x

Iklan

Nurwahyu Alamsyah

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

SE = Sarjana Ekonomi? Bukan, Service Elektronik!

Tulisan ini bercerita tentang kisah heroik perjuangan bapakku. Di dalam kamus hidupnya tak pernah terbesit sedikit pun untuk hidup malas.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ia tiba di tempat kerja sejam setelah pegawai memulai aktivitasnya di kantor. Ia memulai aktivitas pagi saat matahari sudah menerangi pasar Bangkalan. Begitu pun pedagang yang lain, sibuk menggelar dagangannya.

Ia mengeluarkan kunci yang sudah menghitam. Empat kunci gembok harus dibuka sebelum rolling-door ditarik. Sebuah petak empat kali empat meter penuh barang dagangan harus dikeluarkan. Satu demi satu, ia seorang diri mengeluarkan barang dagangannya. Bukan makanan, pakaian, celana, sepatu atau pun batik. Ia harus mengeluarkan box speaker, televisi, speaker active, DVD, gulungan kabel, power amplifier, audio processor, reverb, sound effect, dan sebagainya.

Semuanya harus dikeluarkan. Televisi bekas milik orang pun harus dikeluarkan dan dimasukkan setiap hari. Beratnya box speaker membuat kausnya basah. Keringat menetes dari dahinya. Rasa capai menyabit rumput tiga karung sehari sebelumnya, masih terasa hingga pagi itu. Bagaimana tidak, ia harus membonceng tiga karung besar rumput sejauh 20 kilometer. Kadang ia harus meliuk-liuk di antara bis dan truk. Suatu pertaruhan luar biasa. Tak jarang lebatnya hujan pun ia terjang, dinginnya petang hari sudah tak terasa.

Selain berdagang di pagi hingga sore, Di rumah ia juga berternak dua kandang kambing. Membagi waktu antara berjualan di pasar dengan 20 ekor kambingnya adalah hal biasa. Ia bersyukur masih bisa melakukan semuanya dibantu istrinya.

Ia sudah lupa bagaimana cara mengeluh. Hanya ada satu yang ada di pikirannya: bisa menyekolahkan kedua anaknya setinggi mungkin.

Segelas besar kopi hitam selalu disediakan oleh Sam, perempuan super cerewet yang selalu rajin mengantarkan kopi hitam setiap pagi dan sore. Kecerewetan Sam-lah yang sedikit mengobati rasa capai usai mengeluarkan dagangan. Usai barang-barang dagangan digelar, bukan berarti selesai. Seteguk kopi hitam jahe menjadi petanda untuk memasang kabel-kabel yang perlu dihubungkan dengan peralatan lainnya seperti power, mixer, dan DVD. Semuanya harus terhubung hingga dapat mengeluarkan suara dari beberapa speaker yang dipajang.

Setelah selesai, saatnya memutar lagu dangdut terbaru. Ia memilih jenis musik dangdut yang menghentak dengan kualitas bass, treble, dan effect yang sempurna. Suara hentakan bass dari speaker terbaiknya menjadi nilai yang dijual. Ia menjual suara merdu dari setiap speaker-speakernya. Kualitas box yang bagus semakin membuat suaranya menusuk jantung siapa saja yang melewati depan tokonya.

Setidaknya membuat orang menoleh dan memberi tanda bahwa ada toko elektronik di bagian depan pasar.

Sambil menunggu pelanggan. Ia mengeluarkan sebatang rokok hingga melihat-lihat dagangannya. Ia tidak pernah diam, di kepalanya waktu ada uang. Ia memasang solder agar panas. Aktivitas pertama di pagi ini adalah memperbaiki satu demi satu barang elektronik. Ia mengambil dari barang dengan urutan teratas. Layanan service peralatan elektronik dengan spesial sound system sudah melekat di jiwanya. Pelanggan-pelanggannya datang dari pelosok kabupaten Bangkalan. Banyak pelanggannya yang juga mempunyai mini sound system. Mereka datang dari pelosok seperti Kecamatan Kokop, Geger, Tanah Merah, Kwanyar hingga Konang.

Ada desiran jiwa dagang di setiap degup jantungnya. Ia dibesarkan dari keluarga pedagang. Bapaknya adalah seorang pedagang beras handal di kampungnya. Ia sudah membantu bapaknya berdagang sejak umur lima tahun. Kemampuan dagangnya semakin terasah saat ia mengikuti multi-level-marketing CNI di awal tahun 2000an. Ia belajar bagaimana teknik marketing handal dari pakarnya. Berbagai seminar ia pernah ikuti untuk mempelajari bagaimana menawarkan produk, menjualnya hingga mempengaruhi orang. Lima tahun mengikuti CNI, ia mempunyai banyak pengetahuan tentang teknik pemasaran produk, mengelola cash-flow bisnis, hingga menghargai anak buahnya. Sekarang teknik marketing yang ia kuasai, ia terapkan di pasar.

Baginya semua pekerjaan harus dikerjakan, asal menghasilkan dan halal. Ia rela mengangkut triplet tebal sisa-sisa proyek Suramadu untuk dijadikan box speaker. Tidak mudah menjadikan triplet tebal dan lebar bisa berubah wujud menjadi box speaker. Ia lakukan sendiri, ia desain sendiri, ia ukur sendiri, ia potong sendiri, ia rakit sendiri, hingga mengecat dan menghaluskan sendiri. Meski terkadang dibantu anak dan tetangganya, tapi ia lebih sering melakukannya sendiri.

Pulang kerja dari pasar, ia langsung sibuk dengan dua kandang kambingnya, malam hari ia sibuk menyelesaikan ‘proyek’ pembuatan box speaker. Tiba-tiba rumahnya sudah menjadi gudang dengan tumpukan box speaker dengan kualitas tinggi.

Satu per satu box speaker ia bawa ke pasar, ia tawarkan, dengan menggunakan speaker kualitas menengah, dan power dengan transformator 20 Amphere, sudah cukup membuat degup jantung lebih cepat dan membuat calon pembeli meliriknya. Suara hentakan dari box speaker dapat menjadi panggilan ajaib bagi siapa saja. Satu persatu calon pembeli datang. Mulai dari yang melihat-melihat, bertanya harganya, hingga bernegosiasi, meski kadang calon pembeli baru membelinya keesokan harinya, ia tetap sabar.

Namun tak setiap hari ada pembeli. Berdagang itu selalu ada kurva naik turun. Ada kalanya tidak ada pembeli sama sekali. Namun jika tidak ada pembeli, ia menyibukkan diri dengan memperbaiki barang elektronik pelanggan yang datang silih berganti, atau membuat power amplifier berbagai ukuran. Sekali lagi, baginya tak ada waktu kosong.

Rokok dan kopi menjadi kombinasi yang tidak pernah lepas darinya setiap hari. Sesekali ia beristirahat dengan bermain-main ke Pak Sumar, tetangga toko yang berjualan batik. Atau jika sudah kelelahan, ia tidur sebentar di dalam tokonya.

Sehari bisa menjual satu-dua DVD saja sudah membuatnya bahagia. Jika ada yang memborong box speaker, power dan DVD adalah berkah rezeki baginya. Ia akan senang dan hasilnya akan ditabung untuk keperluan pendidikan anak-anaknya. Sungguh, ia rela melakukan apapun untuk bisa melihat anaknya bersekolah.

Ia akan sangat marah jika melihat anak-anaknya malas belajar. Ia pernah menghukum anaknya tidak boleh menonton televisi selama satu semester karena ranking anaknya merosot ke urutan lima besar. Ia selalu menggembleng anaknya untuk bisa melakukan yang terbaik. Matematika menjadi salah satu pelajaran yang sering ia ajarkan ke anaknya. Menurutnya, jika seorang anak bisa Matematika, maka ia akan bisa semua mata pelajaran.

 

Ia adalah bapakku.

Manusia setengah dewa yang tak punya rasa capai dan malas. Di dalam kamus hidupnya tak pernah terbesit sedikit pun untuk hidup malas. Setiap detik ia gunakan waktu dan tenaganya untuk bekerja dan melakukan hal positif. Bapak sudah bosan jadi orang melarat. Selagi ada kesempatan ia akan berusaha semakimal mungkin untuk menghidupi anak dan istirnya. Sekuat tenaga.

Aku sering ikut ke pasar, aku tahu betul bagaimana prosesnya. Bahkan proses pengambilan barang di distributor, berapa untung yang diperoleh, aku tahu persis. Tapi kalau urusan elektronik aku kalah telak. Ia sudah menjadi ‘sarjana’. Bapak sering menyebut dirinya SE. Sarjana Ekonomi? Bukan, melainkan Service Elektronik!

Ikuti tulisan menarik Nurwahyu Alamsyah lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler