x

Tamu undangan memotret layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menggunakan kamera telepon genggam usai pembukaan perdagangan di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta (2/1). Pembukaan perdagangan saham tersebut di buka oleh Wakil Presiden B

Iklan

Wahyu Dhyatmika

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Rabu, 13 Juli 2022 23:05 WIB

Keterbukaan Kita

Indeks keterbukaan anggaran banyak pemda masih amat buruk.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

PADA akhir Oktober lalu, Pemerintah Indonesia mendapat giliran menjadi Ketua “Open Government Partnership” untuk setahun ke depan. Dalam proses serah terima dari Perdana Menteri Inggris David Cameron di London, Wakil Presiden Boediono  menegaskan kesiapan Indonesia memimpin lebih dari 60 negara dalam inisiatif keterbukaan global tersebut.

Dalam pidatonya ketika itu, secara khusus, Boediono menyebut aplikasi Lapor! di www.lapor.ukp.go.id sebagai salahsatu contoh terobosan dalam membuka ruang selebar-lebarnya bagi partisipasi dan kontribusi warga negara dalam pemantauan kinerja pemerintah.  

Melalui aplikasi yang bisa diunduh di telepon genggam Android maupun Blackberry itu, setiap warga Indonesia bisa menyalurkan keluh-kesah, sumpah-serapah dan kekecewaan mengenai buruknya pelayanan publik kepada lembaga negara yang berwenang. Laporan  bisa via SMS atau email, dan wajib direspon dalam sepuluh hari kerja.

Program macam ini tentu patut diapresiasi. Sayangnya, upaya Indonesia menuju pemerintahan terbuka masih jauh dari memuaskan. Contoh sederhana:  program Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) untuk menyatukan semua informasi pelayanan publik pemerintah dalam satu situs terpadu di www.satulayanan.net  masih tersendat. Banyak kementerian dan lembaga belum sepenuhnya memberikan informasi yang dibutuhkan publik.  

Tak hanya itu. Sejumlah rencana pemerintah di bidang keterbukaan seperti memberi akses pada publik untuk memantau kemajuan penanganan perkara kriminal di Mabes Polri, membuka informasi soal lika-liku proses perizinan di Badan Pertanahan Nasional (BPN), sampai  mengumumkan angka-angka di APBN termasuk detail nilai rupiah proyek-proyek semua kementerian, juga tersendat.

Implementasi semangat keterbukaan yang setengah hati ini memberi kesan bahwa program “Open Government” di Indonesia masih dipaksakan dari atas. Para pelaksana di tingkat kementerian/lembaga, tampaknya belum menyadari apa urgensi dari program buka-bukaan ini.  

Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), awal Desember lalu, merilis temuan mereka soal keterbukaan informasi anggaran yang sungguh mengejutkan. Lembaga swadaya ini memeriksa informasi anggaran di Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Aceh, Sumatera Utara, dan Nusa Tenggara Timur. Dari skor tertinggi 100, semua kabupaten di lima provinsi ini hanya meraih skor rata-rata 14,1.

Kabupaten dengan skor terbaik yakni Kebumen hanya meraih nilai 48,5 –kurang dari separuh. Padahal, publikasi informasi detail soal APBD adalah instruksi Menteri Dalam Negeri sejak 2012 lalu. Bahkan, dari total 131 situs internet yang diteliti Fitra, ada 11 situs pemerintah kabupaten yang tak bisa dibuka sama sekali.

“Bagi banyak pemerintah kabupaten, mengumumkan anggaran adalah hal tabu,” kata Maulana, Koordinator Advokasi Fitra dalam konferensi pers soal indeks keterbukaan informasi anggaran ini. Kalaupun dipublikasikan,  seringkali pemerintah kabupaten menyeleksi dulu mana data APBD yang boleh dibaca warga dan mana yang tidak. Menyedihkan.

Ketika publik tahu apa yang direncanakan punggawa negara, mereka bisa ikut mengawasi. Ujung-ujungnya, ketika tak ada yang disembunyikan, tak ada alasan untuk mencurigai pemerintah. Kepercayaan sosial (social trust) bisa dibangun. Dengan keterbukaan, semua warga bisa bergotong-royong demi kemajuan bersama. (*)

Ikuti tulisan menarik Wahyu Dhyatmika lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler