x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Aku Berselfie, Maka Aku Ada!

Psikiater mengatakan, jumlah kasus Selfitis terus meningkat.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

“Warning - You might fall in love with me.”

--Entah siapa

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Apa yang sebenarnya terjadi ketika seseorang yang tengah berselfie kemudian terjatuh dari ketinggian dan menemui kematiannya? Mungkinkah ketika itu, barang sesaat, ia tidak menyadari situasi dan tempat ia berselfie, yang berarti kesadarannya tengah terbius oleh pesona berselfie? Apakah ketika itu segala kesadarannya terpusat hanya kepada dirinya sendiri?

Kita hidup di dunia yang terjebak oleh pesona selfie. Media mengabarkan, seorang gadis Inggris diketahui berusaha bunuh diri setelah ia gagal mengambil gambar selfie sempurna yang sangat ia idamkan. Dilaporkan juga oleh The Mirror, Inggris, seorang remaja pria terobsesi untuk mendapatkan foto selfie yang bagus sehingga ia menghabiskan 10 jam per hari untuk mengambil 200 gambar selfie, tapi selalu merasa tidak puas.

Remaja itu langsung mengambil 10 foto segera setelah bangun pagi. Nyaris ia tidak pernah keluar rumah hingga enam bulan hanya untuk memperoleh foto yang bagus. Ia pun terpaksa dikeluarkan dari sekolah. Karena frustrasi merasa tidak mendapat foto bagus, ia minum obat hingga overdosis tapi berhasil diselamatkan ibunya. Ia kini menjalani terapi.

Kisah lain lagi: seorang gadis 18 tahun dibawa ke bagian psikiatri sebuah rumah sakit oleh orangtuanya karena didapati menghabiskan lebih banyak waktu dengan telepon selulernya. Lewat kajian setelah sesi konseling, psikiater menyimpulkan bahwa gadis itu mengalami ‘Selfitis’—sebuah istilah baru yang disepakati oleh American Psychiatric Association (APA)untuk gangguan mental di mana seseorang terobsesi untuk selalu berselfie-ria.

Dokter mengatakan, gadis ini melakukan potret selfie sedikitnya 7-8 kali sehari dan mengunggahnya ke situs jejaring sosial. Ketika ibunya meminta ia menjauhi kebiasaan selfie, gadis itu menjadi merasa jengkel dan tidak sabar. Gadis ini, juga remaja pria tadi, mewakili kalangan remaja yang mengalami kecanduan berselfie yang kecenderungannya semakin meningkat.

Apakah ini masalah serius? Mula-mula terlihat tidak, meskipun mereka berubah jadi sangat memperhatikan bagaimana penampilan diri mereka dan bagaimana orang lain memandang mereka. Namun perlahan situasinya menjadi bertambah rumit ketika rasa tidak aman mulai muncul: “Waduh, jangan-jangan aku tampak buruk di mata teman-temanku? Aku harus memotret lagi. Lagi, dan lagi, hingga kuperoleh gambar paling bagus.”

Para psikiater membagi Selfitis ke dalam tiga jenis. Pertama borderline, yakni yang mengambil sekurang-kurangnya tiga gambar diri tapi tidak mengunggahnya ke media sosial. Kedua, acute, mengambil sedikitnya tiga foto diri setiap hari dan mengunggahnya ke media sosial. Ketiga, chronic severe, mengambil sedikitnya enam foto diri setiap hari dan mengunggahnya di media sosial.

Sebuah kajian oleh Fox dan Rooney yang dipublikasikan dalam Personality and Individual Differences memelajari hubungan antara selfie-posting, photo-editing, dan kepribadian. Apakah orang yang mengunggah foto selfie di situs media sosial itu narsistis, psikopati (impulsif dan sukar berempati), atau machiavelis (manipulatif terhadap orang lain) atau ketiganya bersama-sama dan mencerminkan apa yang disebut Dark Triad?

Apakah mereka menyukai dirinya jadi obyek? Terobsesi oleh penampilan—menarik di hadapan orang lain, menjadi bahan pembicaraan khalayak, menjadi pusat perhatian? Riset Fox dan Rooney belum lagi usai, tetapi mereka menemukan jejak-jejak yang relatif memerlukan kewaspadaan.

Pada tahun 2013, Oxford English Dictionary menyatakan ‘selfie’ sebagai ‘kata tahun ini’—artinya kata paling top pada tahun itu. Selfie, oleh kamus Oxford, didefinisikan sebagai ‘foto diri yang diambil oleh orang tersebut, lazimnya memakai telepon cerdas atau webcam lalu diunggah ke website media sosial”. Pada tahun itu, lebih dari 57 juta foto yang tertaut dengan tagar #selfie yang ada di Instagram saja.

Kita hidup didunia selfie. Selfie telah memiliki banyak sekali subspesies. Ada ‘helfie’ selfie untuk satu lembar rambut. Ada welfie, selfie yang diambil selagi bekerja. Ada drelfie foto diri ketika sedang mabuk—seolah-olah dunia tidak akan bertahan tanpa gambar semacam itu; sepertinya kita semakin berkubang dalam realitas virtual.

Seorang perempuan melakukan selfie dengan latar belakang seorang lelaki tengah berusaha bunuh diri di Jembatan Brooklyn. Dan The New York Post menaruh foto ini di sampul tabloitnya.

Seorang kawan berkata, “Selfie merepresentasikan antitesis jiwa rendah hati.” Selfie adalah ‘semua tentang diri saya!” Aku berselfie, maka aku ada! (dan Ia maha lebih mengetahui). (sumber foto ilustrasi: tempo) ***

 

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler