x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Pikirkan Kembali Model Bisnis Anda

Tantangan yang disodorkan model bisnis taksi berbasis aplikasi semestinya menyadarkan pelaku bisnis lama untuk mengevaluasi model bisnis mereka.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Taksi berbasis aplikasi, yang kehadirannya sempat membikin heboh industri jasa transportasi, telah menyodorkan model bisnis baru yang menantang para pelaku lama. Uber dan Grab, selaku pengembang aplikasi pemesanan taksi, telah menabrak pakem lama karena melibatkan mobil-mobil pribadi berplat hitam tanpa perlu membentuk badan usaha jasa transportasi. Gagasannya bermula dari bagaimana mengoptimalkan pemakaian kendaraan pribadi dengan orang lain sekaligus mendatangkan penghasilan bagi pemiliknya. Pengembang aplikasi, tentu saja, memperoleh porsi dari pemasukan.

Merumuskan model bisnis seperti ini tidak selalu mudah, meskipun kadang-kadang inspirasi bisa datang kapan saja dan di mana saja. Contoh lainnya, ada perusahaan yang mengembangkan model bisnis penjualan kaos yang melibatkan konsumen, desainer, pencetak, serta memanfaatkan internet sebagai sarana interaksi di antara mereka. Perusahaan mengajak para desainer dari berbagai kota untuk merancang kaos, yang kemudian dikonteskan di laman perusahaan. Pengunjung memilih desain yang mereka sukai, dan sejumlah desain yang memperoleh nilai tertinggi akan dicetak dan dipasarkan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam model bisnis ini, perusahaan tidak perlu memekerjakan desainer secara tetap, melibatka konsumen dalam menentukan pilihan sehingga kaos yang dicetak berpotensi tinggi akan laku di pasar. Risiko gagal pasar dapat ditekan sekecil mungkin. Para desainer juga diuntungkan, sebab selain memperoleh hadiah dalam kontes, ia juga memperoleh royalti yang setara dengan jumlah kaos hasil rancangannya yang laku.

Menemukan model yang tepat bagi sebuah ide bisnis tidaklah mudah. Inti dari inovasi model bisnis bukan sekedar mendatangkan uang, melainkan menciptakan nilai bagi perusahaan, pelanggan, maupun masyarakat. Alexander Osterwalder dan Yves Pigneur, dalam buku mereka Business Model Generation, berusaha membantu kita mengatasi kesukaran dalam merumuskan model bisnis. Alex dan Yves membukakan perspektif baru tentang bagaimana menyusun model bisnis yang cepat tertanam dalam benak kita, yaitu secara visual. Mereka mencoba mendekatkan kita kepada cara berpikir desaier dengan beranjak dari kebutuhan konsumen (outside-in).

Pertanyaan “Apa yang diperlukan dan diinginkan oleh pelanggan?” menjadi titik tolak dalam merancang model bisnis. Perusahaan harus mengidentifikasi diri akan melayani pelanggan yang mana. Berbagai pelanggan dapat dipilah-pilah berdasarkan kebutuhan dan atribut yang berbeda-beda sehingga dapat dipastikan bahwa implementasi strategi perusahaan memenuhi karakteristik pelanggan tersebut.

Alex dan Yves memandu pembaca dalam menyusun model bisnis dengan memakai 9 blok, yang dinamai Kanvas Model Bisnis. Seluruh blok tersebut dapat dikelompokkan menjadi infrastruktur (mencakup key partners, key activities, dan key resources), lalu offering (yakni value propositions—kumpulan produk dan jasa yang ditawarkan kepada pelanggan), customers (yang meliputi customer segments, channels, dan customer relationship), dan kemudian finances (yang terdiri atas cost structure dan revenue streams). Inilah sembilan unsur terpenting model bisnis yang berpotensi berhasil.

Alex dan Yves mengupas bagaimana ‘cara berpikir’ orang Google, LEGO, maupun Amazon dalam menciptakan nilai (value creation). Apa yang membuat mereka lebih unggul dibandingkan dengan para kompetitor? Model bisnis adalah jawabannya. Iqbal Quadir, yang disinggung oleh Alex dan Yves, telah membuktikan bahwa model bisnis bukan melulu perkara uang. Iqbal mengembangkan perubahan sosial dan ekonomi yang positif melalui model bisnis yang inovatif. Model bisnisnya yang transformatif telah memberikan jasa telepon kepada lebih dari 100 juta orang Bangladesh dengan memanfaatkan jejaring kredit mikro Bank Grameen.

Mengevaluasi model bisnis secara teratur merupakan langkah yang kerap dilakukan para inovator. Ketidakpekaan terhadap perubahan lingkungan dapat berakibat pada kemunduran perusahaan. Model bisnis yang adaptiflah yang akan mampu mendatangkan keunggulan berkelanjutan; dan prinsip ini berlaku pula dalam industri jasa transportasi. Pelaku bisnis yang mengandalkan model bisnis lama akan tertinggal—sebuah proses yang alamiah belaka. (gambar ilustrasi: kanvas model bisnis Alex & Yves) ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler