x

Peringatan Hari Guru Nasional

Iklan

inne ria

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Bu Ani, 36 Tahun Mengabdi, Konsisten Mendidik Anak Negeri

Telaten, tegas dan bersahabat. Wanita tangguh yang selalu bersungguh dalam kata pengabdian. Bagi beliau, mengajar adalah makanan jiwa.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

36 tahun yang lalu, seorang gadis berambut panjang yang aktif di dunia kepramukaan memulai karirnya sebagai seorang guru di Sekolah Dasar Depok Baru 3, Depok Jaya. 

Perawakannya yang mungil sangatlah kontras dengan suaranya yang lantang dan bersahaja. Pengalaman menjabat sebagai ketua OSIS selama 2 periode di SPG Negeri 3 Pasar Minggu membuatnya tidak canggung berhadapan dengan para murid lelaki yang bertubuh lebih besar dari beliau. 

Telaten, tegas dan bersahabat. Wanita tangguh yang selalu bersungguh dalam kata pengabdian. Bagi beliau, mengajar adalah makanan jiwa. Ketelitian adalah senjata. Tidak akan lewat dari sapuan matanya, hilangnya sebuah titik di atas huruf i dan j, ketika beliau sedang memeriksa hasil pekerjaan anak didiknya. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

"Ini huruf "i"-nya kurang titiknya..."

"Huruf "b" kakinya harus kena garis atas..."

"Huruf "g" gagangnya harus sampai garis bawah..."

Kurang lebih begitulah kalimat-kalimat yang terdengar dari ruang depan rumah kami saat beliau sedang memberikan les tambahan sepulang sekolah.

Tulisan salah satu siswa kelas 1 SD di kelas Ibu Ani

Beliau adalah pakarnya menulis indah. Tulisan tangan murid-murid beliau selalu rapi dan sedap dipandang. Beliau percaya, kemampuan menulis rapi bukan cuma masalah keindahan tapi juga pembentukan karakter. Belakangan, saya mengetahui tentang hubungan kedua hal ini dalam ilmu grafologi.

Teliti dan seorang guru sejati. Penampakan kelas beliau selalu unik dan menarik. Aura kreatifitas dan semangat selalu menguar ketika beliau sedang berlakon di depan kelas. Tidak akan pula dibiarkannya seorang murid sibuk sendiri di kala beliau sedang mengajar. Kelas beliau selalu ramai dengan hiasan dan prakarya, membuat anak-anak riang dan betah selama belajar. 

 Peringatan Hari Guru Nasional

36 tahun mengabdi, tetap bersabar mendidik anak negeri. Teguh memegang pendiriannya untuk tidak akan pernah meninggalkan kelas hanya karena sakit ringan seperti pusing atau demam semata. Serak dan radang tenggorokan menjadi penyakit langganan yang beliau nikmati setiap awal semester. Selama masih bisa berdiri, maka beliau akan tetap hadir di depan kelas, memberikan materi satu demi satu hingga semua murid memahami. 

Beberapa kali rumah kami "ketitipan" anak murid yang orang tuanya mempercayakan mereka untuk dididik di rumah kami. Ada yang seminggu, dua minggu, berbulan bahkan hingga bertahun lamanya sampai anak tersebut menjelang dewasa. Dulu saya sempat heran, apa yang dicari oleh ibu saya sehingga demikian relanya jadi guru plus orang tua angkat anak-anak tersebut. 

Beliau hanya menjawab, 

"Hidup ini hanya sekali. Karena itu, jadilah orang yang berguna"

"Walaupun harus merana?" ujar saya waktu itu. 

Beliau hanya membalas dengan senyuman. 

Kehidupan seorang PNS dahulu tidak sama dengan kehidupan PNS hari ini. Seringkali saya harus menjual jatah beras dari kantor ibu untuk memenuhi kebutuhan kami sehari-hari. Menafkahi dan menyekolahkan kami, 3 orang anaknya. Kondisi ibu sebagai seorang single parent memaksa beliau untuk bertahan dalam kondisi sesulit apapun. Seringkali beliau membiarkan kami makan lebih dahulu, sementara beliau menahan laparnya. 

Beliau jarang sekali mengeluh dan tidak ingin terlihat susah.Hal yang sering terngiang di telinga saya adalah betapa beliau bangga akan kami, ketiga anaknya yang kini telah dewasa. 

Beliau tetaplah seorang manusia biasa, seringkali beliau harus menahan emosi ketika tingkah kami mulai menjengkelkan. Demikian pula ketika berhadapan dengan para muridnya. Sejak dulu, beliau dikenal sebagai sosok yang sangat tegas di dalam kelas, namun bersahabat dan menjadi kesayangan ketika kelas sudah berakhir.

Dari beliau, saya belajar banyak hal. 

Belajar tersenyum di kala kesulitan melanda.

Belajar tertawa paska menangis di atas sajadah sebelum fajar tiba.

Belajar bersabar ketika semua orang pergi entah kemana ketika badai kehidupan menerpa kian deras. 

Belajar mengandalkan Tuhan untuk terus melanjutkan kehidupan.

Belajar, bahwa pembelajaran tertinggi seorang anak manusia adalah mengajar. 

 

36 tahun mengabdi, 

Sampai hari ini beliau masih diantar dengan sepeda motor setiap pagi.

Lengkap dengan buku hasil kerja siswa.

Setiap hari.

Hampir tidak ada yang berubah, 

Berangkat pagi, pulang sore hari. 

Demi, mencerdaskan anak negeri.

 

*Tulisan ini dibuat dalam rangka lomba Blog Indonesiana "Figur Inspiratif" #Tempo45*

Ikuti tulisan menarik inne ria lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler