x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Bungkus Kabel Masuk Sendiri ke Dalam Got?

Jejak-jejak kabel di gorong-gorong mencerminkan budaya perusahaan pemiliknya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Gubernur Jakarta Mr. Ahok dikejutkan oleh berton-ton bungkus kabel yang menyumbat gorong-gorong di Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta. Semula ia menyangka bahwa ini upaya sabotase oleh pihak tertentu agar air tak bisa mengalir lancar di dalam gorong-gorong. Maklum, tahun depan pemilihan gubernur DKI Jakarta bakal digelar dan banjir (atau genangan air tinggi?) akan mencederai prestasinya.

Di musim hujan, volume air yang tumpah dari langit memang meningkat drastis dan got tidak mampu menampungnya sehingga air menggenang tinggi di sejumlah tempat di Ibukota. Apakah jika seluruh bungkus kabel ini diambil, aliran air berjalan lancar dan genangan air di jalanan bakal cepat surut? Belum tentu, tapi setidaknya upaya membersihkan gorong-gorong dari timbunan bungkus kabel yang kabarnya mencapai 22 truk itu dapat mengurangi genangan air.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Siapa pemilik bungkus kabel itu sebenarnya dapat ditelusuri mengingat hanya sedikit pihak atau perusahaan yang selalu berurusan dengan kabel. Itu urusan polisi. Saya lebih tertarik kepada kebiasaan perusahaan dalam meletakkan kabel dan pipa (dalam hal ini pemasok air) di selokan dan gorong-gorong. Sebagai contoh, di Bandung, kita bisa melihat beberapa kabel berukuran cukup besar di selokan air yang terbuka lantai penutupnya.

Di Bandung, maupun di banyak kota lainnya, pemasangan kabel di selokan berarti pula pembongkaran trotoar yang dipakai pejalan kaki. Di waktu-waktu tertentu, pekerja sudah membongkar trotoar berpuluh meter, sementara kabel tidak kunjung disimpan di gorong-gorong bawahnya. Onggokan bongkaran trotoar ada di mana-mana, bukan saja memperburuk pemandangan, tapi juga menyulitkan dan membahayakan pejalan kaki yang terpaksa berjalan di tepi jalan, bukan di atas trotoar. Ini bisa berlangsung berminggu-minggu.

Setelah pemasangan kabel selesai, trotoar itu bukan saja tidak diperindah, bahkan dikembalikan ke kondisi semula pun seringkali tidak. Keramik trotoar dipasang sekedarnya, tidak rata dan rapi, menggelembung di sana sini. Kondisinya menjadi lebih buruk dari semula sehingga tidak nyaman untuk berjalan.

Warga masyarakat ingin protes, kepada siapa? Pekerja di lapangan hanya menjalankan tugas kontraktor yang barangkali tidak ingin mengeluarkan biaya untuk mengembalikan kondisi trotoar seperti semula. Apakah perusahaan pemilik kabel itu tidak mengawasi kerja kontraktornya? Mungkin mereka mengawasi, tapi tidak peduli. Apakah tidak ada pengawas dari pemerintah kota yang mengontrol pengerjaan pemasangan kabel dan pipa? Entahlah, ada atau tidak. Jika memang ada pengawas dan mereka bekerja dengan benar, mungkinkan kondisi trotoar jadi lebih buruk dari semula?

Pada akhirnya, pemasangan kabel yang membongkar trotoar untuk kemudian trotoar ditinggalkan dalam keadaan lebih buruk adalah cerminan budaya perusahaan dan pemerintahan kita. Ini bukan sekedar soal kewajiban yang mestinya ditunaikan oleh perusahaan dan pemerintah kota, tapi juga soal budaya kerja mereka. Dan kita niscaya tahu bahwa pemilik kabel itu adalah perusahaan-perusahaan besar yang memiliki rumusan nilai-nilai perusahaan yang begitu mulia.

Dugaan saya, itu pula yang terjadi pada bungkus kabel di gorong-gorong dekat Ring-1 Ibukota Negara yang telah merisaukan Mr. Ahok. Intinya: jejak-jejak kabel dan bungkusnya di gorong-gorong itu mencerminkan budaya perusahaan pemiliknya. Tak mungkin kan bungkus kabel masuk sendiri ke dalam gorong-gorong? ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu