aidit yang tidak setia pada garis perjuangan. “Tak berjalannya Aidit di rel Marxisme-Leninisme merupakan penyebab utama dari malapetaka ini (hal. 438-439).”

Hasan Raid menguraikan secara detail bagaimana kondisi para tapol saat ditahan di Salemba, Tangerang dan kemudian ke Nusakambangan. Intimidasi dan hukuman serta pemerasan kepada keluarga sering dilakukan oleh para oknum aparat. Dalam tahanan, Hasan Raid pernah mewakili blok-nya untuk lomba MTQ serta pernah ditunjuk menjadi juri MTQ.

 

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler