x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Melencengkan Kebijakan Publik dengan Suap

Suap telah merobohkan segi-segi baik kepemilikan modal dan kekuasaan sekaligus merusak masyarakat.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

“Tidak menyuap itu mudah. Tapi tidak begitu mudah untuk, pada saat yang sama, menjaga bisnis tetap berjalan.”

--Wang Shi (Pebisnis, 1951-...)

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sudah lama orang tahu bahwa jika kekuatan politik bersekutu dengan kekuatan ekonomi, hasilnya berpotensi luar biasa. Jika untuk kebaikan, manfaat pesekutuan dua kekuatan itu akan sangat dirasakan oleh bagi masyarakat luas. Lewat pemerintah maupun parlemen, kekuatan ekonomi—dalam hal ini diwakili pemilik kapital maupun perusahaan—dapat menciptakan lapangan kerja bagi warga, memproduksi barang dan jasa yang diperlukan masyarakat, memberi bantuan sosial manakala diperlukan.

Namun persekutuan itu juga berpotensi mencelakakan masyarakat luas manakala dilandasi oleh iktikad buruk. Sebuah kebijakan publik yang hendak diputuskan mungkin saja memberi manfaat besar bagi masyarakat atau sekurang-kurangnya melindungi masyarakat dari bahaya. Sayangnya, keserakahan ekonomi sanggup mengalahkan tujuan baik tersebut.

Orang-orang yang duduk di pemerintahan maupun legislatif serta perusahaan bukan tidak mengerti potensi kerusakan yang timbul bila sebuah kebijakan tertentu diambil. Misalnya, mengubah sebagian hutan lindung menjadi perkebunan atau bahkan industri dan perumahan. Dampak kerusakan barangkali tidak langsung terlihat, tapi dalam beberapa tahun kemudian efek buruknya mulai dirasakan.

Orang-orang yang diberi amanah wewenang dan kekuasaan untuk membuat keputusan itu dibuat silau oleh uang. Mereka mungkin disuap oleh pemilik kapital atau perusahaan, mungkin pula mereka memeras perusahaan yang menghendaki kebijakan publik tertentu berpihak kepada kepentingan perusahaan. Misalnya, persyaratan yang ketat dibuat menjadi lebih longgar.

Praktik-praktik penyelewengan pembuatan kebijakan publik merupakan penyakit yang melekat pada kekuasaan di manapun, bukan hanya di Indonesia. Perusahaan yang bekerjasama dengan pejabat ataupun anggota parlemen bertindak bagaikan parasit yang menggerogoti upaya-upaya menyejahterakan masyarakat. Perusahaan dan pejabat atau anggota legislatif bersekongkol untuk saling memberi manfaat terbatas bagi diri mereka.

Jika perusahaan sanggup menyuap milyaran rupiah, berapa nilai keuntungan yang diproyeksikan perusahaan ini? Semakin besar nilai suap, semakin besar keuntungan yang dikehendaki oleh perusahaan. Begitu pula, karena mengetahui besarnya potensi keuntungan perusahaan akibat perubahan kebijakan publik tertentu, semakin besar pula nilai suap yang dikehendaki oleh pejabat atau anggota legislatif.

Siapa yang dirugikan? Jelas masyarakat luas harus menanggungkan dampak buruk kebijakan publik yang diselewengkan dari tujuan semula. Generasi mendatang, khususnya, akan merasakan kesukaran hidup yang lebih berat lagi karena hutan-hutan yang sengaja dibakar, lahan tambang yang digali habis-habisan namun tidak dipulihkan, aneka polusi yang ditimbulkan oleh pabrik—asap, limbah, sampah, hingga penguasaan wilayah-wilayah pantai oleh korporasi.

Dengan melakukan praktik suap, pemilik modal telah menyalahgunakan kapital yang dimilikinya dan pejabat serta anggota legislatif telah menyelewengkan wewenang yang telah diamanahkan rakyat kepada mereka. Suap telah merobohkan segi-segi baik kepemilikan kapital maupun kekuasaan—itu pun bila orang masih percaya bahwa ada sisi-sisi baik di dalam kapital maupun kekuasaan. Suap, pada akhirnya, menghancurkan masyarakat. (sumber ilustrasi: ello.org) **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler