x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Jangan Biarkan Perbedaan Menggerogoti Tim

Perbedaan pendapat dalam tim merupakan hal wajar, yang penting harus dapat dikelola.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Salah satu persoalan yang belum diselesaikan dengan baik dalam kabinet Presiden Joko Widodo ialah ketidaksepakatan sejumlah menteri mengenai beberapa isu. Dapat disebut di antaranya: proyek listrik 35 ribu megawatt, rencana pengelolaan gas blok Masela, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, maupun isu pertanian dan perdagangan. Dalam beberapa kesempatan, ketidaksepakatan itu bukan lagi rahasia umum, bahkan ada kesan saling meledek tingkat expertise masing-masing dalam isu tertentu.

Ketidaksepakatan semacam itu, jika tidak terkelola dengan baik, akan merepotkan kabinet sebagai sebuah tim yang semestinya satu visi—dengan visi Presiden yang dikedepankan. Jika visi menteri yang dikedepankan, secara tidak langsung ini memperlihatkan keraguan menteri tersebut kepada visi Presiden selalu pemimpin tim. Di dalam organisasi perusahaan saja, keraguan semacam ini sudah merepotkan, apa lagi dalam tataran kenegaraan di mana isu kepentingan politik dan ekonomi masuk di dalamnya. Satu hal yang berbahaya ialah ketika bias kepentingan politik dan ekonomi memengaruhi penilaian menteri terhadap keahlian teman sejawatnya di dalam kabinet.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di dalam organisasi perusahaan, Anda mungkin kerap menjumpai ketidaksepakatan serupa di antara anggota tim yang Anda pimpin. Ada sedikit friksi di antara anggota tim, tetapi perbedaan pandangan itu tidak selalu terungkap dalam diskusi maupun rapat-rapat tim. Lantaran tidak terungkap, pemimpin tim merasa masing-masing anggota tim sepakat sepenuhnya mengenai keputusan yang sudah diambil. Pemimpin tim merasa bahwa setiap orang memiliki pengetahuan dan pemahaman serupa mengenai keputusan itu.

Yang mungkin tidak diketahui oleh pemimpin tim ialah bahwa anggota tim, apa lagi yang baru terbentuk, cenderung membuat penilaian terhadap kemampuan atau keahlian anggota tim lainnya. Bahkan, anggota tim berbeda pendapat mengenai tingkat keahlian ketua tim—tapi, biasanya ini dibicarakan sambil bisik-bisik. “Kenapa dia duduk di posisi itu?” adalah sejenis komentar yang tidak muncul di dalam rapat.

Perbedaan persepsi ini, yang diistilahkan sebagai ‘expertise dissensus’ oleh Heidi Gardner dan Lisa Kwan, berpotensi mengganggu efektivitas kerja tim. Tantangannya, seperti ditunjukkan oleh hasil survei Gardner dan Kwan, hanya sedikit saja orang yang menyadari adanya disensus di dalam tim. Pemimpin tim bahkan hanya mengenali gejala-gejalanya, tapi tidak mengetahui persis akar penyebabnya. Kedua ahli manajemen ini membantu kita mengenali penyebab tersebut dengan cara seperti ini:

Pertama, anggota tim mungkin saja terlihat patuh kepada anggota yang lebih senior atau lebih tinggi hirarkinya di dalam tim, walaupun di dalam hatinya mereka menganggap si senior kurang ahli. Anggapan ini muncul karena anggota tim mengasumsikan bahwa sebagai orang yang hirarkinya lebih tinggi, senior harus mengetahui segala hal. Padahal, tenaga senior diperlukan tim mengingat pengalamannya dalam mengatasi persoalan-persoalan yang lazim muncul dalam suatu proyek—pendeknya, manajemen proyek. Bila masing-masing anggota tim sejak awal memahami posisi senior, persepsi yang bisa menghambat efektivitas kerja tim tidak perlu muncul.

Kedua, seluruh anggota tim seharusnya menyadari bahwa ‘expertise dissensus’ itu selalu ada, karena itu tidak perlu disembunyikan. Kebanyakan orang akan dengan mudah menentukan siapa yang paling mengerti tentang suatu isu. Namun, mengungkapkan persepsi mengenai siapa yang kurang mengerti bukan hal yang mudah. Diskusi yang tidak disertai prasangka dapat mencairkan ketegangan ini. Siapa yang kurang mengerti tak perlu ragu bertanya tanpa khawatir akan direndahkan oleh anggota tim lainnya.

Ketiga, diperlukan komunikasi yang terbuka untuk menghindari kesalahpahaman. Misalnya, sebagai ketua tim Anda bisa meminta salah satu anggota untuk menangani aspek tertentu dari proyek karena ia diketahui ahli dalam aspek tersebut. Nah, menyamapikan alasan penunjukkan itu di dalam rapat dapat membantu mengurangi ‘expertise dissensus’. Anggota lain bisa saja menyampaikan pandangan yang berbeda. Membicarakan secara terbuka isu ini dapat menekan tingkat disensus.

Setelah itu, yang terpenting ialah masing-masing anggota tim harus menghargai keputusan yang sudah diambil pimpinan. Tidak ada alasan untuk membangkang hanya karena tidak setuju bahwa orang tertentu memperoleh kepercayaan tertentu. Pada akhirnya, tanggung jawab atas kekeliruan penunjukan berada di tangan pimpinan. Itulah sebabnya, dalam konteks kabinet, semua menteri harus satu visi dengan Presiden, sebab Presiden-lah yang memperoleh mandat dari rakyat. (sumber ilustrasi: michiganstateuniversityonline.com) **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler