x

Iklan

Dian Kelana

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Lantai 7 Gedung TEMPO, Anno 7 Maret 2016

Ikut menyaksikan pesta ulang tahun Tempo ke 45, walau hanya dari ruang tunggu lantai 7 Gedung Tempo, sebagai orang yang tak dikenal dan tak diundang.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Turun dari Mikrolet M09 yang membawa saya dan Rizqy dari Petamburan, saya langsung berjalan menuju Gedung Tempo. Tepat di pintu gerbang yang menuju halaman gedung, saya disambut petuga security yang menanyakan maksud kedatangan saya. Saya katakan saya mau ke redaksi Indonesiana. Dengan sedikit agak bingung sang petugas menanyakan Indonesiana itu apa? Dalam hati saya membatin: “Oh, rupanya tidak semua orang yang bekerja di Tempo kenal dengan Indonesiana…”

Agar tidak semakin membuat dia bingung, saya katakan saja saya mau ke redaksi Tempo, dan penyataan saya ini nampaknya lebih cepat dimengerti oleh sang petugas security tersebut, dan dengan cepat dia menyuruh saya langsung saja masuk ke dalam gedung dan melapor di petugas yang ada di lobby.

Masuk lobby dan menemui petugas security lagi, pertanyaan standar kembali menyapa saya. “Mau ke mana pak?” kata wanita petugas security tersebut.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

”Saya mau mengambil hadiah ke Indonesiana…” Kembali terlihat kata “Indonesiana” membuat kening sang petugas sedikit berkerut. Langsung saja saya menyambar: “Saya mau mengambil hadiah yang saya dapatkan dalam rangka ulang tahun Tempo karena menulis di Indonesiana, dan Indonesiana itu adalah media online dari Tempo.” Penjelasan saya yang agak sedikit panjang itu nampaknya sudah cukup untuk sang petugas security tersebut. Dia lalu meminta KTP saya dan setelah saya serahkan, dia menggantinya dengan kartu tamu, sambil menyuruh saya untuk naik ke lantai tujuh dan menemui resepsionis yang berada di sana.

Bersama Rizqy saya lalu menuju lift beserta beberapa orang lainnya yang kemungkinan adalah mereka yang bekerja di Tempo, apakah sebagai wartawan, atau pegawai yang bekerja di bagian lainnya. Aroma gedung baru Tempo masih terasa dengan terlihatnya beberapa bagian di lantai dasar masih dalam proses pengerjaan beserta tukang-tukang yang mengerjakannya.

Keluar dari lift di lantai tujuh, saya langsung menuju resepsionis yang berada di sudut kiri ruangan. Saat salah seorang dari beberapa petugas di sana menyapa saya dan menanyakan maksud dan tujuan kedatangan saya, langsung saja saya katakan bahwa saya akan mengambil hadiah yang saya dapatkan dalam rangka ulang tahun tempo. Mendengar jawaban saya, sang resepsionis lalu mengatakan, bahwa petugas dari bagian markcomnya belum datang, dan saya disuruh menunggu di ruang tunggu yang berada di sebelah kanan pintu masuk.

Saya dan Rizqy lalu berjalan menuju ruang tunggu yang hanya berjarak sekitar 3 meter dari meja resepsionis, meletakkan tas punggung diatas kursi, lalu mengambil Koran Tempo yang tergantung di hanger dekat pintu masuk ruang kerja karyawan Tempo, lalu membawanya ke ruang tunggu, lalu duduk membaca berita terbaru yang disajikan Koran Tempo tersebut. Sekilas saya melirik ke arah jam dinding yang berada di belakang meja resepsionis, pukul 08.47. Rizqy yang melihat saya asyik membaca, lalu ikutan mengambil Koran Tempo lainnya, lalu duduk di kursi di samping kiri saya, membolak balik Koran Tempo yang berada di hadapannya.

Sekitar satu jam, Koran Tempo yang berada di tangan tuntas saya baca, dengan beberapa kali gangguan orang-orang yang bergantian datang mendekat ke tempat saya duduk yang rupanya di dinding di belakang saya terdapat panel saklar listrik untuk menyalakan lampu di seluruh ruangan kerja di lantai 7 tersebut. Saya lalu berdiri dan  meletakkan kembali Koran Tempo tersebut ke tempat semula. Saya melihat jam yang berada di dinding belakang resepsionis, pukul sepuluh kurang beberapa menit.

Sambil duduk santai di ruang tunggu saya lalu memperhatikan kesibukan di lantai tujuh Gedung Tempo yang masih baru itu.

Terlihat dari tempat saya duduk, lantai tujuh terdiri dari tiga blok ruangan besar, yaitu sayap kiri, tengah dan sayap kanan. Sayap kiri masih berupa ruangan terbuka bebentuk aula, yang di tengah dan kanan sudah diberi dinding kaca, dan sebagaimana layaknya sebuah kantor didalamnya sudah dilengkapi dengan perlengkapan dan peralatan kerja berupa meja dan kursi yang sudaj tertata rapi sesuai dengan kebutuhan kerja para karyawannya.

Saya tidakakan membahas dua ruangan atau blok yang ada di tengah dan di kanan dimana para karyawan sibuk bekerja melaksanakan tugasnya masing-masing. Tapi saya akan focus dengan segala kesibukan yang terdapat di ruangan sebelah kiri.

Saat saya datang dan bertemu dengan resepsionis hingga kemudian disuruh duduk di ruang tunggu, awalnya saya berjalan menuju aula disebelah kirin ini. Karena menyangka ruang tunggu tersebut ada di aula ini, karena saya melihat ada beberapa meja berjejer dan beberapa orang yang duduk di sana. Rupanya saya salah, karena sebelum saya melangkah jauh menuju ruangan di sayap kiri tersebut, saya diingatkan oleh resepsionis, bahwa ruang tunggunya ada di sebelah kanan pintu masuk lantai tujuh, yang hanya berjarak sekitar 3 meter dari tempat sang resepsionis berada.

Saat saya asyik membaca Koran Tempo tadi, rupanya kegiatan di ruangan sayap kiri tersebut semakin meningkat. Puncaknya ketika sekilas saya melihat beberapa orang berpakaian jas lengkap memasuki ruangan, yang disusul kemudian oleh banyak karyawan lain yang datang secara berombongan atau sendiri-sendiri. Saya menikmati semua kejadian yang berlangsung di depan mata saya dengan santai, karena kehadiran saya yang bukan siapa-siapa tidak menarik perhatian mereka, dan lagi karena tak seorangpun yang mengenal saya.

Ruangan luas yang tadinya kosong tersebut kemudian penuh dengan tamu. Walau tanpa bantuan peralatan pengeras suara, lamat-lamat saya bisa mendengar acara telah dimulai, dengan terdengarnya satu-satunya suara, menghentikan obrolan yang tadinya memenuhi ruangan. Sambutan demi sambutan silih berganti yang sering ditimpali oleh tepuk tangan yang cukup meriah. Agar momen ini tidak menghilang begitu saja dari memori saya, saya lalu mengeluarkan laptop dari tas, lalu menulis kejadian yang tengah berlangsung di depan mata.

Terdengarnya lagu selamat ulang tahun, barulah saya mengerti acara apa yang tengah berlangsung di ruangan tersebut. Rupanya acara yang dipenuhi pengunjung tersebut adalah acara menyambut ulang tahun Tempo ke 45. Pantaslah saya sempat mendengar beberapa kali teriakan yang menyebut “hidup Tempo”.

Sebagai tamu yang datang ke sana masih ada kaitannya dengan ulang tahun Tempo yang ke 45 itu, walau tak ada yang kenal dan menyapa, saya tentu merasa senang juga. Dalam hatipun saya merasakan saya sudah merupakan bagian dari keluarga Tempo, walau diibaratkan Tempo itu sebuah rumah besar, saya hanyalah sebutir pasir yang kebetulan ikut dalam adonan bangunan itu.

Sebuah sapaan membuyarkan keasyikan saya menonton dan menikmati dari jauh acara pesta ulang tahun Tempo tersebut. Seorang anak muda mengulurkan tangan untuk bersalaman sambil menyebutkan namanya Wawai, disampingnya juga hadir seorang gadis yang ketika berjabat tangan menyebut namanya Raisa. Setelah menjelaskan maksud kedatangan saya, Raisa lalu meminta foto copy tanda pengenal saya. Karena nama KTP berbeda dengan nama pena saya, maka saya juga menyerahkan sebuah kartunama dengan nama pena. Setelah menerima kedua tanda pengenal tersebut, mereka menyuruh saya untuk menunggu, sementara mereka akan mengambilkan hadiah yang telah disediakan untuk saya.

Tidak lama menunggu, keduanya kembali membawa hadiah yang dijanjikan, sebuah smartphone. Sebagai hadiah salah satu pemenang lomba menulis di blog Indonesiana Tempo dengan tema Sosok Inspiratif.

Setelah menandatangani bukti serah terima dan dokumentasi foto penyerahan hadiah, saya bersama Rizqy lalu meninggalkan lantai tujuh Gedung Tempo tersebut, dengan harapan saya akan kesini lagi nanti pada suatu saat, suatu ketika, sebagai sebutir  pasir yang ikut menempel dalam bangunan besar bernama TEMPO. Insya Allah.

Selamat Ulang Tahun yang ke 45 TEMPO. Ikut bangga menjadi bagian dari kalian.

Ikuti tulisan menarik Dian Kelana lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terkini

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB