x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Mencatat dengan Tangan? Jangan Pernah Tinggalkan

Menulis dengan tangan membuat otak lebih aktif dalam proses-proses kognitif dibanding mengetik.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Berapa kali dalam sepekan kita menulis dengan tangan? Hampir pasti, tidak sesering dulu ketika menulis tangan jadi bagian penting dari beragam kegiatan kita: mencatat di ruang kuliah, berlatih memecahkan soal, menulis surat kepada orang tua, hingga membubuhkan tanda tangan.

Sejak teknologi digital semakin memasuki kehidupan masyarakat, laptop dan smartphone sudah mengambil banyak peran tangan kita. Kita memang masih memainkan jari-jemari, tapi untuk mengetik di kibor laptop atau menulis ringkas di telepon genggam. Perlahan-lahan, tulisan tangan kita menjadi kurang sedap dilihat—kemampuan motorik kita semakin jarang dilatih untuk menulis. Kita hanya menekan-nekan papan ketik.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Meskipun teknologi digital memberi kemudahan dan kepraktisan dalam banyak hal, menulis tangan tetap memberi manfaat tersendiri. Studi yang dilakukan Pam Mueller dari Princeton University dan Daniel Oppenheimer dari University of California, AS, memberi gambaran mengenai hal itu. Kedua peneliti ini menyebutkan: mahasiswa yang mencatat dengan tangan memperoleh manfaat belajar yang lebih baik dibanding mahasiswa yang memakai laptop.

Mengapa begitu? Menurut Mueller dan Oppenheimer, menulis dan mengetik merupakan dua jenis proses kognitif yang berlainan. Menulis memerlukan waktu karena disertai proses mencerna materi, sedangkan pemakai laptop nyaris mengetik apa saja yang mereka dengar tanpa memroses makna atau memikirkan apa yang mereka sedang ketik.

Ketika mengetik, yang dilakukan adalah mengubah yang didengar menjadi teks tanpa membutuhkan banyak aktivitas kognitif. Bila kita mencatat,  kita tidak dapat menulis setiap kata yang diucapkan dosen. Kita menyarikan dan membuat catatan tentang pokok-pokok bahasan. Dengan menulis tangan, otak kita lebih terlibat di dalam proses kognitif sehingga informasi yang diproses dapat diingat dengan lebih baik.

Karena alasan itulah, saya masih menyempatkan diri untuk menulis tangan, khususnya terkait dengan pencatatan ide-ide. Meskipun tersedia laptop, buku kecil dan fulpen tetap perlu untuk menorehkan gagasan yang terlintas di benak agar tidak terlupa. Di samping kata-kata, gambar juga sangat membantu dalam memperjelas gagasan—tangan pun tetap terlatih untuk membuat garis lurus, garis lengkung, maupun coretan-coretan simbolis.

Mengetik dengan laptop mungkin lebih cepat. Tapi, dengan menyertakan gambar, tulisan tangan jadi lebih lengkap dan imajinatif. Visualisasi seringkali memperjelas gagasan kita dibandingkan dengan kata-kata. Belum lagi pemakaian warna, yang membuat catatan tangan kita lebih menarik. Lebih impresif. (Tentu saja, dengan jenis smartphone yang canggih ataupun tablet, kita juga bisa menyertakan gambar visual.)

Pendeknya, menjaga kemampuan tangan kita dalam menulis tetap diperlukan di era serba digital sekarang ini. Apa yang kita tidak peroleh dari mengetik dengan kibor di laptop ialah orisinalitas fisik tulisan. Tidak ada jejak-jejak goresan tangan kita, yang setiap orang berbeda-beda. Dengan laptop, yang terjadi adalah keseragaman—orang menulis dengan jenis huruf Times New Roman, Calibri, atau Arial. Di mana keunikannya? Ya, keunikan dari goresan tangan kita adalah bagian yang akan semakin jadi sejarah bila kita melupakan sama sekali aktivitas menulis tangan.

Seringkali, ketika kita lupa sesuatu, tangan dan jari-jemari yang pernah menuliskannya seolah-olah membantu kita mengingat-ingat apa yang kita lupa. Efek ini dapat kita rasakan karena, seperti kata para ahli, menulis dengan tangan membantu ingatan kita agar berfungsi lebih efektif dengan menciptakan ulang dua hal, yaitu konteks dan konten.

Ketika kita berusaha mengingat-ingat sesuatu, menulis dengan tangan menciptakan ulang konteks. Kita mengingat kembali proses penulisan, emosi-emosi yang terlibat di dalamnya, maupun kesimpulan yang kita buat dalam kata-kata kita sendiri. Bila koneksi dengan konteks itu menjadi jelas, kita akan teringat kepada konten, sebab kita menuliskan sendiri apa yang kita pahami.

Pengalaman menulis tangan, pada akhirnya, menghubungkan ingatan kita di masa sekarang dengan proses-proses kognitif yang kita pernah jalani saat menulis. (sumber ilustrasi: ampyourresults.com) **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler