x

Iklan

Diaz Setia

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Menulis: Menuju Pulang

Artikel mengenai pengalaman menulis. Ditulis dalam rangka mengikuti lomba blog #MenulisItuAsyik.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Saya mulai menulis sejak kelas 1 SMP. Menulis saat itu bagi saya adalah pulpen dan lembaran kertas. Berhubung tidak memiliki komputer atau mesin tik, menulis bagi saya menjelma makna denotasi. Pulpen dan kertas. Saya masih ingat di setiap pelajaran yang tidak begitu menarik minat saya, atau di setiap pelajaran yang saya sudah bosan (ingin buru-buru istirahat), saya menulis diatas lembaran kertas (bagian tengah buku yang saya robek). Saya ‘selingkuh’ dari guru dengan menuliskan tokoh-tokoh khayal dan cerita-cerita khayal. Pada masa itu saya hobi sekali menulis cerpen. Saya menulis cerpen di laci meja sekolah, atau diatas meja sekolah dengan ditutupi buku pelajaran, menutupinya dari penglihatan guru. Ketidaknormalan saya di dalam kelas mungkin cukup menumbuhkan rasa penasaran teman-teman di sekeliling meja saya. Akhirnya mereka pun tau kalau saya sedang menulis cerpen. Saya yang saat itu jauh sekali dari kata percaya diri, apalagi kalau harus menunjukkan tulisan saya itu ke teman-teman saya. Malu. Tapi apalah daya saya, ketika teman-teman yang barbar itu mengambil paksa lembaran kertas yang saya tulis, dan mereka baca. Lembaran kertas yang berisi cerpen yang masih sepotong itu bergilir dari tangan ke tangan. Usai membaca, mereka lah yang mendesak saya untuk cepat-cepat melanjutkan cerpen itu. Saya merobek kertas lagi, melanjutkan cerpen, kembali liar dalam imajinasi saya. Setiap selesai satu lembaran, fiksi kepunyaan saya itu kembali bergilir dari tangan ke tangan. Menjadi konsumsi beberapa orang teman. Setelah mereka membaca, saya kembali didesak untuk melanjutkan cerita. Saya merobek kembali lembaran kertas yang baru, kembali menulis. Begitu seterusnya siklus yang terjadi sampai sebuah cerpen rampung. Ada desir aneh tak terkatakan setiap teman-teman saya mendesak saya untuk melanjutkan cerita, setiap mereka penasaran dengan nasib si tokoh-tokoh khayal yang saya ciptakan. Ada desir aneh tak terkatakan ketika mereka menunggu saya menulis, dan kembali mengambil alih lembaran kertas yang saya tulis ketika sudah penuh halamannya. Ada desir aneh tak terkatakan ketika mendengar renyahnya tawa teman-teman saya saat sedang membaca. Saya masih ingat cerpen pertama saya itu bergenre humor-misteri. Barangkali desir aneh itulah yang menggerakkan alam bawah sadar saya untuk mencintai menulis, untuk mantap mendeklarasikan menulis sebagai hobi saya. Ketika sebuah cerpen telah rampung, saya menstaepler kertas-kertas itu. Suatu kali saat uang jajan yang saya sisihkan telah cukup untuk menyewa komputer warnet, saya pergi ke warnet untuk mengarsipkan cerpen-cerpen itu ke bentuk yang lebih modern, dan menyimpannya ke dalam disket. Belasan tahun berlalu, entah dimana disket yang berisi cerpen-cerpen saya itu. Ya, perjalanan menulis cerpen saya berhenti di dalam disket. Tidak pernah kemana-mana, tidak pernah sampai ke majalah, penerbit, atau ajang lomba cerpen.

Lepas SMP, saya masuk di sebuah sekolah kejuruan kimia yang lumayan menguras tenaga, waktu, dan pikiran saya. Saya hampir tidak pernah lagi menulis cerpen. Saya hampir lupa bagaimana desir aneh tak terkatakan saat orang lain menunggu tulisan saya, desir aneh saat mendengar renyah tawa mereka ketika membaca tulisan saya. Namun, pada masa keemasan Facebook sebagai media sosial, saya sempat keranjingan menulis di fitur catatan fecebook. Sudah lebih dari seratus catatan. Meski remeh, menulis di catatan facebook merupakan lintasan sejarah saya dalam belajar menulis. Apa yang saya tulis? Kebanyakan puisi, curhatan hati tersamarkan, atau peristiwa-peristiwa di sekeliling saya yang menarik dibahas. Barangkali intensitas menulis saya di catatan facebook itulah yang membuat saya menjadi kenal dengan beberapa senior atau junior saya yang memiliki hobi menulis juga. Beberapa orang bahkan menjadi inspirasi saya dalam menulis, sampai sekarang. Pada saat itu saya masih belum memiliki laptop, catatan saya yang sampai ribuan kata itu saya tulis via ponsel.

Memasuki dunia kerja, menulis menjadi kegiatan yang lebih mudah secara teknis bagi saya, sudah ada laptop. Tidak perlu ke warnet atau menulis ribuan kata via ponsel lagi. Saya mulai pindah menulis ke website pribadi. Setelah beberapa kali memiliki website tak berbayar, sekarang saya mantap dengan alamat website berdomain sendiri. Saya menulis puisi, feature, refleksi, solilokui, catatan perjalanan, dan beberapa jenis ulasan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tapi desir aneh tak terkatakan itu kembali menyapa saya, ketika mendapat sms curhat dari seorang teman yang sedang mengeluhkan hidupnya dan ia ingin saya menulis solusi baginya dengan sudut pandang saya. Ia menunggu tulisan saya, berbulan-bulan. Tulisan yang barangkali bisa menjadi pertimbangan baginya.

Desir aneh tak terkatakan itu kembali muncul ketika beberapa orang yang saya kenal menyapa saya via chatting, sambil melempar pertanyaan, “Kapan update blog lagi?” atau “Kak, kok udah jarang nulis di blog? Ayo dong nulis di blog lagi, mau baca nih” Beberapa orang menunggu tulisan saya. Persis seperti pengalaman pertama saya saat menulis cerpen.

Desir aneh tak terkatakan kembali hadir ketika beberapa teman meminta saya secara khusus untuk menuliskan tema-tema tertentu menurut perspektif saya. Atau ketika beberapa teman meminta saya menulis di portal-portal media online tertentu yang diasuhnya, “Yaz, nulis disini, dong!”

Di dunia menulis dan di dalam perjalanan menjadi penulis sungguhan, barangkali saya masih serupa “janin”. Saya belum lahir. Tulisan-tulisan saya belum pernah membawa saya melintasi ruang-ruang geografis. Namun sejauh ini, tulisan-tulisan saya selalu berhasil membawa saya ke sebuah sudut nonmolekular. Tempat saya menemukan diri sendiri, tempat saya menikmati tiap onakan desir aneh yang timbul dari proses menulis itu. Semacam candu yang lagi-lagi membuat saya keasyikan. Tulisan-tulisan saya sudah memulangkan saya: kembali.

Sumber gambar: http://www.slideshare.net/pjj_kemenkes/metode-dalam-promosi-kesehatan-43535653

Ikuti tulisan menarik Diaz Setia lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB